Wednesday, February 24, 2021

Teman di Batas Senja

 


    Beberapa minggu ini, tepatnya satu minggu di bulan Februari, aku mendapatkan seorang teman dengan latar belakang seorang psikolog dan desainer. Mulanya aku banyak bertanya kepadanya tentang masalah psikologi, sehingga aku menceritakan banyak hal kepadanya, termasuk tentang keluarga dan beberapa pengalaman hidup yang menyakitkan di masalalu.

Dia kemudian menganalisis kasusku dari sudut pandang ilmu psikologi dan memberikan saran yang cukup membantu aku untuk bisa memperbaiki kesehatan mental yang selama ini terlanjur sakit dan terluka.


    Menurut analisisnya, aku seharusnya menyembuhkan dulu perihal trauma di masalalu sebelum masuk ke jenjang pernikahan, karena jika kita masih membawa trauma hingga masuk ke pernikahan, maka pengalaman pahit itu akan terulang lagi, misalnya kita adalah seorang anak korban KDRT, maka jika bayangan-bayangan KDRT masih membekas dalam benak, maka kelak kita akan kembali menjadi korban KDRT dalam pernikahan.


    Selain membahas tentang trauma masalalu, dia juga sangat antusias dan terbuka membahas tentang orientasi seksual, LGBT dan masalah-masalah yang berkaitan dengan psikologi. Dia sangat smart, wawasannya luas dan dia adalah pendengar yang baik.


    Selain seorang psikolog, dia juga adalah seorang desainer. Sungguh asyik bisa berteman dengan orang yang membawa dampak positif bagi hidup kita. Dia bahkan mau mempromosikan salah satu produk aku, yaitu pembalut kain. Aku sangat berterimakasih bahwa dia sangat bersahabat dan saling memberikan keuntungan satu sama lain. Semoga hubungan pertemanan kita bisa terus berlanjut dan terus memberikan efek yang positif, baik bagi diri sendiri, maupun bagi bisnis kita masing-masing.


    Terimakasih Anas, alhamdulilah karena masukannya, aku berusaha untuk menjaga kesehatan mentalku sekarang. Dan alhamdulilah juga, setelah aku posting pembalut kain yang dia endorse, hari ini sudah banyak pembeli-pembeli baru yang mulai memakai pembalut kain.


    “Terkadang bukan siapa yang berjalan bersamamu, tapi siapa yang membantumu untuk bisa berjalan. Bukan siapa yang menggandengmu, tapi siapa yang menopangmu.”










Wednesday, February 3, 2021

KEMATIAN

 




    Selasa, tanggal 2 Februari 2020 tiba-tiba aku mendapat kabar bahwa Pak Adam meninggal dunia. Aku kaget bukan main, karena baru kemarin aku chatting dengan Pa Adam saat beliau sakit dan berniat menggalang dana. Pak Adam meninggal pada pukul 22.00, setelah pulang dari Rumah sakit Salamun Bandung karena penyakit jantung dan paru-paru yang dideritanya.


    Ada cerita hari di balik kematian Pak Adam yang baru aku ketahui pada sore harinya. Pak Adam ternyata pulang dari rumah sakit karena teringat anak satu-satunya Rahesa yang dikhawatirkan tidak bisa makan. Lalu, setelah pulang dalam kondisi masih sakit dan kencing berdarah, Pak Adam justru harus puasa menahan lapar seharian hingga meninggal dunia dalam kondisi kelaparan. Pak Adam meninggalkan anak semata wayangnya yang sudah tidak memiliki ibu, sehingga dia kini menjadi anak yatim piatu. Selain itu, hal menyedihkan lainnya adalah keluarga jauh dari almarhum tidak ada yang datang satu pun kecuali adik dari almarhum ibunya.


    Rahesa kini hidup sendiri dengan beban kesedihan dan kesendirian yang harus dipikulnya. Aku sudah menawarkan agar Rahesa tinggal di Panti Penghafal Al Quran milik Pak Mustaqim, namun untuk saat ini Rahesa masih ingin menyendiri dulu dan pergi ke luar kota. Dia akan memikirkan tawaran aku setelah kesedihannya sedikit terhapus.


    Aku mengenal Pak Adam pada tahun 2018 saat bergabung dengan organisasi AHINDO Jawa Barat dan kebetulan aku juga terpilih menjadi ketua pelaksana bazar UMKM di Cibaduyut. Sejak saat itu, aku banyak mengetahui tentang kehidupan almarhum. Hingga pada tahun 2019, Pak Adam menitipkan tas-tas milik almarhummah istrinya untuk aku jual ditoko sepatuku dan setiap terjual, aku mentransfer uangnya ke rekening milik Pak Adam.


    Kehidupan Pak Adam setelah di PHK oleh PT DI dan ditinggal mati istrinya memang sangat mengkhawatirkan, namun beliau tidak pernah mengeluh. Dan terakhir aku mengetahui info dari Bu Elin bahwa Pak Adam sampai menjual piring untuk biaya hidup sehari-hari. Bahkan ketika Pak Adam jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit, Pak Adam harus bergelut dengan handphone miliknya untuk bisa menggalang dana. Tidak ada satupun keluarga yang menemaninya, kecuali anaknya Rahesa yang belum mandiri. Dan di hari Pak Adam keluar dari rumah sakit, aku tidak tahu sama sekali. Yang tahu Pak Adam sudah pulang adalah salah satu kerabat Gubernur yang dimintai pertolongan untuk menyampaikan permintaan bantuan biaya rumah sakit kepada Gubernur.


    Kisah Pak Adam yang Aku posting di status whatsapp cukup menyita keprihatinan dan kesedihan dari teman-temanku yang bahkan tidak mengenal Pak Adam. Teman-temanku bahkan dengan sukarela mau menyumbang untuk Rahesa. Semua temanku sampai kaget, kenapa tetangganya bisa membiarkan orang kelaparan hingga meninggal dunia. Ini yang sangat disayangkan, seharusnya sebagai tetangga bisa lebih peduli kepada tetangganya yang sedang sakit.


    Kini, Rahesa harus terbiasa hidup tanpa kehadiran kedua orangtuanya. Ayah yang biasa mengantar jemputnya sekolah sekarang sudah tidak ada lagi. Dia harus menghibur diri tanpa ada satupun keluarga dari orangtuanya yang peduli. Meskipun begitu, aku dan teman-teman ayahnya sangat peduli terhadap Rahesa. Semoga dia bisa tabah, kuat dan tegar mengahadapi situasi ini. Dia harus bangkit untuk mencapai cita-citanya dan menjadi anak sholeh agar bisa mendoakan kedua orangtuanya yang kini telah tiada.


    Bagi teman-teman yang ingin menyumbang atau membeli tas-tas Pak Adam yang masih tersisa, boleh langsung menghubungi saya atau mentransfer langsung ke rekening BNI Syariah milik almarhum, 0834847460 atas nama Adam Permasa. Semoga doa dan kebaikan teman-teman dibalas oleh Allah SWT, aamiin Ya Rabbal Alamin.














Sumbangan dari Dedi padahal tidak kenal Pa Adam


Sumbangan dari Dewi padahal tidak kenal Pa Adam

Sumbangan dari Asha padahal tidak kenal Pa Adam