Makam keramat Mahmud. Aku tidak menyangka bahwa hari ini aku akan menginjakkan kakiku kembali ditempat ini. Aku hampir tidak percaya bahwa sekarang aku datang ke sini dengan status baruku sebagai laki-laki dan juga suami dari seorang anak konglomerat bernama Suri.
“Sayang, kamu masih inget ga rasanya terakhir kali jadi perempuan?”
Tanya Suri tiba-tiba ketika kita baru saja sampai di depan gerbang makam. Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaannya, karena aku tidak mungkin lupa rasanya menjadi seorang perempuan yang sudah mandarah daging dalam jiwaku.
“Sampai kapanpun aku tidak akan lupa rasanya menjadi seorang perempuan, karena menjadi perempuan adalah anugerah yang tidak ternilai harganya.”
Suri mengangguk dan merangkul tubuhku seraya berjalan masuk menuju area pemakaman.
“Menurut kamu, lebih bahagia menjadi perempuan atau laki-laki?”
Aku terdiam mendengar pertanyaan dari Suri. Aku cukup sulit untuk menjawabnya, karena kebahagiaan yang aku rasakan ketika menjadi seorang perempuan dengan ketika aku menjadi laki-laki itu berbeda. Tapi, yang pasti aku selalu mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan untukku hingga detik ini.
“Aku bahagia dengan diriku sekarang, karena aku tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi ketika menyukai seseorang. Aku lebih bahagia sekarang karena aku bisa menikah dengan orang yang aku cintai dan bahkan kelak aku bisa punya anak dari darah dagingku sendiri. Aku bahagia sayang dengan apa yang sudah Tuhan kasih hari ini, tapi aku juga tidak menyesal pernah menjadi seorang perempuan, karena ketika menjadi seorang perempuan aku memiliki perasaan yang lebih peka sehingga aku bisa mengerti banyak hal yang tidak dapat dipahami oleh logika.”
Suri tiba-tiba mencium pipiku manja ketika aku baru saja selesai berbicara. Aku tersipu malu dibuatnya sebab akhir-akhir ini kita memang jarang terlihat romantis, karena kita terlalu sibuk mengurusi persoalan-persoalan orang lain.
“Jangan sampai deh kamu jadi perempuan lagi, nanti si Amar itu ngejar kamu lagi!”
Aku tertawa mendengar Suri kembali membahas Amar. Sepertinya Suri memang paling sering merasa cemburu dengan Amar, padahal aku tidak pernah memiliki perasaan apapun terhadap Amar, bahkan ketika aku masih berstatus sebagai seorang perempuan.
“Denger ya sayang, aku ga pernah menyukai laki-laki sejak aku masih berjenis kelamin perempuan, apalagi sekarang aku sudah menjadi laki-laki. Jadi, kamu ga usah cemburuan sama Amar lagi. Aku illfeel jadinya.”
Suri tertawa mendengar ucapanku. Kita lalu melanjutkan perjalanan ke makam Eyang Abdul manaf, Makam Sembah Eyang Dalem Abdullah Gedug dan Makam Sembah Agung Zaenal Arif. Aku dan Suri lalu berdoa di makam ketiga tokoh islam tersebut setelah sebelumnya kita terlebih dahulu mengambil wudlu dan shalat di masjid yang berada di sebelah makam.
“Sayang, suasana keagamaan di sini kentara banget ya? Terus, semua rumah masyarakat di sini memang sederhana? Aku juga ga mendengar suara tv atau suara-suara musik yang biasa orang-orang putar dirumahnya.”
Suri merasa aneh dengan rumah-rumah penduduk yang berada dikampung ini karena semua rumahnya berbentuk panggung dan bukan rumah permanen. Penduduk di sini juga tampak sangat agamis dan jarang terlihat menghabiskan waktu dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi seperti sekarang untuk mendapatkan hiburan secara instan.
“Masyarakat tidak membangun rumah permanen karena struktur tanah yang ada di Kampung Mahmud bentuknya seperti endapan rawa dari sungai Citarum yang berada di sekelilingnya. Sehingga sangat tidak diperbolehkan membangun rumah secara permanen, karena dengan kondisi tanah yang tidak memungkinkan, apabila dibangun rumah permanen dikhawatirkan bisa mendatangkan petaka bagi masyarakat itu sendiri. Nah, kalau untuk hiburan bagi masyarakat di sini juga sangat dilarang karena mereka masih memegang teguh prinsip dari nilai-nilai keagamaan, seperti mereka hanya fokus dengan tujuan hidup yang sebenarnya bahwa kita akan kembali kepada Tuhan dan kita berada di dunia hanya untuk beribadah kepada Tuhan, sehingga mereka tidak mau terbuai dengan dunia hingga lupa bahwa dunia hanya sementara. Hiburan bagi mereka adalah salah satu hal yang bisa melalaikan mereka dari mengingat Tuhan, sehingga tidak aneh jika kamu melihat masyarakat di sini tidak ada yang menonton tv atau hiburan-hiburan lainnya.”
Suri terlihat antusias mendengarkan penjelasan dariku. Kita lalu duduk di bawah pohon beringin yang berada tidak jauh dari makam, karena kita sudah berjalan-jalan lumayan lama dan aku ingin istirahat sejenak.
“Sayang, kamu mau ga nikahin Anna?”
Sontak aku menoleh ke arah Suri dan nyaris pingsan mendengar pertanyaannya yang menurutku sangat tidak masuk akal.
“Jangan bercanda kamu!”
Badanku langsung meriang ketika nama Anna disebut. Dan bukan hanya disebut, tapi kali ini Suri memintaku untuk menikahinya.
“Aku serius sayang! Aku sudah memikirkannya matang-matang semalam. Anna dan anaknya butuh orang seperti kamu. Dan aku akan menganggap dia saudaraku sendiri. Aku janji ga akan cemburu.”
Aku langsung memegang kening Suri karena aku merasa aneh dengan sikapnya sekarang. Suri biasanya sering cemburu dengan siapapun yang dekat denganku, tapi kini secara tiba-tiba Suri memintaku untuk menikahi Anna.
“Kamu sakit? Kayanya kamu kerasukan deh. Ayo kita pulang!”
***
Mataku terbelalak ketika melihat Suri dan Anna kini sudah berbaring di atas ranjang dan hanya memakai pakaian dalam. Tubuh mereka terlihat sangat seksi dengan lekukan tubuh yang menyerupai biola dan kulit putih bersinar. Wajah mereka memerah dan terlihat malu-malu ketika memanggilku untuk berbaring ditengah-tengah antara Suri dan Anna.
“Sini sayang!”
Ujar Suri yang kini sudah membuka BH dan celana dalamnya. Dia lalu mengangkang ke arahku dan memperlihatkan surga kenikmatannya yang kini sudah menganga terbuka. Dua payudaranya sudah membesar dan tidak sabar untuk aku remas dan hisap. Vaginanya terbuka lebar dan mengeluarkan cairan pelumas seakan-akan sudah siap untuk menghisap penisku kuat-kuat di dalam rahimnya.
Anna yang berada di sampingnya juga tidak mau kalah. Dia lalu telanjang bulat di depan mataku. Dia bahkan beranjak dari tempat tidur dan meraih tanganku untuk dimasukan ke dalam lubang vaginanya. Jariku terasa basah dan hangat berada di dalam vagina Anna.
“Arrggghhh!”
Anna mendesah ketika jariku menusuk-nusuk vaginanya. Aku yang mendengar desahan Anna membuat libidoku naik dan penis di balik celanaku menegang. Suri yang sudah tahu akan hal itu lalu melorotkan celanaku dan meraih penisku yang sudah menegang dan membesar. Dia langsung memasukan penisku ke dalam vaginanya.
JLEB
Kini penisku sudah berada di dalam vagina Suri. Aku lalu bergerak maju mundur, sedangkan tanganku masih sibuk keluar masuk di dalam vagina Anna. Mulutku juga tidak tinggal diam, aku menghisap puting payudara milik Suri dan Anna secara bergantian.
“Arrrgghhhh, terus sayang!”
Suri dan Anna terus mendesah, hingga tidak berapa lama kemudian penisku terasa dihisap kuat dan diremas oleh vagina Suri. Vagina Suri kemudian mengeluarkan banyak cairan. Dia orgasme lebih dahulu. Aku lalu mencabut penisku dan hendak memasukkannya ke dalam vagina Anna. Aku sudah tidak sabar ingin merasakan bagaimana nikmatnya penisku berada di dalam vagina Anna. Aku lalu menggesekkan kepala penisku terlebih dahulu ke atas klitoris Anna. Anna terlihat kegelian, lalu tangannya memegang penisku dan berusaha memasukanya ke dalam lubang vaginanya, namun belum sempat aku memasukannya, aku mendengar suara bayi menangis.
“Oaaaaa, oaaaa, oaaaa!!”
Aku terbangun dengan nafas ngos-ngosan dan mataku sudah melihat Suri tengah memangku Arka yang sedang menangis.
“Sialan! Padahal sedikit lagi masuk!”
Gerutuku yang merasa kesal karena penisku tidak jadi masuk ke dalam vagina Anna karena aku keburu terbangun oleh tangisan Arka. Aku lupa kalau malam ini Arka dan Tissa tidur bersamaku karena pengasuhnya sedang pulang kampung.
“Kenapa sayang?”
Tanya Suri yang kini tengah menyusui Arka dengan botol susu yang berada ditangannya.
“Mimpi buruk!”
Jawabku singkat, tapi Suri malah cekikikan mendengar aku barusan mimpi buruk.
“Mimpi buruk atau mimpi basah? Ko sampe mendesah-desah sambil nyebut-nyebut nama Anna? Aku tadi siang baru minta kamu buat nikahin Anna aja, dia udah kebawa mimpi sama kamu, kebayang kalau kalian udah nikah beneran, mungkin kamu bakal tergila-gila sama Anna dan lupa sama aku!”
Mendengar Suri yang sudah menampakkan lagi rasa cemburunya, aku kemudian tertawa. Aku lalu memeluk tubuhnya dari belakang dan mencium lehernya.
“Kayanya sekarang kamu udah ga kerasukan lagi, buktinya Suri yang cemburuan kini udah kembali lagi, hehe. Makannya kalau masih cemburuan jangan sok bijak nyuruh-nyuruh aku menikahi Anna, nanti kamu menyesal! Aku baru nyebut-nyebut nama Anna waktu tidur aja kamu udah marah gini, apalagi kalau namanya disebut di depan penghulu dan orang-orang kemudian bilang sah, mungkin kamu bakal nangis-nangis sambil guling-guling ditanah karena ga rela suaminya dibagi dua! Hahahaha.”
Suri lalu mencubit pahaku dengan wajah cemberut. Dia memang terlihat menggemaskan kalau sedang cemburu seperti itu.
“Oh Suri, aku ga mungkin poligami! Aku masih tahu diri!”
***
Bila sudah terbagi dua, maka purnama enggan datang lagi untuk menyapa. Bila sudah terbagi dua, mataharipun lalu pergi karena lelah menyinari. Bila sudah terbagi dua, kadang-kadang kita lupa apa itu bahagia. Bila sudah terbagi dua, ada yang terluka dan berduka. Bila sudah terbagi dua, hilang sudah semua rasa, sebab yang ada hanya derita! Bila sudah terbagi dua, tidak ada lagi kata cinta dan yang tersisa hanyalah nestafa! Bila sudah terbagi dua, kita tidak akan pernah baik-baik saja, sebab janji setia sudah berubah menjadi dusta!
Bersambung..
No comments:
Post a Comment