Sunday, March 12, 2023

SURI (Bagian 6)

 

Suri dan Anna


Jarum waktu menari dalam tarian angin malam ini. Sejak mentari bersembunyi pelan-pelan di balik awan, aku sudah duduk bersama bidadariku yang sedari tadi terpana memahat senja. Suri yang tadi siang memantik bara amarah, kini tersenyum manis seperti gula jawa yang ingin segera aku lumat. Sekarang dia sudah berpakaian rapi dan bersiap untuk dinner di tepi pantai bersama beberapa tamu yang masih berada di sini, termasuk mantan-mantanku. Aku suka melihatnya memakai gaun putih. Dia tampak seperti barbie dan putri-putri raja dalam negeri dongeng. Mataku tidak bisa berkedip memandangnya. Dia benar-benar menawan.


“Kamu cantik banget.”


Wajah Suri memerah saat aku memujinya. Dia lalu mencubit tanganku manja.


“Ini pertama kali lho kamu muji aku. Selama kita kenal sampai kita menikah, kamu jarang banget muji aku.”


Aku lalu tersenyum mendengar suara manjanya yang lucu.


“Aku ga suka basa-basi. Pujian ga bakal bikin kenyang juga. Barusan muji mungkin aku khilaf,hehehe.”


Suri lalu cemberut. Aku lalu menggandeng tangannya sebelum dia bicara lagi.


“Ayo kita ke luar sekarang, ga enak kalau telat.”


Aku dan Suri lalu berjalan ke luar kamar menuju pantai. Di sana sudah banyak orang berkumpul, termasuk mantan-mantanku. Samar-samar, aku mendengar suara alunan piano yang begitu indah. Dan aku sangat terkejut ketika mengetahui bahwa perempuan yang sedang memainkan piano itu adalah Anna. Aku tidak pernah tahu bahwa Anna bisa bermain piano dengan seindah itu. Dia begitu cantik malam ini. Dengan dress hitam yang dia kenakan, kulitnya tampak begitu bersinar. Jari-jarinya dengan lincah masih bermain di atas tuts-tuts piano. Dia seakan tidak menyadari keberadaan orang-orang disekelilingnya dan hanya fokus dengan dunia imajinasinya yang mengalun dalam melodi.

Aku memandangnya dari jarak yang tidak terlalu dekat. Menghayati iramanya hingga terbawa suasana. Paras wajahnya menyimpan sejuta tanya. Mata teduhnya selalu mampu membuat hatiku meleleh dalam rasa takjub. Bibir merahnya yang tipis dan indah ketika dia sedang tersenyum, seakan menjadi magnet yang menarikku masuk ke dalam pusaran kelembutannya yang begitu ayu.

Anna adalah perempuan yang paling jarang berbicara dibandingkan semua mantan-mantanku, namun dia memiliki banyak bakat dan keahlian yang tidak dimiliki oleh perempuan pada umumnya.


“Astaghfirullahaladzim.”


Spontan aku beristighfar ketika perasaan kagumku terhadap Anna kini berubah menjadi buncahan-buncahan bahagia yang terasa menggelitik dalam dada. Aku tidak boleh masuk terlalu dalam saat mengagumi Anna, sebab sudah ada bidadari bernama Suri yang kini berdiri di sampingku.


“Kenapa sayang?”


Suri bertanya karena mendengar aku mengucapkan istighfar. Aku memandangnya dan tersenyum dengan perasaan bersalah karena sudah mengagumi orang lain.


“Ga apa-apa. Kayanya aku kurang enak badan.”


Suri lalu memegang keningku untuk memastikan bahwa aku tidak demam. Dia lalu memegang tanganku dan dia terkejut karena tanganku terasa sedingin es.


“Kamu kayanya kurang sehat sayang. Mau istirahat aja di kamar?”


Aku lalu menggelengkan kepala. Suri lalu mengambil air putih dan menyuruhku minum. Dia lalu beranjak dari tempat duduk ketika semua tamu bertepuk tangan saat Anna selesai memainkan pianonya. Suri lantas mengajak Anna untuk bergabung dimejaku.


Aku merasa akan pingsan ketika Suri dan Anna berjalan ke arahku. Senyuman Suri yang sedingin es seakan tengah menyayat-nyayat hatiku yang kini sudah membeku. Wangi parfumnya ibarat obat bius yang membuatku tidak sadarkan diri karena grogi. Langkah kakinya yang sebentar lagi akan sampai di mejaku rasanya seperti langkah kaki malaikat maut yang hendak mencabut nyawaku tanpa permisi.

Suri benar-benar sudah gila dengan mengajak Anna makan dimejaku. Nafasku mungkin akan terhenti ketika harus memandangnya dari dekat. Ah, gila aku sudah tidak bisa bergerak sedikitpun. Aku merasa begitu malu untuk melihat perempuan tionghoa itu.


“Boleh aku gabung di sini?”


Aku mengangguk pelan tanpa melihat wajahnya yang kini sudah berada di depanku.

Kita lalu makan malam tanpa berbicara sepatah katapun. Aku hanya mendengar suara Suri yang beberapa kali bertanya kepada Anna tentang kehidupannya, dan itu pun aku tidak terlalu serius mendengarkan karena aku  sibuk dengan perasaan grogiku yang semakin menjadi-jadi.


“Aku permisi dulu ya. Aku benar-benar kurang enak badan.”


Aku lalu beranjak dari tempat duduk. Suri yang merasa khawatir lalu ikut berdiri dan hendak mengantarku ke kamar. 


“Kamu di sini aja, temenin Anna dan tamu lain. Aku cuma  perlu istirahat sebentar.”


“Ya udah, kalau ada apa-apa, kamu telpon aku sayang.”


Aku lalu mengangguk dan berlalu dari hadapan Suri dan Anna.


Di dalam kamar, aku hanya bisa diam dan merenung. Bayangan Anna tidak bisa hilang dari ingatanku. Matanya yang teduh saat menatapku seakan meluluh lantakan kesetiaan yang saat ini tengah aku perjuangkan. Jari-jarinya yang lembut dan harum, aku bayangkan tengah mengelus tanganku yang kini sedang kedinginan.


“Oh Anna, kenapa aku jadi seperti ini?”


Aku lalu merebahkan badanku di atas kasur dan berusaha melupakan bayangan tentang Anna, tapi rasanya begitu sulit. Hingga satu jam berlalu dan pintu kamar kemudian terbuka, aku masih belum bisa menghilangkan bayangan Anna dalam ingatanku. Suri lalu berjalan ke arahku. Dia memeluk dan mengelus kepalaku dengan manja.


“Duh yang lagi sakit, bikin gemes deh. Sini aku  kasih obatnya biar ga sakit lagi.”

“Obat apa?”


Tanyaku heran, karena Suri terlihat tidak memegang obat apapun ditangannya. Suri lalu mendaratkan bibirnya di atas bibirku. Dia juga berbaring di atas tubuhku dan menciumiku dengan ganas. Aku yang mulanya merasa enggan melakukan apapun, kini mulai terbawa suasana. Namun, ada yang terasa aneh kali ini. Entah mataku sudah rabun atau bagaimana, sebab yang aku lihat di depan mataku kini adalah Anna. Wangi parfumnya yang khas membuat libidoku naik seketika.


“Suri, matiin lampunya.”

“Jangan, nanti susah kalau kita mau..”


Belum sempat Suri melanjutkan ucapannya, aku lalu beranjak dari tempat tidur dan mematikan lampu. Aku lalu melepaskan bajuku dan kembali ke tempat tidur setelah sebelumnya menyalakan musik instrument piano di handphone ku. Aku suka  suara piano, terlebih lagi ketika tadi aku mendengarkan lantunan indah piano yang dimainkan oleh Anna.


Satu persatu pakaian Suri aku buka perlahan. Dalam kegelapan, aku tidak bisa dengan jelas melihat wajah Suri, sehingga aku bisa dengan mudah membayangkan wajah Anna yang kini sedang berada dihadapanku. Kulit Suri memang sedikit lebih putih dibanding Anna, sebab dia adalah blesteran, namun pori-pori dan kelembutannya tidak jauh berbeda.

Aku lalu menciumi leher suri yang terasa begitu wangi. Aku memang paling menyukai leher dan bibir perempuan, karena leher dan bibir adalah bagian yang paling seksi selain payudara.

Suri mendesah kenikmatan. Aku kemudian menjilat telinganya dan tanganku memainkan payudaranya yang kini sudah mengeras. Suri lalu mencium bibirku dengan penuh nafsu dan tanganku lalu turun ke bawah pusarnya dan merasakan sesuatu yang sudah basah di sana. Tangan Suri juga tidak tinggal diam, dia memainkan sesuatu di bawah pusarku yang kini sudah berdiri dengan sempurna. Suri tampak menggelinjang kenikmatan ketika aku mengulum puting payudaranya seperti seorang bayi yang sedang menetek. 


“Ahhh sayang…”


Suara erangan Suri semakin membuatku bernafsu. Aku terus menjilati semua bagian tubuhnya yang kini sudah basah oleh keringat. Hingga kemudian mulutku sampai di bawah pusarnya, dia lalu menghentikan aktivitasku.


“Jangan pakai mulut..”


Aku tidak menggubris ucapannya karena aku sedang dipenuhi oleh nafsu. Aku melumat bibir vaginanya dan  menjilati klitorisnya yang kini sudah membengkak. Cairan terus keluar dari vagina Suri dan dia menggelinjang dipenuhi kenikmatan.


“Terus sayang..”


Suri lalu menjambak rambutku dan terus menekan wajahku ke arah vaginanya. Tidak berlangsung lama setelah itu, aku menghentikan oral seks dan mulai mendekatkan kepala penis ke atas vagina Suri. Aku menggesekkan penis di atas vaginanya dan dia semakin mengerang kenikmatan. Aku juga merasakan kenikmatan yang tiada tara. Vagina Suri kini semakin basah dan penisku juga seperti tidak sabar untuk bisa masuk ke dalam lubang sempit itu.


“Masukin sayang..”


Suri kini memegang penisku dan memintaku untuk memasukannya ke dalam lubang vagina. Dengan hati-hati aku lalu memasukannya sedikit demi sedikit. Aku sangat kesulitan untuk memasukkan penisku ke dalam vaginanya, karena lubangnya sangat sempit. Baru seperempat kepala penis itu masuk, Suri sudah merintih kesakitan.


“Awww, pelan-pelan sayang. Sakit..”


Aku yang mendengar Suri kesakitan tidak berani melanjutkannya lebih dalam. Aku mendiamkannya sesaat. Mulutku terus mencumbunya dan tanganku bergerilya diantara payudaranya yang menawan. Aku lalu memasukannya lagi pelan-pelan, sampai semua masuk dengan sempurna.


“Awwww…”


Suri mengerang ketika seluruh batang penisku masuk ke dalam vaginanya. Penisku terasa hangat berada di dalam vagina. Aku belum berani “memompa” vaginanya sebab dia masih merasa kesakitan, jadi aku hanya mendiamkan penis dan menikmati sensasi nikmat yang baru aku alami sekarang. Baru ketika Suri merasa enakan dan rasa sakitnya perlahan mereda, aku lalu bergerak maju mundur menusukkan penisku ke dalam vaginanya.


“Arrgh…”


Suara erangan Suri semakin membuatku bernafsu. Penisku terus keluar masuk vaginanya. Hingga tidak berapa lama setelah itu, Suri berteriak dan vagiananya mengeluarkan cairan deras. Badannya juga menggelinjang. Tak berselang lama, aku juga seakan ingin pipis dalam vaginanya. Penisku lalu berkedut dan aku merasakan nikmat yang tiada tara ketika spermaku tumpah di dalam rahimnya. Ini mungkin orgasme yang orang katakan sangat nikmat itu. Aku lalu mengeluarkan penisku dan mencium kening Suri dengan lembut.


“Makasih sayang..”


Ujar Suri dengan badan yang dipenuhi oleh keringat. Aku lalu memeluknya dan mencium tangannya yang lembut.


“Maafin aku ya bikin vagina kamu berdarah.”


Suri hanya tertawa mendengar kata maaf yang aku ucapkan. Kita lalu berpelukan untuk kembali menikmati malam panjang yang dipenuhi oleh gairah-gairah nafsu malam pertama.


“Maafkan aku, Suri karena aku tidak sengaja membayangkan wajah Anna ketika kita tengah bercinta..”


Ucapku dalam hati. Aku lalu mencium lagi keningnya dengan perasaan bersalah yang semakin menjadi-jadi.


Inikah yang sering dikatakan orang dengan istilah “selingkuh hati”? Aku selalu menganggap diriku setia, tapi hatiku tidak. 

Oh, Anna cepatlah pergi!!

Aku tidak ingin jatuh hati…


Bersambung..



No comments:

Post a Comment