Monday, March 13, 2023

SURI (Bagian 8)

 


Nyala api unggun malam ini terlihat begitu indah. Di bawah langit malam yang bertabur bintang dengan hamparan lautnya yang bening, aku dan Suri duduk berdua memandang laut yang penuh dengan deburan ombak. Kepala Suri masih bersandar di bahuku, sedang tanganku masih sibuk membakar ikan yang sebentar lagi matang.


“ANNA!!!” 


Suri tiba-tiba berdiri dan memanggil seseorang yang tengah berjalan menghampiri kita. Lagi-lagi Anna. Aku kira dia sudah pulang ke Bandung bersama suaminya, tapi ternyata dia masih di sini.


“Tadinya aku mau pulang bareng anak dan suami, tapi tiba-tiba aku ada urusan mendadak di sini. Kebetulan temanku juga sedang berlibur dan aku besok mau nemuin dia. Oya, ga apa-apa nih aku gabung di sini? Apa ga mengganggu?”


Suri tersenyum mendengar penjelasan Anna. Dan seperti biasanya, Suri sangat humble dengan siapapun. Dia lalu mempersilakan Anna duduk dan memberikannya ikan bakar yang baru saja matang.


“Ga apa-apa lagi, nyantei aja. Kita kan sekarang udah jadi keluarga. Nanti bareng-bareng juga ngembangin perusahaan. Jadi, kamu ga usah sungkan.”


Anna tersenyum mendengar ucapan Suri. Dia lalu mencicipi ikan bakar yang masih panas itu.


“Aww..”


Anna lalu berteriak kepanasan karena terlalu terburu-buru makan ikannya. Suri dengan cepat mengambil ikan ditangan Anna dan meniupnya agar cepat dingin.


“Harusnya jangan langsung masukin ke mulut, tiup dulu deh pelan-pelan,hehe.”

Suri kemudian mencubit daging ikannya, meniupnya sebentar, lalu dia hendak menyuapi Suri.


“Aaaa, nih ini baru udah dingin..”


Anna tampak canggung melihat Suri tiba-tiba menyuapinya, tapi kemudian dia membuka mulut juga dan memakan ikan dari tangan Suri.


“Tuh kan ga panas. Ga kotor lagi tangannya,hehehe”


Kita semua tertawa melihat kelakuan Suri, tak terkecuali Anna. Senyumnya seakan membuat jantungku hampir copot. Seperti biasa, Anna selalu mengenakan pakaian hitam, membuat kulit putihnya terlihat semakin bersinar. Rambut hitam panjangnya dia biarkan terurai, sungguh indah.


By the way, dulu kenapa kamu bisa suka sama Indy?”


Anna lalu tersedak mendengar pertanyaan dari Suri yang tiba-tiba dan tanpa aba-aba. Aku yang berada tepat di depan Anna, lalu memberinya sebotol air mineral.


“Kamu kenapa nanya gitu?”


Ujarku pelan kepada Suri. Suri tidak menggubris pertanyaanku. Dia hanya membantu menepuk-nepuk punggung Anna yang masih batuk-batuk karena tersedak.


“Ga apa-apa kok, aku bisa jawab.”


Anna lalu tersenyum ke arahku yang masih merasa bersalah dengan pertanyaan dari Suri kepadanya.


“Dulu, aku suka sama Indy karena dia perempuan.”

“Terus, kalau dulu dia laki-laki, kamu ga akan suka sama dia? Dan sekarang juga kamu ga akan pernah suka lagi sama dia karena dia laki-laki?”


Suri terus bertanya tanpa jeda. Dia seperti menyimpan banyak rasa penasaran dikepalanya. Anna lalu tersenyum dan mengangguk kea rah Suri.


“Hmm.. iya. Aku hanya menyukai perempuan dan aku ga akan mungkin menyukai dia lagi sekarang karena dia laki-laki. Aku tidak pernah tertarik dengan laki-laki.”

“Bukannya suami kamu juga laki-laki?”


Aku lalu mencubit Suri yang terus bertanya masalah pribadi Anna. Anna yang melihat aku mencubit Suri kemudian tersenyum. Pandangannya tiba-tiba berubah menjadi sedih, tampak binar-binar dimatanya. Anna seperti ingin menangis.


“Anna, kamu ga usah jawab pertanyaan Suri. Maafin dia ya, dia memang spontan orangnya.”


Aku lalu menepuk pundak Anna karena merasa bersalah melihatnya sedih. Suri kemudian memeluk Anna dan mengelus rambutnya.


“Maaf kalau aku terkesan mengorek luka lama kamu, tapi kadang-kadang kita butuh tempat untuk mengeluarkan semua beban itu. Kita siap ko membantu kamu meringankan beban kesedihan yang kamu pikul sekarang.”


Tangis Anna lalu pecah. Dia kemudian menangis sejadinya dalam pelukan Suri. Suri terus mengelus rambut Anna dan menenangkannya. Aku hanya tertegun melihat mereka seintim ini, sehingga rasa cemburu tiba-tiba muncul begitu saja. Aku lalu memalingkan wajahku dari mereka.


“Kenapa aku cemburu melihat pemandangan seperti ini.”


Gumamku dalam hati.


“Dulu aku diperkosa oleh orang-orang rasis yang membenci etnis tionghoa. Ayahku lalu dikeroyok sampai tidak bernyawa. Aku kemudian hamil dan sangat membenci kandunganku karena aku tidak pernah menginginkannya. Aku sempat ingin bunuh diri, tapi laki-laki yang kini menjadi suamiku kemudian menyelamatkanku. Dia adalah pimpinan preman yang paling ditakuti oleh banyak orang. Aku kemudian mau menikah dengannya karena aku ingin balas dendam kepada orang-orang yang sudah membunuh ayahku dan menodai kesucianku. Sebetulnya aku hanyalah istri simpanan dia, tapi aku merasa aman karena aku tidak akan dijahati siapapun lagi. Dan aku tidak pernah benar-benar cinta dengan suamiku. Aku hanya butuh rasa aman darinya, karena sampai detik ini yang aku sukai hanyalah perempuan.”


Jawaban Anna seperti petir yang menyambar gendang telingaku. Aku memang merasa sakit mendengar ceritanya yang diperkosa oleh orang yang tidak bertanggung jawab, tapi lebih dari itu yang paling menyakitkan lagi bagiku adalah ketika dia mengatakan bahwa dia hanya menyukai perempuan. Pandanganku lalu tertunduk. Aku merasa sudah tidak ada harapan lagi untuk membuat Anna mengagumiku seperti dulu, sebab kini aku bukan seorang perempuan.


Suri masih memeluk Anna dan mengelus rambutnya. Dia kemudian menghapus airmata diwajah Anna. Kini mereka tampak seperti sepasang kekasih yang sedang menghibur satu sama lain. Ah, pikiranku memang sudah ngaco. Aku dilanda perasaan cemburu yang tidak beralasan, tapi siapa yang aku cemburui? Anna atau Suri?


“Sayang, malam ini aku boleh nginep di kamar Anna? Aku mau nemenin dia sambil cerita-cerita. Boleh ya??”


Anna yang mendengar keinginan Suri untuk menemani dia malam ini terlihat tidak enak denganku. Dia lalu memegang tangan Suri.


“Ga usah, ga apa-apa ko aku ga usah ditemenin. Kita bisa sharing lagi kapan-kapan. Lagi pula kalian sedang honeymoon, ga enak kalau kehadiran aku malah jadi mengganggu.”


“Kapan-kapan? Kita cuma punya hari ini Anna, besok belum tentu! Sayang, boleh ya aku nemenin Anna? Please..” 


Suri terus merengek ke arahku. Aku tak kuasa melihat dia yang begitu ingin ngobrol lebih banyak dengan Anna dan aku juga begitu iba melihat Anna yang dilanda kesedihan.


“Baiklah, tapi aku mau bicara sama kamu sebentar.”

Aku lalu menarik tangan Suri dan membawanya agak jauh dari hadapan Anna.


“Kamu tadi denger sendiri kalau Anna cuma suka sama perempuan. Kamu itu perempuan, cantik, perhatian dan banyak kelebihan lainnya. Gimana kalau Anna suka sama kamu?”


Nada bicaraku kepada Suri terdengar berapi-api, tapi Suri malah mendekatkan wajahnya ke arahku dan memperhatikan raut wajahku dengan seksama.


“Kamu cemburu? Aku kira manusia doang yang bisa cemburu, hahaha.”


Suri lalu tertawa. Dia kemudian mengelus-elus kepalaku seakan tengah memperlakukanku layaknya anak kecil.


“Hey suamiku tercinta.. Bukannya kemarin kamu bilang kalau dalam sebuah hubungan itu butuh kepercayaan? Well, udah dulu ya. Hati aku ga akan ke mana-mana ko, tetap ada di dalam freezer, biar beku dan dingin kaya kamu, hahaha.”


Suri lalu berlalu begitu saja dari hadapanku. Dia lalu merangkul Anna dan mengajaknya pergi dari pantai ini. Aku terpaku seorang diri, melihat mereka yang pergi tanpa permisi.


“Oh Tuhan, apa yang bakal terjadi malam ini? Suri itu dulu juga penyuka perempuan. Dia menikah denganku juga karena sebelumnya aku seorang perempuan. Dan Anna sampai detik ini masih menyukai perempuan. Mereka lalu sekarang tidur bersama. Bukankah tidak mustahil kalau kemudian mereka suka satu sama lain?”


Aku terus menggerutu dalam hati seraya mondar mandir di tepi pantai. 


Malam semakin larut, aku lalu memutuskan untuk segera beristirahat ke dalam kamar. 

Sesampainya di kamar, pikiranku masih campur aduk. Aku lalu menelpon Suri, bukan hanya menelpon, tapi aku video call dia untuk memastikan dia sedang apa.


“Aku lagi ngobrol nih sama Anna. Kamu jangan nelpon terus. Pagi-pagi aku pulang ko.”

Belum sempat aku bicara, Suri sudah mematikan telponnya. Aku lalu menelpon dia kembali, tapi dia sudah tidak aktif. Dia ternyata mematikan ponselnya.


“Sial!!”


Umpatku kesal.


Kini bara api cemburu melanda di dadaku. Aku yang tadinya selalu berkhayal memiliki Suri dan Anna, sekarang harus menerima kenyataan bahwa mereka sedang berduaan di sana.


Cahaya rembulan berpendar di atas mega. Satu bintangnya jatuh di atas bara asmara. Ada resah menelaah mata senja. Mengudara bersama bias aksara tanpa kata-kata.

Oh purnama, kapan aku bias mendulang madu cinta?

Dalam pelukan Suri dan juga Anna. 


Bersambung



No comments:

Post a Comment