Suri masih tertidur pulas ketika jarum jam menunjukkan pukul 03.30. Aku lalu terbangun untuk menunaikan shalat tahajud. Aku membangunkan Suri agar bisa shalat berjamaah. Dia menguap seraya tersenyum melihatku yang sudah berdiri di depannya.
“Aku wudlu dulu sayang.”
Ucap Suri seraya pergi ke kamar mandi. Wajahnya setelah bangun tidur tampak begitu mempesona. Suaranya yang serak-serak basah juga terdengar sangat seksi.
Aku dan Suri lalu shalat berjamaah sampai subuh tiba. Dia lalu mencium tanganku setelah selesai berdoa dan aku mengecup keningnya.
“Sayang, aku ada kejutan buat kamu.”
Mendengar kata kejutan, aku menjadi penasaran tentang apa lagi yang akan diberikan Suri untukku. Kehadirannya saja sudah merupakan kejutan yang sangat luar biasa bagi hidupku. Sekarang dia akan memberikan kejutan lain, itu membuatku sangat bahagia.
“Kejutan apa?”
Suri tersenyum manis melihatku yang masih penasaran dengan kejutan apa yang akan dia berikan.
“Nanti aku kasih tau sebentar lagi ya, tapi ga di sini. Kita ke pantai sambil berburu sunrise. Setuju?”
Aku mengangguk pelan seraya tersenyum. Aku lalu memeluk Suri dan mengecup keningnya dengan lembut.
Hotel ini memang berada tepat di dekat pantai. Suri sangat menyukai laut dan gunung, sehingga resepsi pernikahan kita adakan di tempat ini. Setelah resepsi berakhir, sebagian keluarga memang langsung pulang dan hanya keluarga inti saja yang masih berlibur dan menginap di sini. Semua transportasi dan akomodasi sudah ditanggung semua oleh keluarga Suri. Bukan hanya itu, ibunya yang dulu masih terbaring sakit, alhamdulilah sudah diberi kesembuhan sehingga bisa menyaksikan akad nikah kita berdua.
“Sekarang tutup mata kamu ya.”
Suri menutup mata aku dan menggandeng tanganku untuk berjalan ke luar. Udara terasa begitu dingin. Suara debur ombak, kicauan burung dan desau angin terasa begitu menenangkan hati. Aku terus mengikuti Suri yang dengan sabar memapahku sampai ke tujuan. Dia lalu berhenti setelah kira-kira lima belas menit kita berjalan.
“Kamu boleh membuka mata sekarang.”
Jantungku berdegup kencang saat akan membuka mata. Rasa penasaran, bahagia, dan tidak sabar campur aduk memenuhi isi kepala. Dan saat mataku terbuka, betapa terkejutnya aku melihat lima orang perempuan berbaris di depan mataku dengan senyum yang menawan. Rambut panjang mereka yang tertiup angin seakan memberi kesan keindahan tersendiri di sana.
“Ini maksudnya apa?”
Tanyaku heran kepada Suri. Aku tidak habis pikir kenapa dia mengumpulkan mantan-mantan pacarku di sini. Sekarang aku benar-benar merasa kikuk.
“Ya udah kita duduk dulu di sana yuk.”
Suri lalu berjalan ke tempat duduk yang sudah dia sediakan di dekat pantai. Anna, Dona, Elea, Gea dan Noura juga ikut berjalan mengikutinya.
Belum berapa lama mereka berjalan, aku menarik tangan Suri dan membawa dia menuju pojokan di dekat pohon kelapa.
“Aku mau bicara sebentar berdua sama kamu.”
Suri tampak merasa tidak enak meninggalkan lima orang mantanku itu, tapi dia kemudian mengikutiku.
“Kenapa?”
Suri langsung bertanya ketika kita sudah berada jauh dari mereka.
“Aku yang harusnya tanya kenapa? Kenapa kamu tahu mantan-mantan aku? Terus kenapa kamu ngumpulin mereka di sini?”
Suri hanya tersenyum mendengar ucapanku. Dia lalu menepuk pundakku dan menatap wajahku dari dekat.
“Mantan-mantan kamu itu kembar atau bagaimana ya? Ko bisa mirip semua begitu. Aku ga ngumpulin semua lho ya, itu beberapa saja yang memang masih single. Standar kamu oke juga ternyata, seperti bukan mencari pacar tapi kaya nyari karyawan. Aku liat-liat, mereka oriental look, tinggi rata-rata 165 cm sampai 170 cm dan berat badan proporsional, kulit putih, rambut panjang, cantik-cantik semua, pendidikan malah ada yang sudah S3 dan menjadi dosen, karier mereka oke semua, dan …”
Belum sempat Suri melanjutkan ucapannya, aku menutup mulutnya dengan tanganku.
“To the point aja, jadi maksudnya apa?”
Suri lalu melepaskan tanganku yang menutup mulutnya. Dia lalu melotot ke arahku seperti tampak kesal karena aku memotong pembicaraannya.
“Makannya denger dulu kalau orang lagi ngomong. Aku merekrut mereka untuk menjadi karyawan di perusahaan baru kamu. Legalitas PT dan kantor baru sudah aku siapkan. Jadi untuk tender-tender selanjutnya, kita ga usah pakai CV lama kamu. Dan untuk sarana olahraga kan belum selesai dibangun, jadi selagi nunggu pembangunan selesai, aku beli satu café yang udah mau bangkrut di daerah Dago, nanti bisa kamu kelola juga. Dan kenapa aku merekrut mantan-mantan kamu? Karena mereka paling tahu kamu dan mungkin dengan adanya mereka, kamu juga bisa lebih semangat bekerja.
Aku tidak bisa berkutik ketika mendengar penjelasan dari Suri. Aku lalu memeluknya dengan mata berkaca-kaca karena bahagia.
“Aku ga tahu harus ngomong apa lagi. Makasih banyak untuk semua fasilitas dan kebaikan yang udah kamu kasih. Aku terima semuanya, tapi untuk masalah karyawan, aku rasa ga bagus memperkerjakan mereka. Kita bisa merekrut orang lain. Aku ga mau dibayang-bayangi masalalu.”
Suri lalu melepaskan pelukanku dan menatap wajahku dengan sangat serius.
“Aku cuma lagi ngajarin kamu untuk professional dan ga baper. Aku juga mau tau tingkat kesetiaan kamu. Aku ga akan tahu kamu setia atau ga kalau ga nguji kamu. Slow aja lah, di sini mereka partner kamu. Aku ga nyuruh kamu nikahin mereka. Kalau kamu berusaha menghindar, itu berarti ada yang belum selesai dengan perasaan kamu di masalalu. Udah ya, kita ga usah debat lagi. Kasian mereka udah nunggu.”
Suri lalu meninggalkanku yang masih belum selesai berbicara dengannya. Aku lalu mengikutinya karena tidak enak membiarkan lima orang mantanku menunggu di sana.
“Oke, hari ini kita have fun aja ya ga bahas kerjaan dulu. Dan tar aku ada games buat nambah keseruan kita-kita biar makin kenal satu sama lain.”
Mendengar ucapan Suri, Anna yang duduk tidak jauh dariku lalu berdiri dan mengucapkan selamat kepada kita berdua karena sudah menjadi sepasang suami istri.
“Selamat ya, mudah-mudahn menjadi keluarga SAMAWA, aamiin.”
Dona, Elea, Gea dan Noura juga mengucapkan selamat seraya memeluk Suri dan bersalaman denganku. Aku masih tidak menyangka bahwa aku akan berkumpul bersama istri dan mantan-mantanku ditempat seperti ini. Pikiranku kemudian melayang, mengingat kilas balik yang terjadi dalam hidupku.
Noura adalah seorang IT dari Jakarta. Dia adalah pacar perempuan pertamaku ketika aku sedang mencari jati diri dan terluka oleh sahabat yang meninggalkan aku. Empat tahun aku berpacaran dengannya dan itupun dia yang meminta aku untuk menjadi pacarnya. Aku mengenalnya tanpa sengaja dari sebuah komunitas pecinta kopi. Banyak sekali drama antara aku dan Noura yang saat itu masih berstatus mahasiswa. Noura adalah orang yang cukup keras kepala dan temperamen. Selama kita pacaran, aku seringkali bertengkar dengannya. Tapi, karena dia adalah pacar pertamaku, aku begitu terobsesi dengan dia, sebab aku pertama kali melakukan ciuman pertama dengan dia. Dan kisah aku bersama Noura berakhir dengan perselingkuhan. Dia kemudian selingkuh dengan teman kuliahnya yang juga perempuan. Aku yang saat itu masih labil dan emosi lalu membongkar aib Noura kepada orangtuanya, sehingga orang tuanya marah. Noura tidak merasa bersalah telah berselingkuh, sebab dia beralasan bahwa aku yang terlalu sibuk dan selalu mengulur waktu untuk bertemu. Dia juga tidak suka aku masih bersahabat dengan Intan yang tidak lain adalah kakak angkat yang sudah merebut pacarnya dulu. Mendengar penjelasan itu, aku juga tidak mau disalahkan, sehingga aku dan Noura tidak pernah berdamai sampai akhirnya kita lost contact.
Setelah Noura, memang ada dua orang lagi yang tidak diundang oleh Suri karena mereka sudah menikah. Dan aku tidak ingin mengingat lagi mantanku yang memang sudah menikah.
Ingatanku kini lalu tertuju kepada Elea, seorang perempuan tionghoa pertama yang membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia berada di sini sekarang. Profesinya adalah seorang dokter. Aku yang menyatakan cinta pertama kali kepada Elea saat kita terlibat dalam sebuah project, dimana aku menjabat sebagai ketuanya. Elea adalah seorang kristiani, namun perbedaan agama tidak menghalangi kita untuk menjalin hubungan. Mulanya dia adalah seorang perempuan hetero seksual, namun ketika kita intens berkomunikasi dan bertemu dalam sebuah organisasi, akhirnya benih-benih cinta itu tumbuh. Kisahku bersama Elea sebetulnya baik-baik saja, sampai suatu ketika dia menghilang tanpa sebab dan dia muncul kembali satu tahun setelah itu ketika aku berpacaran dengan Donna. Dan saat aku sedang break sesaat dengan Donna, aku dan Elea kembali menjalin hubungan sesaat, namun tak berlangsung lama sebab perasaanku sudah benar-benar hilang dan aku hanya menganggap dia sebagai teman.
Di samping Noura, ada Donna. Seorang bocah dengan usia lebih muda lima belas tahun dariku. Pertama kali aku melihatnya tanpa sengaja di sebuah toko perhiasan. Aku terpesona dengan kecantikannya yang mirip dengan Elea, namun aku tidak terlalu menghiraukan perasaan itu. Sampai suatu ketika kita bertemu lagi saat dia berbelanja ke toko milikku dan dia meminta nomor telpon. Dari sanalah kita intens berkomunikasi dan curhat satu sama lain. Mulanya aku hanya menganggap dia adik, namun lambat laun perasaanku cinta tumbuh begitu saja. Dan ibunyapun merestui hubungan kita, padahal saat itu dia masih berpacaran dengan seorang laki-laki. Hubunganku dengan Donna tidak berjalan dengan mulus. Kita seringkali bertengkar karena dia egois, keras kepala, tidak punya empati dan masih kekanak-kanakan. Aku kemudian memutuskan untuk meninggalkan dia.
Lanjut ke sosok Anna. Dia adalah dosen yang sudah menyandang gelar professor di usia yang masih terbilang muda. Anna adalah seorang mualaf. Dia pernah menjadi sekretarisku saat aku memimpin sebuah organisasi. Dia orang yang cerdas, sosialnya tinggi dan disiplin. Kredibilitasnya sangat tinggi. Dia bahkan rela berkorban banyak hal untuk menyelamatkan reputasiku sebagai pimpinan organisasi. Dia sudah banyak berkorban materi, waktu dan tenaga untukku. Aku lalu jatuh cinta kepadanya tanpa sengaja saat aku mencium wangi parfumnya. Aku kemudian berterus terang kepadanya yang saat itu sudah memiliki suami. Dan tidak disangka, dia juga memiliki perasaan yang sama. Hanya saja, kita sudah berkomitmen untuk tidak menjalin hubungan lebih dari teman. Sehingga aku dan Anna tidak pernah berpacaran. Dia sangat professional. Aku tidak memiliki masalah apapun dengan Anna. Sampai suatu ketika sahabatnya yang menjadi salah satu investor di perusahaanku tidak mau terima saat perusahaan mengalami kerugian. Dia lalu marah kepada Anna dan menuntut Anna untuk ganti rugi. Sejak itu, aku lost contact dengan Anna, hingga Suri kemudian mengganti semua kerugian kepada temannya, aku masih belum bertemu dengan Anna. Dan baru hari ini aku bisa melihatnya lagi. Dia masih tampak menawan dengan pancaran kebaikan dari hatinya.
Terakhir adalah Gea. Dia adalah seorang Caddy golf yang membuatku bertengkar dengan ayahku sebab ayahku juga menyukai dia. Sebetulnya aku tidak ingin bercerita panjang lebar tentang orang ini, sebab aku masih kesal dengan dia. Aku yang saat itu cemburu tiba-tiba mem blockir whatsapp dia, padahal saat itu belum selesai menjelaskan alasan dia bertemu dengan ayahku. Dan dia orang yang pendendam. Dia tidak terima saat aku marah-marah kepadanya yang menuduhnya berselingkuh dengan ayahku. Sehingga sejak saat itu aku berhenti berkomunikasi dengan dia. Hubunganku dengan Gea sangat singkat, hanya beberapa bulan saja.
Diantara semua mantan yang hadir, mataku masih tertuju kepada Anna. Sudah lama aku merindukan dia. Bukan tanpa sebab aku begitu mengaguminya. Dia adalah orang yang paling tulus diantara semua mantanku yang hadir di sini. Hanya saja dia sudah memiliki suami.
Dan herannya aku, kenapa Suri mengundangnya ke sini? Padahal dia sudah bersuami. Suri bahkan tidak mengundang dua orang lagi mantanku yang sudah menikah. Lalu, kenapa dia menghadirkan Anna?
Aku masih penasaran dengan alasan Suri yang satu ini. Apa mungkin dua orang mantanku tidak diundang karena mereka menikah setelah putus denganku, sedangkan Anna memang sudah menikah sebelum bertemu denganku. Entahlah, aku tidak bisa menduga-duga.
“Kita mulai games nya sekarang ya.”
Suara Suri kemudian membuyarkan lamunanku. Suri lalu memutar botol yang sudah berada di meja. Suri ternyata sedang memainkan games “jujur atau tantangan”. Sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagiku saat ingin mengetahui sesuatu dari orang lain. Tapi, yang membuatku penasaran, kenapa Suri harus melakukan semua ini hanya untuk mengetahui sesuatu.
Seperti yang sudah direncanakan, botol itu lalu berhenti di depanku. Suri tampak begitu girang. Dia lalu mengambil sebuah kertas pertanyaan yang ada di dalam botol yang satunya tanpa bertanya terlebih dahulu apakah aku ingin jujur atau sebuah tantangan.
“Jawab jujur, siapa yang paling kamu rindukan diantara semua mantan yang ada di sini?”
Mendengar pertanyaan dari Suri, aku hanya tersenyum singkat. Sebetulnya aku ingin menjawab bahwa aku merindukan Anna, hanya saja aku tidak mau bersikap bodoh dengan berterus terang dan menyakiti pasanganku saat ini.
“Ga ada. Sekarang aku cuma merindukan istriku setiap hari. Seorang wanita yang membuat aku tidak bisa memalingkan pandanganku kemanapun. Sebuah mukjizat terbesar dalam hidupku. Aku sangat bersyukur dengan apa yang aku miliki sekarang.”
Semua orang tersenyum dan bertepuk tangan, terkecuali Suri. Dia sepertinya belum puas dengan jawabanku.
“Bukannya kamu kangen sama Anna ya?”
Bisik Suri dalam telingaku pelan. Aku kaget bukan main. Bagaimana bisa dia membaca isi kepalaku. Tapi, tuduhan Suri yang seperti itu tidak membuat aku membenarkan ucapannya. Seharusnya dia berpikir terlebih dahulu sebelum menyimpulkan sesuatu. Kali ini aku sedikit marah kepadanya, meskipun apa yang diucapkannya memang benar.
“Dalam sebuah hubungan, kita butuh kepercayaan satu sama lain. Dan berhenti ngorek-ngorek tentang masalalu. Itu cuma akan menjadi boomerang dalam hubungan kita. Silahkan kamu lanjut ngobrol dengan mereka, tapi aku butuh waktu dulu buat sendiri.”
Aku lalu berjalan meninggalkan Suri dan mantan-mantanku menuju kamar hotel. Belum sampai aku di kamar, seseorang lalu memanggilku tidak jauh dari Lobby. Ternyata Tasya, seorang perempuan tionghoa juga yang nyaris menjalin hubungan denganku setelah Gea, hanya saja kita terlalu sibuk dengan urusan masing-masing saat itu. Dia adalah seorang psikolog. Aku baru melihatnya lagi sekarang. Mungkin dia baru datang dari Jakarta.
“Hai, selamat ya. Akhirnya keajaiban itu datang juga. Sorry aku telat datang, nyokap sakit keras soalnya.”
Setelah berjabat tangan, Tasya lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
“Aku seneng juga kamu akhirnya beli café punya sepupuku ini. Cuma agak lucu aja ya namanya jadi “Pojok Mantan Café”. Kamu belum bisa move on atau gimana? Kayanya mantan berkesan banget ya?”
Mendengar ucapan Tasya, aku kembali terkejut dengan semua keputusan yang diambil oleh Suri. Dia memang membeli café itu untukku, tapi dia tidak berkompromi sama sekali untuk memberi nama cafenya. Aku tidak habis pikir kenapa Suri begitu terobsesi dengan kata “mantan”, padahal dia sendiri tidak pernah terbuka dengan masalalunya.
“Makasih ya udah dateng. Salam buat mama ya, mudah-mudahan kembali sehat, aamiin. Untuk masalah cafe, kayanya Suri yang ngasih nama.”
Setelah bercakap-cakap sebentar dengan Tasya, aku mengurungkan niatku untuk pergi ke kamar. Aku lalu berjalan-jalan di sekitar pantai untuk mencari tempat yang agak sepi dan merenung di sana.
Aku lalu duduk di bawah pohon kelapa sambil memandang indahnya laut hari ini. Suara debur ombak, pasir yang menggelitik diantara jari-jari kaki, dan lambaian pohon-pohon kelapa cukup membuat aku rileks dan berhenti sejenak memikirkan tentang Suri. Namun, tetap saja ada banyak tanda tanya dikepalaku tentang apa sebenarnya yang diinginkan oleh Suri. Suri memang selalu menjadi misteri. Aku tidak bisa menebaknya kali ini.
Tidak ada hujan yang ingin aku pinang lagi, setelah mentari datang menghangatkan tubuhku yang basah kuyup. Terlalu lama aku berduka dalam senja, hingga lupa berterimakasih kepada cahaya yang kini menjadi penerang dalam gulita. Namun, ada yang berpendar diantara sudut luka. Satu gerimis turun bersama kunang-kunang malam. Berteriak, memanggil apa yang bersemayam dalam hati.
Suri, akankah kita abadi?
Aku tidak mau sendiri..
Bersambung..
No comments:
Post a Comment