Friday, March 10, 2023

SURI (Bagian 3)

 



Suri, pagi ini mataku hanya bisa melihat binar-binar matamu yang bercahaya. Simpul senyuman yang terpancar diantara gaun putihmu yang menyala. Aku seakan tengah menyaksikan kebahagiaan berjalan ke arahku dengan sempurna. Dalam semerbak harum melati yang tidak pernah bisa aku lukiskan dengan kata-kata. Matamu adalah bola api yang berpijar meluluhkan hatiku yang masih terpaku memandangmu. Bara asmara begitu bergejolak hingga banyak menelurkan kupu-kupu baru diperutku. Mereka menggelitikku sampai aku gemetar ketika berdiri memandang sejuta keindahan yang sebentar lagi akan aku miliki di sisa hidup ini.


Suri, coba bangunkan aku! Aku takut sedang tertidur, sebab aku masih tidak percaya ketika cincin itu melingkar dijari manismu dan dijari manisku. Suri, bolehkah aku menguras airmataku kali ini hanya untuk benar-benar percaya bahwa dua buku nikah ini adalah nyata?

Aku ingin benar-benar memeriksa gendang telingaku ketika suara penghulu itu masih terngiang-ngiang di sana dan kata-kata “sah” masih menjadi kata teristimewa yang yang pernah ada di dunia. Suri, namamu kini terpatri dalam hati sebagai bidadari yang tidak akan pernah aku sakiti sampai mati.


“Sayang!!”


Aku terperanjat mendengar suara yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku malam ini. Kaki dan badanku rasanya pegal bukan main. Mata juga sudah tidak bisa dikondisikan dengan baik, sehingga rebahan dan melamun terasa begitu menyenangkan dibandingkan harus ngobrol ke sana ke mari. Tapi, suara Suri menyadarkanku bahwa ini sudah malam dan aku harus segera membersihkan diri, berganti pakaian, lalu istirahat.


“Jangan manggil gitu ya, aku ga biasa.”


Ucapku malu-malu, memandang dia yang wajahnya sudah bersih dari riasan dan bersiap-siap untuk istirahat.


“Kok malu? Terus aku harus manggil apa dong? Papi? Papa? Ayah? Daddy? Honey?”


Pertanyaan Suri semakin membuat wajahku memerah dan badanku terasa demam. Aku tidak bisa menatap matanya sebab aku terlalu malu untuk melihat orang yang kini duduk semakin dekat denganku.


“Panggil nama aja deh ya. Lebay banget manggil dengan istilah-istilah tadi.”


Suri kini tertawa. tampak gigi putihnya yang rapi berjejer di sana. Aku hanya melirik dia sebentar, lalu aku memalingkan wajahku kembali agar kita tidak saling memandang. Aku masih terpaku dengan keringat dingin mengalir di seluruh tubuhku. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Rasanya canggung bukan main.


“Ga mau ah, kalau panggil nama, apa bedanya dong aku sama teman-teman kamu? Kamu lucu deh, kok kamu cool banget sayang? Coba sini, aku liat wajah groginya, hehehe.”


Suri mendekatkan wajahnya ke arahku untuk memastikan wajahku yang tampak memerah. Dia lalu tersenyum menggoda, seakan menjadikan rasa grogi dan salah tingkahku menjadi hiburan baru baginya. Aku yang makin salah tingkah diperlakukan begitu, langsung berdiri dari sofa untuk bersiap-siap mandi.


“Aku mandi dulu ya.”


Suri tertawa melihatku yang  tampak menghindar darinya karena begitu malu.


Tubuhku terasa begitu rileks saat berendam dengan air hangat di dalam bathtub. Wangi bunga-bunga yang ada di dalam bathtub dan lilin-lilin indah di sekelilingku seakan menjadi obat penawar lelahku karena berdiri dan salaman terus menerus selama resepsi. 

Dekorasi kamar pengantin oleh pihak hotel ini memang sangat indah. Kesan romantis memang sengaja dibuat untuk pasangan yang baru saja menikah. Hanya saja, semua keromantisan ini sulit sekali membuat rasa malu dan grogiku hilang saat berhadapan dengan Suri.


“Sayang, mandinya ko lama banget? Udah mau satu jam lho ini, nanti kamu masuk angin!!”


Lagi-lagi suara Suri membuyarkan lamunanku. Aku melihat jam yang ada di layar handphone ku untuk memastikan sudah berapa lama aku di kamar mandi. 


“Sudah pukul 23.00.”


Gumamku dalam hati. Itu berarti aku berendam di kamar mandi hampir satu jam lamanya. Pantas saja Suri berteriak-teriak memanggilku.


Aku lalu keluar dari kamar mandi dan melihat Suri tampak tertidur di sofa. Aku lalu berjalan menghampirinya dengan masih memakai bathrobe hotel di badanku.  Aku memandang wajah Suri dari dekat. Sungguh benar-benar menawan. Kulit putihnya bercahaya diantara hidung mancungnya. Bibirnya tipis dan seksi. Wajah ovalnya begitu  sempurna dengan dagu yang membentuk huruf v. Kulitnya sepertinya benar-benar lembut seperti bayi yang tampak mempesona ditambah rambut coklat yang terurai di sana. Dia semakin indah saat tertidur. Wangi parfumnya seakan menimbulkan getaran hebat dihatiku, entah apa namanya.


“DUARRRRRR!!”


Suri mengagetkanku dengan satu teriakan saja, lalu dia tertawa girang. Sepertinya dia memang pura-pura tertidur untuk mengerjaiku. Aku yang kaget di campur malu masih berdiri di depan Suri sambal tertawa.


“Gila, kaget tau. Dasar, pura-pura tidur segala.”


Suri masih tertawa melihatku yang masih berdiri di depannya.


“Yee, habis ngapain coba malu-malu kucing waktu aku melek, tapi pas tidur malah penasaran. Hahaha, lucu banget deh kamu.”


Suri masih saja menggodaku yang terlihat malu di depannya. Suri hampir kehabisan cara untuk membuat kecanggungan ini berakhir. Setahuku, biasanya pihak laki-laki yang akan mencari cara untuk mencairkan suasana saat malam pertama, tapi yang terjadi saat ini malah sebaliknya. 


Aku lalu mengambil pakaian tidurku dan berniat memakainya di kamar mandi. Suri yang menyadari itu lalu berdiri di hadapanku dan hendak membuka bathrobe yang menempel ditubuhku. Aku lalu memegang tangannya sebagai isyarat bahwa aku tidak bisa berpakaian di depan dia.


“Jangan!”


Suri lalu mendekatkan wajahnya dan mencium bibirku. Kecupan singkat yang membuatku hampir pingsan dibuatnya. Wajahku semakin merah padam. Lalu aku merasakan ada yang lain di balik handukku. Ada yang terasa asing terbangun di sana. Dan sebelum aku tampak semakin konyol, aku buru-buru berlalu dari hadapan Suri dan berlari ke kamar mandi. Suri hanya tertawa melihat tingkahku yang masih tidak biasa.


Aku menghela nafas lega saat sudah berada di kamar mandi. Aku cepat-cepat berpakaian sebelum Suri mengagetkanku kembali. Namun, aku terkejut saat melihat sesuatu yang berdiri di bawah sana. Bagaimana bisa aku berpakaian dengan sempurna kalau begini. Suri akan melihatnya dan aku akan semakin malu. 


Aku masih merenung di kamar mandi dan belum bisa ke luar dalam keadaan begini. Sungguh merepotkan rasanya jadi laki-laki, sebab disaat  libido itu naik, kita benar-benar tidak bisa menyembunyikannya di hadapan orang lain, berbeda ketika aku masih menjadi seorang perempuan, sepertinya semua bisa disembunyikan dengan baik.


“Blakkk!”


Pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka dan Suri sudah berdiri di hadapanku. Refleks aku menutup bagian bawahku dengan tangan sebab aku belum memakai celana.


“Your fine honey?”


Sebelum Suri semakin mendekat dan aku ketahuan sedang “on”, maka aku mencoba menghentikan langkahnya dan mengangguk pelan.


“Aku agak mules, ga apa-apa, aku baik-baik aja.”


“Oh, okey. Lanjut kalau gitu.”


Suri tersenyum dan berlalu dari hadapanku. Aku menghela nafas kembali. Cepat-cepat aku memakai celana meskipun ada yang tampak sedikit menonjol di sana. Aku lalu keluar dari kamar mandi dengan menutup bagian depan celanaku dengan handuk untuk menyembunyikan apa yang sedang terjadi. Ah, hanya saja Suri masih terbangun dan aku semakin tidak baik-baik saja.


Malam ini terasa begitu panjang dan kikuk, sebab Suri tertidur di sampingku dengan status sebagai istri sah dan statusku sebagai “laki-laki” yang baru kemarin sore belajar bagaimana caranya untuk menjadi “laki-laki”. Jadilah, aku bingung apa yang harus kita lakukan di malam pertama ini, padahal aku sudah menonton video dewasa sebelumnya dan mengetahui banyak info dan langkah-langkah tentang apa yan harus dilakukan bersama pasangan, tapi ternyata aku masih belum bisa melakukannya. 


Suri menutup mulutnya untuk menahan tawa. Dia lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur, namun matanya masih memandang ke arahku sambil cekikikan.


“Ke.. ke.. kenapa?”


Ah, kenapa aku jadi gagap begini hanya untuk bertanya kepada Suri yang melihatku dengan cekikikan. Dia benar-benar seperti bocah yang tengah mengerjaiku dan aku seperti orang yang tiba-tiba jadi begitu tolol dihadapannya. 


“Ga apa-apa. Sini tidur, aku pengen dipeluk biar ga dingin.”


Suri masih tersenyum saat melihatku menyimpan handuk dan buru-buru menutup tubuh dengan selimut. Aku berbaring membelakangi dia karena aku takut kalau-kalau dia tahu bahwa libidoku sedang naik.


Suri lalu memelukku dari belakang. Nafasnya terasa begitu menggelitik leher dan pundakku. Ah, lagi-lagi aku merasa tersiksa karena menahan sesuatu yang sebetulnya ingin aku salurkan, hanya saja aku belum berani. 


“I love you..”


Bisiknya lembut di telingaku. Dia lalu mematikan lampu dan tertidur pulas. Sedang mataku masih terjaga padahal tubuh sudah sangat lelah. Ingin rasanya membalikan badan, mengecup keningnya, lalu mengatakan “I love you too”, tapi lidahku rasanya kaku dan badanku sudah mematung dalam pelukannya. Hanya keringat dingin yang kini terasa disekujur tubuhku beserta degup jantung yang terasa begitu memburu. Ah, aku memang pengecut, sudah sedekat ini dengan Suri, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa.


“I love you too..”


Gumamku dalam hati.


Bersambung..



No comments:

Post a Comment