Setelah acara ulang tahun selesai dan café tutup, aku dan Suri mengajak ibu dan ketiga orang anak itu ke hotel yang berada tidak jauh dari café. Aku kemudian booking satu kamar untuk mereka agar mereka beristirahat dan besok aku akan menemuinya kembali untuk ngobrol dikantor dan memberikan pekerjaan yang cocok untuk ibu itu. Aku juga berencana menjadi orangtua asuh bagi ketiga anaknya agar mereka tidak putus sekolah dan bisa hidup dengan layak.
“Terimakasih banyak Pak dan Ibu atas semua kebaikannya. Saya tidak tahu lagi harus ngomong apa. Ini kaya mimpi. Allah benar-benar baik sehingga mengirimkan bapak dan ibu untuk menolong saya. Semoga semua kebaikan ini dibalas Allah berlipat-lipat, aamiin.”
Aku dan Suri mengamini doa ibu itu yang kini mulai menangis haru. Aku lalu meminta petugas hotel untuk mengantar ibu ini ke kamar, sedang aku bergegas menuju mobil dan melanjutkan perjalanan ke rumah. Jarak kantor dan tempat tinggalku tidak terlalu jauh, cukup berkendara sekitar 20 menit aku sudah sampai dirumah, itupun kalau tidak macet.
Suri sudah tertidur pulas ketika mobilku berhenti di depan rumah. Satpam lalu membuka pagar seraya menyapa kita yang baru pulang selarut ini.
“Malam pak, tadi ada kurir kirim…”
Belum sempat Pak Beni melanjutkan ucapannya, Suri lalu terbangun dan menoleh ke arah Pak Beni .
“Oh udah sampai ya pa. Makasih banyak ya pa. Itu orderan saya.”
Timpal Suri seraya tersenyum. Pak Beni hanya mengangguk dan menutup pagarnya kembali ketika mobilku sudah masuk ke dalam garasi.
“Kamu pesen apa sayang?”
Tanyaku pada Suri, saat dia hendak keluar dari mobil.
“Kepo deh! Rahasia, hehe.”
Aku menggelitik Suri yang terlihat begitu menggemaskan.
“Sudah berani main rahasia-rahasian ya! Sini deh aku cium, gemesin banget sih kamu.”
Suri hanya tertawa melihat bibirku yang hampir nyosor ke bibirnya. Dia lalu menghindar dan keluar dari mobil.
“Yee ga kena! Udah ah cepet kamu mandi dulu. Kita lanjut dikamar. Tapi, kamu ke kamar duluan aja. Aku mau ke dapur dulu ngambil camilan.”
Aku tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah kekanak-kanakan Suri yang selalu ngerjain aku dan masih mau nyemil selarut ini.
“Dasar bocah!”
Ucapku sambil berlalu dari hadapan Suri.
***
Selesai mandi, aku langsung rebahan di atas kasur. Hari ini cukup melelahkan bagiku, tapi aku tidak akan pernah melupakannya. Sekarang aku sudah menjadi seorang pengusaha muda yang memiliki perusahaan outsorcing dan café yang baru saja diresmikan, serta sarana olahraga di Dago dan Bandung Timur yang masih dalam tahap pembangun. Bukan hanya itu, aku juga sudah mendirikan yayasan sosial untuk membantu anak-anak yatim, anak-anak putus sekolah, orang-orang terlilit hutang, penyandang disabilitas dan orang-orang dengan gangguan mental yang tidak memiliki biaya untuk konsultasi ke psikolog. Gedung yayasan ini juga masih dalam proses pembangunan, namun kegiatannya sudah mulai dilakukan bertahap dengan menggunakan rumah pribadiku di Bandung Timur sebagai kantor administrasi sementara. Aku menghela nafas lega dan bersyukur dengan apa yang aku miliki saat ini. Allah benar-benar tinggal berkata “KUN!”, maka jadilah sesuatu itu. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya ketika dia sudah berkehendak.
“Terimakasih Ya Allah, Engkau Maha Baik!”
Ucapku dalam hati seraya menitikkan airmata ketika mengingat semua rahmat yang telah dia berikan kepadaku.
“Happy birthday to you! Happy birthday to you! Happy birthday to you!”
Suri tiba-tiba sudah berada di depanku dengan menyanyikan lagu ulang tahun dan membawa kue tart dengan lilin-lilin yang sudah menyala. Aku tertawa melihat kekonyolan Suri, karena aku tidak sedang berulang tahun hari ini.
“Kamu amnesia sayang? Ulang tahunku masih lama,hahaha.”
Suri hanya tersenyum dan berjalan ke arahku.
“Ini kue tart sengaja aku beli buat bayi besarku yang dari tadi sampe nangis-nangis segala liat anak kecil tiup lilin. Kamu pikir pasti aku ga liat ya kamu nangis sebelum ke toilet? Terus aku ikutin kamu juga ke toilet dan denger kamu nangis sesenggukan. Aku lalu inisiatif deh beli kue ini dan pengen kamu tiup lilin sama aku. Aku juga pengen kamu cerita, kenapa bisa sedih begitu? Apa saking terharunya bisa bahagiain orang lain atau kamu inget sesuatu dimasalalu? Aku siap denger ko sayang.”
Mataku berbinar-binar mendengar penjelasan dari Suri yang sebegitu perhatian dan pedulinya terhadapku. Aku lalu menatap wajahnya yang kini bercahaya terkena cahaya lilin. Dia benar-benar sempurna, bukan hanya cantik di luar tapi juga di dalam hatinya. Suri lalu menaruh kue tartnya dimeja, lalu menghapus airmataku dan memelukku erat.
“Kadang, kita ga bisa memendam segala sesuatu itu sendiri. Sekarang, kamu punya aku. Aku siap menjadi tempat kamu berkeluh kesah dan mencurahkan isi hati. Aku cuma pengen liat kamu bahagia, seperti kamu yang selalu menginginkan orang lain bahagia.”
Suri lalu mengambil kue itu kembali dan menyuruhku untuk meniupnya. Aku lalu tersenyum bahagia dan meniup lilin itu seperti seorang anak kecil yang baru saja mewujudkan keinginannya untuk meniup lilin dihari ulang tahun.
“Horee!! Sekarang aku potong kuenya ya.”
Ucap Suri seraya mengambil pisau untuk memotong kuenya. Aku lalu menghentikannya dan menaruh kue itu di atas meja.
“Kita makan kuenya besok pagi aja ya sayang. Ga bagus juga udah malam gini kita makan yang manis-manis.”
Suri hanya tersenyum dan mengangguk. Aku lalu membawa kue itu ke dapur dan menyimpannya di dalam kulkas.
Suri masih rebahan di sofa saat aku kembali ke kamar. Aku lalu duduk disampingnya seraya memegang tangannya dan menciumnya lembut.
“Makasih banyak ya sayang. Kamu adalah orang pertama yang ngasih aku kue ulang tahun.”
Aku lalu kembali memeluk dia dan menceritakan semua yang pernah terjadi dimasalalu saat aku berulang tahun. Suri mendengarkan ceritaku dengan seksama. Tampak matanya juga berbinar-binar seakan merasa pilu dengan masa kecilku yang kurang bahagia.
“Sayang, aku sekarang ngerti kenapa kamu sangat peduli sama anak-anak, ternyata kamu punya pengalaman pahit tersendiri dengan masa kecil kamu. Tapi, kalau kamu masih begini terus kamu ga akan pernah selesai dengan masalalu kamu. Udah saatnya kamu berdamai dengan diri kamu sendiri, apalagi sekarang kamu adalah pemimpin di perusahaan, ga bagus kalau kamu selalu memakai perasaan, terutama ketika kamu harus mengambil keputusan karena seorang pemimpin sudah semestinya bisa bersikap tegas. Nanti aku ajak kamu ke psikolog ya. Aku bakal temenin kamu terus sampai kamu benar-benar bisa selesai dan berdamai dengan masalalu kamu.”
Aku hanya mengangguk dan tersenyum mendengar penjelasan dari Suri. Suri kemudian memelukku kembali dan mengajakku ke tempat tidur.
“Sekarang kita istirahat ya. Besok kan hari pertama kita harus ke kantor. Kita harus fit apalagi saat harus meeting dengan klien.”
Kita lalu tidur berhadapan dan saling memeluk. Aku lalu mencium keningnya dan dia menyenderkan kepalanya di dadaku. Lampu kemudian aku matikan.
“Oya sayang, aku tadi lupa tanya keinginan dan harapan kamu sekarang apa?”
Tanya Suri kepadaku. Aku lalu mengelus rambut Suri dan berbisik ditelinganya.
“Aku cuma pengen kamu panjang umur dan nemenin aku sampai tua.”
Suri tersenyum mendengarnya, lalu mengecup bibirku lembut.
“I love you sayang!”
“Love you too!”
Kita lalu tidur berpelukan seakan-akan takut kehilangan.
Oh Suri, kamu tak akan tergantikan!
Setangkai bunga mawar bercerita tentang melepaskan. Tentang kisah anak kecil yang memegang balon ditangannya, lalu balonnya lepas dan terbang begitu jauh. Dia lalu berlari mengejarnya, namun balonnya terbang semakin tinggi. Anak itu lalu duduk dan bersedih, memandang balonnya yang sudah tidak terlihat lagi. Bertahun-tahun dia tidak ingin lagi memegang balon ditangannya, karena dia takut kalau-kalau balon itu akan lepas dari tangannya. Ia lalu memajang balonnya dikamar. Menempelkannya pada dinding kamar. Ia lalu tersenyum sebab balonnya tidak pergi kemana-mana. Namun, beberapa hari kemudian balonnya meletus dan membuatnya sangat kaget. Dia lalu termenung dan berpikir bahwa semua balonnya tidak pernah ada yang setia, semuanya pergi begitu saja.
Ia kemudian sadar bahwa ia tengah diajari untuk melepaskan kemelekatan. Untuk merasa baik-baik saja dengan apa yang kita ketahui tidak akan tinggal lama. Tentang kerelaan yang seharusnya sudah dipersiapkan sebelum kita kehilangan.
Ini tentang rasa memiliki yang tidak seharusnya tinggal dalam hati, sebab suatu hari kita akan mati.
Bersambung..
No comments:
Post a Comment