Thursday, May 19, 2016

Abstrak





Sedekat airmata merangkul pekat malam,
Berjalan jinjit dengan mata tertutup
Ada hujan di atas pinangan jarum jam
Detaknya menelungkup bulatan hitam
Oh, andaikata rembulan menengadah
Berjelaga pada hamparan yang riuh ricuh

Deras,
Melihat sepasang mata tanpa bola
Kelopaknya menguning, hijau tua
Muram..

Bisakah kau lukiskan?
Keriput-keriput pada raut kusut?
Lelah menelaah senja pada garis-garis yang menua

Di puncak Semeru
Kau lalu menggulung waktu
Menunggangi jarak yang seakan menerkam debaran rindu..

Sepucuk surat tengah berkidung,
Menyanyikan rasa yang terlantar dari jauh
Menghantarkannya meski jalanan penuh batas-batas
Dimana? Kau dimana?
Tersesat..

Kau?
Siapa kau?
Kau siapa?
Berputar..

Bumi ini..
Ini bumi!
Kulihat semua berwajah sama
Sama rupa, sama bentuk, sama rasa..
Ini cinta?
Bukan..

Adalah hasrat yang terkepung bilangan matematika
Logikanya tergerus kepakan sayap-sayap asmara..
Patahkan saja!
Lumpuhkan geraknya!

Tak ada lagi pintu disana..
Aku berbalik!
Mengunci keruhnya setitik!
Pada bara api yang memercik..

Datangi!
Jejak-jejak menggelapar
Dilangit-langit bertali
Menjuntai..

Sebaris
Dua baris
Tiga baris
Berbaris-baris
Tak lekas kau baca!
Buta?





Friday, May 13, 2016

Yen dan Pitanya


Yen, dimana pitamu?
Bajumu kedodoran..
Apakah nyaman begitu?
Tersenyum dibalik topeng satria
Berjalan gagah, tapi kemayu
Berdiri tegap, padahal rapuh..

Yen, dimana pitamu?
Hari sudah senja,
Masihkah ingin bermain?
Yang mana dirimu?
Aku ingin tau..

Yen, dimana pitamu?
Sebentar lagi hari gelap,
Sedang kamu masih bermain petak umpat..
Ganti bajumu!
Dan lepas topeng itu..

Yen, dimana pitamu?
Jangan lagi kau pura-purai ibu..
Ambil pitamu dan bercerminlah!
Lihat, cantikkah dia?
Ya, dia..
Yen dan pitanya,
Itu saja!





Wednesday, May 11, 2016

Gincu Merah



Selepas pagi berteriak,
Ada dedak mengendap disegelas kenangan lama
Tak bisa diseduh lagi
Pun sulit dikemas jadi baru..

Gincu merah menetes
Pada dedak yang serupa gundukan luka
Tak merah, tapi hitam legam
Merahnya kalah
Oleh hitam serupa dendam..

Menjadi lemah
Menikah dalam sumpah serapah..

Malam berkemas,
Menaruh segelas sisa dedak tanpa gula
Manisnya hilang dalam makian
Hangatnya dingin oleh hinaan

Usaikah?
Mari beranjak sejenak
Daripada terinjak-injak
Oleh perangainya yang tak jinak

Gincu merah,
Serupa nyala matanya yang marah..
Selepas tahajud, jiwa ibunda bersimbah darah..

Tinggalkan saja..
Dia yang seakan setannya raja..
Semena-mena, seolah Tuhan manusia

Usai tak usai,
Semua akan selesai
Lalu bercerai..




Tuesday, May 3, 2016

Mei


Masih pada air mukamu yang keruh,
Berjalanlah setapak bayangan tanpa arah
Ada sepotong rembulan tersimpan rapi
Dikantong bajuku yang tergeletak di bawah lampu
Mei..
Setahun lalu dibulan ini
Wangi sprai itu dan cicitan burung bersahutan
Binar-binar rindu dikelopak mata ayu
Melambai, menjenakakan perpisahan
Ingatkah?
Tatkala mata berpapasan,
Dan hasrat terbujur kaku oleh jarak
Aku tatap punggungmu lamat-lamat
Menjauh..
Diterminal itu,
Penguntit kata menyelinap pada rasa
Rasa-rasa asing yang kini menampakkan muka
Kilatnya menyambar sunyi, merampas kebisingan
Aku tergeletak..
Dibulan Mei yang serupa jalan setapak
Adakah yang mengingatnya?
Hati yang terpasung oleh tahun yang lalu luput..
Pun sepi ini..
Menghitung satu persatu hitungan angka
Kilometer Primajasa yang seringkali hampir terlupa
Bandung-Tangerang
Diantara itulah Mei hilang
Berpulang..