Minumlah segelas air yang tak pernah kau tuangkan ke dalam gelas, lalu berteriaklah bahwa air itu kurang atau tidak enak sama sekali. Berteriaklah semaumu, tanpa pernah ingin kau ketahui darimana aku mendapatkan air itu, berapa lama aku mengisinya dan apa saja yang telah aku korbankan hanya demi mengisi gelas-gelas kosong yang kau kumpulkan di atas perutku yang sudah kelaparan sejak lama.
Apa yang kau ketahui tentang kasih sayang? Tentang sebuah ikatan darah yang selayaknya saling membahagiakan?
Kau hanya akan berbicara tatkala gelas-gelas itu lupa aku isi atau isinya tak seperti yang kau mau, namun ketika semua gelas telah selesai aku penuhi, kau tak pernah berbicara sama sekali.
Ikatan ini hanya sekedar “darah” yang sulit untuk dicuci. Bahkan sejauh apapun aku berlari, namamu tak luput untuk mengikuti.
Aku lelah seperti ini. Dibelai oleh caci maki dan dinina bobokan oleh tamparan-tamparan meremehkan.
Lihat sedikit senyumku, coba rasakan! Bisakah sekali saja kau bersikap seperti lilin? Mengorbankan dirinya untuk menerangi orang lain? Bisakah??
Bisakah sekali saja kau tak mengeluarkan kata-kata berbisa dan menjatuhiku hukuman mati?
Bisakah kau melihatku seperti seorang bayi yang tak bisa apa-apa dan tak tau apa-apa sehingga tak perlu lagi kau teriaki?
Aku berusaha menghidupkan damai dalam kobaran api ini, hanya saja kau tak pernah benar-benar ingin berdamai dengan kemarahan yang kau ciptakan sendiri. Dan seringkali aku menjadi sasaran dari peluru-pelurumu yang meluncur tanpa kendali.
Jelaskan padaku bahwa kau bukanlah setan yang harus aku takuti sepanjang waktu! Jelaskan padaku seberapa besar kau menyayangiku dibalik kara-kata kasar itu?
Jelaskan!
Karena gelas-gelas itu mulai aku kosongkan kembali..
Aku pergi!