Dua bunga tumbuh di pekarangan rumah yang baru saja diterjang badai, Anggrek dan Melati. Dua bunga yang datang pada saat bersamaan, mengisi ruang kosong yang sudah mulai tertutup debu. Bunga-bunga yang mekar di saat dedaunan menjadi layu dan mati kekeringan. Bunga yang kemudian menjadi penghidup jiwa, namun ada pula yang lalu menjadi luka lain pada senja yang masih berselimut duka.
Kepada Anggrek, aku ingin bercerita tentang kehilangan. Tentang rasa yang tidak bisa dihapus begitu saja ketika kita salah menggoreskannya. Tentang makna sebuah keberadaan yang tidak bisa digantikan oleh ego yang kemudian menghilangkan arti kasih sayang. Tentang kata “bersuara” yang tidak akan pernah sama dengan kata “diam”. Tentang arti sebuah “ kehadiran” yang kerap berbeda dengan arti “kehilangan”.
Anggrek adalah kado termanis di Bulan Ramadhan yang tidak akan pernah bisa dilupakan. Ketegarannya adalah akar dari harapan yang lalu membuatku bisa berdiri lagi dengan tegak ketika dilanda rasa putus asa. Kelembutannya adalah kasih yang menopang sepiku akan beban masalalu. Dan perhatiannya adalah nyawa yang membuatku kembali hidup dari mati suri panjang yang melumpuhkan semua mimpi dan harapan.
Namun, kemudian Anggrek pun hilang, sebab lelahnya telah berakhir pada kata maaf yang dia selesaikan seusai lebaran. Selesai, tapi rindunya masih saja tertinggal di batas senja, menyisakan tanda tanya akan kata “Apa kabar? Dan selamat malam”.
Anggrek, bunga paling tegar yang tidak akan pernah kompromi ketika dia dilukai. Dia akan pergi dan tidak akan menengok lagi.
Sedang Melati adalah kata “Ikhlas” yang tidak bisa aku pahami selama ini. Tentang malaikat tak bersayap yang menyuruhmu untuk bangkit ketika kamu tidak bisa berdiri lagi. Dia adalah pijaran api yang kemudian hadir untuk membakar kembali semangatku. Menampar putus asa itu dengan pedang kata-kata yang kerap menghunus jiwa. Melati ibarat sutra yang begitu lembut, namun caranya merangkul jiwa-jiwa yang terkapar tak berdaya ibarat pahlawan yang datang tiba-tiba dimedan perang. Menyelamatkan apa yang seharusnya diselamatkan dengan ketegasan, dengan tidak memberikanmu kesempatan untuk membrikan alasan.
Melati yang kemudian mengingatkanku akan tujuan hidup, tentang perjalanan yang harus segera diselesaikan. Dan tentang mencintai diri sendiri melebihi mencintai orang lain.
Melati yang masih bertahan ketika aku tidak memiliki apa-apa untuk bisa dibanggakan. Melati yang masih percaya bahwa aku bisa bangkit dan menggapai mimpi setinggi langit.
Dua kado terindah ditahun ini seakan menjadi bekal bagi jalan terjal yang harus aku lalui dengan hati-hati. Dua jiwa penyemangat yang membuatku sadar tentang waktu yang terus bergerak maju. Dua jiwa yang memberiku kesadaran untuk menghargai diri sendiri, untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang aku miliki saat ini.
Dua jiwa, Anggrek dan Melati, meskipun Anggrek sudah tidak ada komunikasi lagi, tapi aku masih merasakan doanya yang tulus hingga detik ini. Bukankah doa adalah kasih paling murni untuk menyayangi satu sama lain tanpa berharap untuk memiliki?
Terimakasih Anggrek untuk kenangan manis yang masih aku bingkai rapi sebagai pondasi untuk melangkah maju dan menjadi yang terbaik. Terimakasih untuk pelajaran hidup yang membuatku paham bahwa hidup memang sebuah medan perang tempat kita berjuang habis-habisan untuk menjadi seorang pemenang dan bukan pecundang. Terimakasih untuk sebuah pelukan hangat yang membuatku percaya bahwa aku bisa menghadapi semuanya. Terimakasih, semoga suatu hari kita bisa bertemu lagi.
Untuk Melati, aku juga ingin mengucapkan terimakasih untuk semua kebaikan dan kepercayaannya selama ini. Untuk kesabarannya menuntunku agar bisa berubah. Terimakasih untuk percaya bahwa “kura-kura” itu bisa mencapai garis finish jika mau berusaha dengan lebih keras dan fokus dalam mencapai tujuan. Terimakasih masih membimbingku hingga detik ini. Mendengarkan aku bercerita tentang hal-hal yang mungkin sudah muak kamu dengar. Terimakasih untuk setiap pengorbanan yang belum bisa aku balas satupun. Terimakasih banyak, semoga aku bisa membalas pengorbananmu dengan kata “sukses” yang bisa aku capai tahun ini. Aamiin.
Dan aku ingin bertanya sekali lagi kepada senja yang telah membuatku banyak berubah dengan kehadiran Anggrek dan Melati. Bagaimana cara mencintai diri sendiri? Apakah ketika aku merasa bahagia ketika bisa berkorban untuk orang lain, itu bisa dikatakan aku telah mencintai diri sendiri? Atau malah aku sedang menyiksa diri sendiri?
Juli terindah bagi Melati, Aku dan Anggrek yang lahir dibulan ini. Semoga hal-hal indah bisa hadir untuk kita semua dibulan ini. Semoga perjuangan kita berbuah keajaiban berkat tangan-tangan Tuhan yang tidak bisa kita lupakan. Semoga kasih itu masih menjadi penawar bagi duka yang masih bersarang pada marah dan penyesalan. Semoga kita bisa terus bercengkrama dalam doa dan dalam kebaikan-kebaikan yang diiringi ketulusan. Dan semoga Tuhan kembali mempertemukan apa yang bagi manusia sulit untuk dipertemukan.
No comments:
Post a Comment