Melintasi matamu, lalu air muka menjadi sejumput bait-bait liar yang sengaja disembunyikan. Kegilaan dimana rasa mulai memilih katalognya sendiri.
Katalog yang tidak bisa menyajikan hal lain selain gambar wajah bermata sipit dan kulit kuning langsat. Katalog yang tak pernah ada halaman-halaman lain, selain halaman pertama.
Dan masih pada gambar yang sama pada katalog itu, kata-kata mulai terbiasa menyembunyikan huruf-hurufnya. Menghapus satu persatu rangkaian rasa pada gambar yang tak bisa lagi tersenyum di setiap sudut pagi.
Oktober adalah lembaran lain dimana wajahnya pertama kali diukir dalam hati. Bulan di mana getaran bisa menangkap frekuensinya sendiri. Bulan di mana setiap nama hanya bisa dieja dengan kata “Ti-Ong-Ho-a”.
Dia adalah asap pada dupa yang telah dibakar tadi malam. Dia mengudara pada ruang yang tak bisa digenggam oleh angan. Namun, seperti asap dupa, kini diapun tak ada. Dan aku tidak bisa melihatnya di mana-mana. Wanginya masih terasa, namun wujudnya tak bisa aku raba.
Sekali lagi, pada Februari yang menjadi kekasih rasa sepi, aku menamainya hati. Tak ada yang bisa diganti, tak terganti.
No comments:
Post a Comment