Monday, December 31, 2012

Jejak-Jejak yang Meninggalkani (Flashback Akhir Tahun)

Ketika waktu semakin berlari pergi

          Seharusnya masih tertinggal di sini, kepingan-kepingan hati yang kemarin terasa utuh menyesapi. Seharusnya masih bersemayam di sini, senyuman-senyuman menawan yang hidup dalam riangnya. Seharusnya masih terpahat di sini, nama-nama yang kemarin tak asing lagi terbaca oleh naluri. Seharusnya tak begini. Seharusnya tak begini…
Aku biarkan purnama bercahaya diantara gelap dunia yang berserakan dosa. Aku biarkan ribuan kunang-kunang jiwaku pergi dalam sajak-sajak airmata tanpa judul. Aku resapi malam ini. Riuh ramai diluar sana suara nyaring bergeming. Riuh ramai rembulan diluar sana berpapasan.
Aku masih di sini.. meresapi apa yang ingin diresapi hati.. Menghayati apa yang telah lama pergi..
Seharusnya tak begini..
Bingkai-bingkai yang masih aku tatap diantara bunga-bunga tak bertangkai..
Cerita-cerita yang masih terekam dalam pita jendela terbuka..
Aku meresapi..
Sejenak saja melihat sajak yang pernah terbaca diri..
Sang pelangi.. sendiri.. di sini..mulai mengenali..
Siapa?? Siapa dia yang mengendap diam-dam kala pagi??
Aku bahkan tak lupa setiap inchi keindahan makhluk Tuhan yang kini seakan berlari pergi..
Aku tak akan lupa debaran hati yang tak teredam tatkala hati gerimis menyesali..
Ajak kembali aku mengenali.. ajak kembali aku merakit hati..
Hariku terus beranjak.. berjalan dalam onak. Memoriku terus terpenuhi oleh mimpi dan pijaran mentari esok pagi..  naluri ini kembali meronta, menguji dan berjanji untuk tetap mengenali..
Mengenali sang pelangi yang terekam dalam sunyi.
          Duhai para malaikat yang masih berbaris dalam barisannya.. jangan segera kau cepatkan akhir tahun ini.. biarkan aku menengok kembali.. sesaat saja, hanya sejenak. Aku rindu.. sungguh merindui ilalang-ilalang yang seakan hilang terbang. Sungguh aku merindui jejak-jejak sang petualang bermata elang. Sungguh aku merindui sebaris kalimat manis darinya yang kemarin hatinya teriris.
Duhai sang pemilik embun kelembutan.. teteskanlah sejenak ketegarannya yang kemarin masih berenang mengarungi samudera keikhlasan. Perlambatlah sesaat waktu yang seakan membinasakan keberadaan.
Duhai jiwa-jiwa yang kini menorehkan luka.. kembalilah sesaat dan hapus duka ini yang semakin menenggelamkan perahu makna.
Duhai perisai-perisai malam.. hentikan sajalah setiap tarian jarum jam yang tak henti untuk beranjak melangkahi.
Duhai embun.. embun yang mengembun diakhir tahun..
Aku lelah dengan tetesanmu yang tak lagi menyuarakan keheningan..
Aku bosan dengan suaramu yang meninggalkanku dalam kesepian..
Duhai embun.. embun yang mengitari akhir tahun..
Sudahkah kau beralalu dari kenangan masalalu??
Sudahkah kau tabahkan lenteramu yang tertinggal terisak haru??
Sudahkah semuanya diakhiri dalam panas kobaran api?? Api yang membakar sepenggal senyum kemarahan.. ketidakrelaan.. kepahitan..
Sudahkah?? Sudahkah tahun ini kau isi gelasku dengan tawa riang dan senyuman??
Sudahkah merpati itu kembali untuk bisa membingkai wajah yang senyumnya semakin tak terlihat lagi??
Sudahkah?? Sudahkah itu??
Kau masih membiarkan jemariku menari dalam kosong hati.. kau masih tertinggal disepenggal hari yang sedetik lagi akan berlari..
Kau sisakan aku sebagai serpihan yang menunggu sang hujan datang untuk terus membuatku teriris menyesali..      
Kau tak akan pernah kembali..
Jadi biarkan saja sesaat ini aku menyesali..
Menangisi..
Menghayati..
Kuburan hati..


Sunday, December 30, 2012

Solusi Cantik Hidup Bahagia dengan Shalat Dluha


          “Demi waktu dluha (ketika matahari naik sepenggalan), dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak pula membencimu, dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan. Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas. Bukankah Tuhanmu mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu). Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya). Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)” (QS.Ad-Duha:1-9)
                                                 ***
                                   
          Pernahkah kita mencermati dengan seksama maksud dari surat Ad-Duha yang tertera di atas? Apabila kita cermati dengan baik, di dalam surat tersebut Allah telah menjelaskan tentang adanya solusi dalam setiap perkara yang terjadi di dalam kehidupan.
Ada satu kata kunci yang tertera pada ayat di atas, yaitu SYUKUR. Pernahkah kita bersyukur?? Coba bandingkan, apakah kita lebih sering melontarkan kalimat syukur atau justru mengeluh karena selalu merasa kekurangan?? Apakah kita sering membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain yang secara materi berada di atas kita?? Jika ya, berarti kita belum mampu merealisasikan satu kata yang telah Allah katakan dalam surat Ad-Duha, yaitu tentang bersukur.
          Sebagaimana kita ketahui bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas, dan dalam perjalanannya mencapai kepuasan ternyata manusia selalu merasa kurang, oleh karenanya banyak kita temui orang-orang serakah dan menghalalkan segala cara demi memenuhi apa yang diinginkannya.
Sikap zuhud dalam hal ini sungguh sangat diperlukan, mengingat sifat dasar manusia yang telah saya sebutkan di atas bahwa manusia punya peluang untuk menghalalkan segala cara, karena sifatnya yang tidak pernah merasa puas.
Lihat saja persentase jumlah koruptor yang ada di Indonesia saat ini, sungguh memprihatinkan. Sisi intelektualitas dan kekuasaan yang telah mereka dapatkan justru dijadikan alat untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa berpikir tentang peraturan dan konsekuensi yang ada. Padahal jika kita amati, para koruptor itu masih dapat hidup berkecukupan, makan enak dan bahkan mendapatkan fasilitas yang tidak bisa dinikmati oleh semua orang, namun itulah yang terjadi, nilai-nilai etika dan moral diera modern ini telah merosot tajam.
          Kembali pada surat Ad-Duha, Allah juga berpesan kepada kita untuk dapat bersabar. Seperti kita ketahui bahwa pergantian waktu antara siang dan malam tidak terjadi secara ekstrim, melainkan perlahan-lahan dan melalui proses yang panjang, sebagai contoh pergantian malam menuju siang, malam yang gulita tidak tiba-tiba dikejutkan dengan pijaran matahari yang langsung panas, akan tetapi ada waktu subuh, di mana matahari bersiap-siap akan muncul dengan udara yang masih segar, kemudian ada waktu dluha, di mana matahari mulai naik sepenggalan, dan seterusnya hingga terik matahari terasa di atas kepala, begitupun Allah memberikan solusi atas setiap persoalan hidup yang dialami oleh hamba-hamba-Nya, tidak akan instan, akan tetapi melalui sebuah proses.
          Proses adalah sebuah tahapan yang paling berharga dalam kasus apapun yang dihadapi oleh setiap manusia, karena melalui proses itulah, kita dapat melihat seberapa kuat kita untuk bangkit dan menemukan solusi. Banyak sekali kasus-kasus sederhana yang berujung fatal karena robohnya ketahanan diri manusia ketika berada pada alur sebuah proses, sebagai contoh orang-orang yang bunuh diri karena terlilit hutang, atau orang-orang yang rela mengeksploitasi tubuhnya demi memenuhi tuntutan hidup, serta orang-orang yang menghalalkan segala cara karena terdesak. Ada banyak alasan kenapa orang-orang tersebut mengambil jalan pintas, selain ingin segera mendapatkan solusi yang instan, di sini juga adanya kesenjangan sosial yang mengakibatkan beberapa kasus seperti di atas kerap terjadi disekitar kita.
Disadari atau tidak, kesenjangan sosial telah menjadi momok bagi setiap lapisan sosial, tidak mengenal ras, genre dan usia, semuanya seringkali terlibat dalam hal ini. Ada banyak kasus yang telah terjadi tentang akibat buruk dari kesenjangan sosial, diantaranya kasus anak Sekolah Dasar yang bunuh diri karena terdesak hutang senilai dua puluh ribu rupiah kepada temannya, kemudian seorang ibu yang membunuh anak-anaknya lalu bunuh diri karena tuntutan ekonomi, selain itu kasus-kasus prostitusi dikalangan pelajar dan mahasiswa sebagai dampak dari adanya kecemburuan sosial yang marak terjadi belakangan ini.
Melihat kasus tersebut, perlulah sekiranya kita untuk dapat menjadikan KESEDERHANAAN sebagai bagian dari konsep yang kita tekankan pada perilaku keseharian kita, agar hal-hal di atas dapat diminimalisir jumlahnya. Sederhana dan syukur adalah dua kunci penting agar keseimbangan sosial dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
Bayangkan, bila kita dapat meminimalisir kesenjangan sosial dengan merealisasikan hidup sederhana dan penuh syukur, maka tidak akan ada lagi perbedaan yang kaya dan yang miskin secara mencolok, dan alangkah lebih baik apabila kelebihan harta dari si kaya dapat disalurkan kepada orang-orang di bawahnya melalui cara yang tepat, maka akan terjadilah pemerataan penduduk. Bukankah tujuan dari adanya zakat dan infak adalah demikian?? Akan tetapi kenapa masih banyak orang-orang muslim yang hidup kekurangan bahkan kelaparan?? Kejahatan merajalela dan anak-anak di bawah usia banyak yang menjadi pengemis jalanan.
          Oleh karena itu, perlulah sekiranya kita bermuhasabah sejenak dan memikirkan solusi yang tepat untuk persoalan ini. Yang sering saya cermati dari kasus-kasus yang saya sebutkan di atas adalah kurangnya kesadaran sebagian orang untuk berbagi kepada sesamanya, alasan utamanya adalah kebutuhannya belum bisa tercukupi, masih kekurangan, dsb, padahal untuk mengatasi hal ini, Allah telah memberikan jawaban melalui shalat dluha.
Dalam kitab: “an-nuraini fiisylahid-daraini”, diterangkan dalam sabda Nabi Muhammad saw : “Shalat dluha itu mendatangkan rezeki dan menolak kefakiran/kemiskinan, dan tidak ada yang akan memelihara shalat dluha, kecuali orang-orang yang bertaubat.”
          Dengan demikian, maka jelaslah bahwa solusi atas segala persoalan hidup adalah ada pada diri kita sendiri, tinggal kita dapat mengubah pola pikir dan mau untuk berubah secara optimal dengan terus mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara bersyukur dan hidup dengan sederhana, serta berbagi dengan sesama selama masih diberi kesempatan untuk hidup di dunia.

Dari Nuwas bin Sam’an ra. Bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda:
“Allah.SWT berfirman: Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (yakni shalat dluha), nanti pasti Ku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.”

Dari Abu Dzzarriin ra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Jadilah atas setiap anggota daripada tiap-tiap seseorang kamu itu hak sedekah. Dan tiap tasbih itu sedekah, tiap tahmid itu sedekah, menyuruh dengan ma’ruf itu sedekah, mencegah dari kemunkaran itu sedekah, dan sebagai gantinya semua itu, cukuplah menjalankan shalat dluha dua rakaat yang melakukannya seorang dari hamba.” (HR.Ahmad, Muslim dan Abu Daud).
                                                                 ****

Saturday, December 29, 2012

Ibu


          
            “Tersenyumlah ibuku.. cerita sedih masa kecilmu adalah alasan di mana kini aku harus berjuang. Tersenyumlah bu.. aku tau kau sangat lelah.. tersenyumlah.. biarkan mimpiku yang menerbangkanmu dilangit kata-kata tanpa bahasa.
Aku di sini merangkai bunga paling cantik untuk mengusap airmata pedih itu.. tutup matamu bu, resapi apa yang bergemuruh dalam jiwaku.. itu kobaran semangatku.. semangat ingin membahagiakanmu.. Jadi tersenyumlah.. ^_^
Tak usah kau dengar kata-kata yang merendahkanmu.. tak usah kau pedulikan cibiran-cibiran yang menjatuhkanmu, tak usah kau tanggapi perkataan-perkataan pedih yang menghinakan martabatmu.. aku di sini, dengarlah kata-kataku.. kaulah inspirasi.. kaulah alasan.. alasanku beranjak tatkala aku larut dalam kesedihan yang sia-sia. Seperti katamu, kau rela menjadi pelindungku sampai titik darah penghabisan.. aku pun ingin begitu.. jadi tersenyumlah.. “

            Rembulan, bolehkah aku bercerita sedikit tentang ibuku?? Ya sedikit saja karena terlalu banyak yang ingin aku ceritakan tentangnya.. tentang wanita luar biasa yang berjiwa tangguh..
Rembulan, kau harus tahu satu hal tentang ibuku.. yaitu ketegaran.. itu yang aku kagumi darinya.
Sering aku dengar ceritanya yang menyayat hati.. seringkali aku mendengar bahwa mimpi-mimpinya hanya menjadi nyanyian kosong tanpa bunyi.. sering-sering sekali aku menatap wajahnya yang merindukan sebuah kedamaian..
Dia bilang,, aku harapan..
Harga dirinya telah dia pertaruhkan demi sebuah keyakinan yang menyatakan bahwa aku adalah tumpuan.

Hai rembulan, aku malu.. malu sekali dengan kalimat ibu..
Aku malu dengan kerumunan kupu-kupu diperutku..
Aku malu, seperti bunga-bunga yang kuncup di taman waktu..
Aku malu..
Malu pada ibu..


Maaf

Hati yang bersemayam dalam kedamaian

“Jangan lagi biarkan aku berlari..
Aku lelah berlari untuk mengeringkan gerimis yang menyisir hati..
Aku ingin pulang..
Aku malu di sini..
Aku gersang
Bawa aku pulang..
Aku ingin pulang”

          Malamku masih hening.. di sini dingin. Di sini beku.. Sebagian dari ruang ini kini gelap. Tunjukkan aku pada matamu..
Aku ingin berkaca..
Ada berapa keping hati yang perlahan aku lukai.. ada berapa tetes airmata yang orang-orang jatuhkan karena aku..
CINTA..
Ya, kata mereka itu cinta..
Disebut apakah aku ini?? Aku yang terlalu bermain-main dengan orang-orang yang mencintaiku??
Bukan, bukan bermain-main, tapi aku terlalu sulit untuk bisa memberikan hati.. Dan kadang aku kehilangan rasa.. apapun itu..
Entahlah, aku pun tak tahu kenapa begini..
Terlalu dingin?? Terlalu cuek??
Ya benar.. itu aku.. kadang semua terasa datar..  
          Dear orang-orang yang tulus mencintaiku, dear orang-orang yang pernah aku lukai, dear orang-orang yang pernah ada dihidupku tapi aku tak sedikitpun memberikan hati, namun aku masih bisa berada disamping kalian dulu, aku minta maaf..
Aku benar-benar minta maaf dan merasa bersalah begitu dalam.. Kalian harus tahu bahwa kalian tetap hidup dalam memoriku, kalian masih berarti meskipun tanpa satu kata “CINTA”
Aku lelah bermain-main dengan perasaan.. aku ingin terbang dan menghilang sesaat.. aku bosan.. aku marah.. aku ingin berkaca dan melihat seberapa banyak orang-orang yang tulus mencintai yang telah aku lukai.. aku rindu kalian.. rindu kalian hadir di sini.. maafkan aku.. aku menyesal..
         

Sunday, December 23, 2012

Penghargaan

Rektor dan Pembantu Dekan FIK berfoto bersama mahasiswa berprestasi juara tingkat nasional dan provinsi. Dari kiri ke kanan: Pembantu Dekan FIK Rakhmat Sudrajat, juara 1 lomba desain tingkat nasional Dwi Muhammad Ramdhoni, juara 1 BITreneurship Bank Indonesia Indriani Monica, juara 2 lomba desain tingkat Jawa Barat Ishaq Hasanuddin, dan Rektor, Prof. DR. H. Mohammad Baharun, SH, MA. —






Wednesday, November 28, 2012

Pemberian Piagam oleh Direktur BI Provinsi Jabar & Banten


http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/foto-bi-serahkan-bantuan-modal-kerja-untuk-mahasiswa-pada-pertemuan-perbankan-jabar

Friday, November 2, 2012

Tentang Waktu, Kesempatan dan Kematian

          Kesadaran.. seringkali aku mendengar kata itu terselip diantara kalimat permintaan maaf diakhir sebuah pertengkaran. Mungkinkah itu adalah babak dimana orang akan ingat pada bisikan murni hati nuraninya? Entahlah, yang pasti ada hal yang lebih penting yang aku pikirkan setelahnya, yaitu tentang waktu dan kesempatan.



         Berbicara tentang waktu, kita selalu diingatkan bahwa hidup itu singkat dan seharusnyalah kita hidup dengan sebaik-baiknya. Adakalanya kita terlalu angkuh ketika berhadapan dengan waktu, seakan-akan kita mampu untuk menjinakkannya kapan saja, padahal nyatanya, waktu selalu membayangi kita dengan satu hal yang sangat jelas didepan mata, yaitu kematian.

          Ada sedikit hal yang ingin aku ceritakan tentang kematian. Ya, sedikit saja.. tentang rasa rindu yang tak akan pernah ada habisnya ketika kita ditinggalkan oleh orang-orang yang kita cintai. Dan tentang kesempatan? Kesempatan memang tak pernah datang dua kali. Kalau saja kesempatan itu masih ada, maka aku ingin sekali menyelesaikan satu babak yang memang belum sempat diakhiri, atau bahkan sebuah kesempatan yang belum dimulai sama sekali. Ada  surat yang ingin aku tulis untuk hatiku yang selalu ketakutan tatkala malam datang dan teringat akan kematian. Satu surat.. surat untuk angin.. kematian.


          "Aku lelah dengan bayang-bayang hitammu yang mengikat, membuntuti kemanapun aku melangkah.. seperti siluet tak berbentuk yang siap menerkamku kapanpun itu.. Gelap, kenapa kau teramat gelap mencekam?? Membuat imajiku terpenjara tatkala menatap mentari yang hampir tenggelam setiap senja datang. Aku takut tersudut sendiri tanpa cahaya kedamaian, aku takut kelak menemuimu seorang diri dalam kepenatan.. aku takut.. sangat takut. Aku bukan pengecut yang takut melihat dunia dari sudut pandang kehinaan.. aku tak takut melihat gejolak api dari petarung kesempatan, aku tak takut.. tak pernah takut.. tapi tentang kematian?? Aku diam.. tak ada kalimat yang tepat tatkala aku dihadapkan pada kematian.. abstrak.. kosong.. cukuplah airmataku menjadi saksi ketika dengan sekejap, mereka yang terkasih dalam hati terenggut olehnya.. cukup.. ribuan puisi tak mampu mendeskripsikan bagaimana pahitnya berpisah tanpa kalimat dan pesan perpisahan.. cukup.. cukup.. cukup.. aku masih tak kuat.. lelapkan aku sesaat saja.. dalam ketenangan.. dalam sunyi senyap kedamaian.. itu saja titik"


          Surat singkat?? ya, biarlah esok melanjutkannya tatkala waktu berbicara dalam sorot mata lain yang aku rindukan.. kapanpun itu, aku akan menunggunya.. SOSOK


Thursday, November 1, 2012

Ungu



Aku memandangmu dalam keremangan,
Mencintai diam-diam,
Diufuk malam..

Rindu tak lagi menyisir debur ombak itu..
Seperti gulungan mendung dibatas kesepian..

Larut,
Seperti gemintang tertutup hujan dan anai yang terlupa dalam ilalang..

Aku singgahi ruam berparas ayu,
Entah apa, mungkin hanya siluet dalam kebisingan..

Aku lupa.. terlupa dalam nama berwarna senja..
Senja yang melupakan bilur-bilur bermata elang..

Siapa?? Ku tanya siapa yang mengendap diam-diam diranah airmata..

Mencuri utuh dari batas waktu yang mengembun,

Lihat, dinding ini tlah tersentuh..
Olehnya yang merumah kala lara..

Biar, biar saja..
Ini hanyalah sisa dari keping-keping bejana yang termaktub dalam pesona,
Mencintainya..

Itu.. itu matanya menyambar tungku dingin ini..
Bercengkrama tanpa bahasa..
Bisu..

Aku iramamu.. dan kau melodiku..
Itu saja,
Ungu..