Thursday, September 13, 2012

Lirih Sepi


Jangan kau sebut aku angin, bilamana wujudku tampak nyata dimatamu..
Jangan kau kira aku angin, yang bisa menahan gerimis dalam perahu hujan..
Jangan kau anggap aku angin, yang hanya bisa menyejukkanmu kala panas menyusup kehidupan..
Jangan, jangan kau samakan aku dengan angin.. yang tampak tegar dengan semilirnya,, yang tampak berbinar dengan sepoinya,, dan yang tampak kuat dengan geraknya yang tanpa hati..
Aku bukan angin.. Mengertilah!!!
Pahami gerak melambatku tanpa bahasa..
Mengerti senandung kata gelisahku dalam gulana..
Tolong,, tolong mengerti dan pahami melodiku..
Ada nada-nada sumbang dalam sumringah tawa itu,
Ada luka-luka menganga dalam lirik yang kau sebut cinta,
Ada kecewa yang bersembunyi diruas rengkuh ucap bahagia..
Ya, kecewa.. Aku kecewa!!!
                Jangan kau sebut aku angin, yang bisa melewati ribuan kilometer jarak kita yang terpisah..
Jangan kau sebut aku angin, yang masih bisa tersenyum, kala gurat wajahku kau abaikan..
Jangan kau sebut aku angin, yang masih bisa berirama, kala iramaku kau acuhkan..
Tapi, sebut aku wanitamu.. ya, wanitamu yang bertahan dalam benteng kesetiaan..
                Pernah kau berjalan ke kotaku, dan aku berlari ke kotamu..
Pernah kau berbisik ke hatiku, dan aku berteriak lantang ke hatimu..
Pernah.. pernah kau begitu dan aku begini..
Namun, aku bukan angin,, bukan pula sajak-sajak hiburan dalam hujan..
Aku bukan rembulan,, bukan pula perhiasan tanpa intan..
Tapi, aku wanitamu..
Wanita yang datang membawa seribu nampan kerinduan..
Aku wanitamu..
Wanita yang datang dengan cahaya ketulusan..
Menjelajahai jurang-jurang malam yang tertawan..
Aku wanitamu..
Wanita yang kau hadiahkan jamuan tercampakkan..
Ya, pernah kau campakkan wanitamu kala itu..
Tatkala siang datang menggulung terang, dan wanita lugumu kau biarkan bisu memburu waktu..
Siang.. siang.. dipetala siang..
Awalnya kau enggan datang, namun akhirnya kau pun datang menawarkan untaian kerlip bintang-bintang, meski wanitamu tau, hangatmu kian beku..
Dan kau biarkan malam menghunus gurun sepinya yang tandus,, sedang kau terlelap gelisah, tanpa mau membabat arah..
Ya, kau biarkan wanitamu terpenjara diruas-ruas gelap tak bermakna..
Gelap.. gelap.. gelap tatkala mentari kian lelap..
Sendiri menyingsing,, wanitamu kian terasing..
Berpijak melemah,, di Kotamu yang lelah..
Kantuknya binasa seakan musnah... hingga dia menangis,, menangis,, menangis menghitung gerimis..
Dan esoknya marah menyeka gundah,,
Kau biarkan wanitamu berjalan tanpa arah..
Pulang.. pulang.. pulang.. namun tak terbang..
Sendiri merekatkan sayap-sayap patah..
Sendiri tenggelam dalam ramadhan yang suram..
Sendiri.. sendiri.. sendiri.. wanitamu kembali tanpa pelangi..
Lalu asa berujar pada nyala,,
Lembut,, lembut,, lembut,, kau hidupkan barisan pengharapan..
Lembut,, lembut,, lembut,, kau katakan akan kedatangan..
Ya, lembut,, lembut,, tak menyahut..
Padam,, dan terlupa..
Ya, lupakan saja baris simfoni akan janji..
Lupakan saja garis makna yang terekam pada malam..
Karena ucapmu kau sampaikan,, kau tak bisa lagi terbang,, datang membawa seribu keindahan... untuk bertamu melaju.. ke KOTAKU....
Lembut,, lembut,, lembut,, lembut,,
Untaian janji kawanan semut-semut..
Lembut,, lembut,, lembut,,
Rinduku tersudut maut,,
Kalut,,
Berkabut...



 

No comments:

Post a Comment