Wednesday, September 12, 2012

Rumah Pelangi (Untuk Jingga)

Rumah Jingga
Pelangi untuk Jingga


          Khayalku berjalan tanpa ruas kata. Ada kalimat tanpa titik berkejaran disepanjang baris paragraf tak berjudul. Ku cari makna tak beralasan. Ku cari jeda tak berhimpitan. Ku cari apa yang Ku cari. Ku cari apa yang tak lagi Ku temui.
Bingung. Bingung Ku sematkan pada pagi. Warnanya berpendar tanpa nyala. Ada ruang-ruang tak bertuan berdiri tegak melemparkan bejana kekosongan. Diam searah. Merenung..
          Ada yang terlupakan, yang terlupakan dari senja. Aku lupa meraba asa Jingga. Aku lupa akan barisan yang membentengi hati. Aku lupa akan barisan hujan yang datang setelah gerimis. Aku lupa akan guguran daun-daun kering yang berserakan dipijaran mentari yang membakar asap pelangi.
Maafku berujar pada Jingga. Maafku berbisik menyelinap pada selimut berbulu angsa.
Ku biarkan puisiku mengaduh pada riuh. Ku biarkan ragaku menyesap lara berjelaga.
Berteduhlah Jingga. Lelaplah pada barisan kata yang aku sematkan di ujung petala. Nyalanya riang. Bunyinya melenguh dalam rindu.
Berteduhlah Jingga. Ku teduhkan sinar matamu yang berbinar. Ku teduhkan degup jantungmu yang nanar. Ku teduhkan asa cemburumu yang terbakar.
Berteduhlah... Akulah rumah hatimu. Akulah embun bagi jiwamu yang gersang. Akulah karang bagi gulungan ombakmu yang menerjang. Akulah aliran darah bagi adrenalinmu yang berpacu. Akulah jantung bagi ragamu yang hidup. Akulah nyawa itu... Nyawa bahagiamu.
Maka, berteduhlah Jingga.. berteduh pada kepingan hatimu yang rindu.
Berteduhlah.. berteduhlah.. berteduhlah tanpa cemburu..
          Aku eja hingar bingar dan sorak sorai gelisah hatimu. Aku baca gagap gempita aksaramu tanpa jeda. Aku memelukmu haru... Berbaur dalam lelehan airmata bersalju dimata itu.. Ada gerimis tertahan yang kini beku. Ada buncahan bahagia yang mengendap dibilik berkayu pilu. Aku merabamu... meraba jantung hatiku yang diam diufuk waktu.
Mendekatlah.. dekati rasaku yang bermuara pada rasamu..
Mendekatlah.. dekati semusim mimpiku yang bermukim pada mimpimu..
Kaulah angka-angka pada tarian jarum jam yang berputar..
Kaulah penghubung bagi jarak-jarak yang terpisahkan..
Kaulah perekat dalam doa yang terpanjatkan..
Kaulah cahayaku..
Kau adalah perahu yang membawa seribu kedamaian..
Maka, menepilah.. menepi dipesisir rinduku yang kesepian..
          Lihatlah Jingga, di sini ada langit tak berawan. Di sini ada nampan tak bertuan. Di sini ada bejana-bejana kosong tanpa isi. Di sini ada ranting-ranting tak berbunga. Di sini banyak sayap tanpa kupu-kupu. Di sini ada malam tanpa siang. Di sini ada cinta tanpa rindu. Di sini ada aku.. Ya, ada aku.. Aku yang tanpa kamu..
Jangan kau tanyakan kenapa, Jingga..
Karena kaulah awan bagi langit biru jiwaku. Karena kaulah tuan bagi nampan ceritaku. Karena kaulah isi bagi bejana-bejana kosongku akan sajak rindu. Karena kaulah bunga bagi ranting-ranting semangat hariku. Karena kaulah kupu-kupu bagi sayap mimpiku. Karena kaulah siang bagi malamku tanpa bintang. Karena kaulah satu-satunya rindu yang bermukim pada cinta. Dan karena kau itu aku.. Ya, KAU ITU AKU..
          Maka, tetaplah bermukim dirumah jinggaku. Akan Ku jamu kau dengan madu kesetiaan. Akan Ku hangatkan kau dengan lilin-lilin kedamaian. Maka, tidurlah Kau di sini.. Tidurlah di sini.. Bukan, bukan di sisiku.. Tapi, tidurlah di sini..
Di sini...
 DIHATIKU.. ( JINGGA, AKU MENCINTAIMU)

No comments:

Post a Comment