@Di Rumah Bu Rukmini. Salah satu contoh kerajinan Batok Kelapa |
Bahagia, itu yang aku rasakan hari ini setelah kekecewaan demi kekecewaan datang satu persatu dari orang-orang yang pernah dekat denganku. Pertama, dari si dokter gigi yang hilang ditelan bumi, lalu dari si biru yang moody dan misterius.
Sabtu kemarin, dipenghujung bulan Juni, aku datang lagi ke Masawah untuk mengambil orderan kerajinan batok dan sekalian silaturahmi ke rumah Ibu Rukmini sekeluarga, padahal sudah satu minggu aku sakit dan memang belum fit. Aku sempat meminta agar kerajinan itu dikirim via JNE, tapi Ibu Rukmini ingin aku ke sana. Ya sudah, aku juga ingin bertemu dengan temanku yang baru pulang dari Biak, padahal beberapa hari sebelumnya dia bilang jangan mampir. Aku sampai kaget sewaktu dia mengatakan itu, tapi sekarang aku mengerti mungkin dia punya alasan tersendiri.
Tanpa ada temanku di rumahnya, aku tetap menginap di sana. Keluarganya sangat baik dan sudah menganggapku seperti keluarga, tapi tetap saja tanpa ada temanku, aku merasa aneh berada di sana. Ah sudahlah, temanku itu memang tidak bisa dimengerti. Sewaktu menginap di sana, aku juga tidak bisa tidur, entah kenapa, sehingga aku membaca buku yang ada di sebelahku, “Penjual Kenangan”. Setelah itu, perasaanku mendadak mellow hingga pulang dari Masawah. Tapi, saat tubuh terasa lelah ketika sampai dirumah, malam harinya aku tidak tidur lagi, karena kucingku yang baru melahirkan seminggu itu membawa anak-anaknya ke depan pintu rumah, sehingga aku menyiapkan dus agar anak-anak kucing bisa aman dan paginya dipindahkan ke lemari di Pabrik tahu oleh ayahku. Butuh perjuangan besar untukku menyayangi kucing-kucing kampung yang terlantar, karena orangtua aku mulanya bukan penyayang kucing, tapi lambat laun, mereka juga bisa menyayangi kucing, meskipun tidak membiarkan kucing masuk ke dalam rumah.
Aku memberi makan kucing-kucing liar itu proplan atau ori cat premium sebagaimana dulu aku merawat kucing peaknose yang harganya memang mahal. Aku tidak membeda-bedakan kucing, justru aku lebih peduli dengan kucing kampung yang terlantar karena jarang ada yang memperhatikan mereka. Aku seperti melihat diriku sendiri dulu ketika melihat kucing-kucing kampung itu. Terlantar, harus berjuang hidup dan tidak banyak yang menyayangi karena dianggap biasa, beda dengan kucing ras yang istimewa. Kelak, aku bercita-cita menyediakan tempat penampungan untuk merawat kucing-kucing liar agar tidak ada lagi kucing yang kelaparan dan terlantar dijalan.
Dengan neneknya Dewi |
Besok paginya, setelah mengurus kucing, aku harus ke rumah sakit karena keponakanku Bilqis yang merusia 3 tahun dirawat dan sampai sekarang tubuhnya panas. Aku sangat khawatir sekali dengan keadaannya. Dan setelah pulang dari rumah sakit aku pergi ke dokter gigi untuk membersihkan karang gigi. Hari rabu baru aku mengurus orderan sepatu.
Bilqis |
Ke dokter gigi bareng keponakan |
Hari ini, banyak sekali yang aku syukuri, setelah sebelumnya aku banyak bersedih karena kehilangan orang-orang yang aku sayangi tanpa sebab yang jelas. Kali ini aku sadar, aku masih dibutuhkan oleh keluarga dan sahabat-sahabat, serta partner bisnisku. Selama ini, aku banyak menghabiskan waktu untuk memikirkan orang-orang yang tidak pernah menghargai keberadaanku, padahal keluarga, sahabat dan rekan bisnis masih menganggapku penting. Aku mungkin terlalu melankolis dan sibuk dengan dunia yang para pujangga katakan sebagai dunia rasa, padahal hidup harus lebih realistis ketika kita ingin merasakan bahagia.
Juli adalah bulanku. Bulan dimana aku lahir. Bulan dimana aku tidak bisa memilih akan lahir dari keluarga mana dengan jenis kelamin apa. Tapi, sekarang aku sangat berterimakasih kepada-Nya, karena dia tahu yang terbaik untukku. Dia tahu bahwa aku tidak memiliki fisik yang kuat, sehingga aku dilahirkan sebagai perempuan. Aku sangat bersyukur menjadi perempuan yang lahir dari rahim ibuku saat ini. Tak pernah ada lagi penyesalan sekarang. Hidup harus terus berjalan dan aku sedang menikmati takdir yang Dia tentukan untukku saat ini, hingga kelak aku mati. Terimakasih Allah, aku bahagia.
No comments:
Post a Comment