Kadangkala senja tampak memukau dengan
keindahan lembayung jingga, namun adakalanya mendung datang dengan membawa
keindahan lain, yaitu hujan.
Banyak hal memang yang sebenarnya indah
bilamana kita menghayatinya dengan hati, menggenapi setiap bagiannya dengan jiwa,
dan berbaur di sana, di dalamnya menjadi satu intuisi rasa.
Kali ini aku ingin menceritakan
keindahan lain dari seseorang. Keindahan yang membuat setiap mata dari bauran
kehidupan ini simpati kepadanya. Aku ingin sedikit mengingat tentang seseorang
yang langkah kakinya begitu menawan bak angsa putih yang bermahkotakan
kesederhanaan.
Dia adalah cermin. Sosok nyata dari
bait-bait yang diamanahkan Tuhan akan kehidupan. Dia hidup pada setiap helai
nafas orang-orang yang mengaguminya, bercengkrama dalam perbincangan hati
manusia.
Dia hanya salah satu pesan dari Tuhan
tentang bagaimana semestinya langkah ini berjalan, tentang bagaimana senyuman
itu seharusnya diperlihatkan, tentang bagaimana hidup itu seharusnya
dihidupkan.
Aku
mengenalnya, sedikit memahaminya. Menjamahi degup jantung yang sama dari setiap
pacuan adrenalin yang memompa. Aku, dia dan sebagian dari kesederhanaan. Katanya
nyaris sama. Sebagian darinya, sebagian dariku, membentuk lingkar tarian makna
yang tak akan pernah punah tertelan masa.
Aku sempat bertanya-tanya. Berlarian
dalam jejak kebingungan. Aku sempat diam sesaat, menghidupkannya, mengenalinya
lebih jauh.
Adakalanya memang rindu. Bukan rindu
seperti katamu. Ini lain. Aku masih mencerna semuanya. Menjejaki sebuah
kebingungan yang tak kasat mata.
Kesederhanaan,
bukankah hanya itu sebenarnya pesan dari senja yang hampir luput dari mata??
Ya, seharusnya aku sudah tahu dari awal tentang siapa dia, tentang pesannya.
“Hidup ini singkat, jadi hiduplah dengan
sebaik-baiknya.”
Senja ini menguning dan hujan turun
lagi. Ahh, biarlah begitu.. ini hidup.
No comments:
Post a Comment