Sunday, September 9, 2018

DELIMA





Pada kenangan yang merah menyala dan berbisik-bisik mesra, rasa bergumam memunguti satu persatu senyuman yang tertinggal di belakang.
Masih berseri, wanginya membekas pada rindu yang mengepul disepanjang jalan masalalu.
Kenapa begini?
Jejak-jejak yang tertinggal kini meminta ditengok lagi, ditapaki, diingat-ingat kembali.
Bergetar, menggebu-gebu.
Wajahnya bersinar di depan layar.
Merahnya melengkung menandai hati.
Oh, rasanya bulan ibarat permen asmara,
Dan langit adalah kapas gula-gula.
Semanis ini, mengingat yang menyengat dalam waktu.
Meretas dan bergulir ibarat rindu.
Apa kabarmu?
Apa kabar kenangan yang tak termaafkan?
Apa kabar gincu yang menguning tanpa si merah itu?
Apa kabarmu?
Apa kabar anak-anak malam yang kau sembunyikan tadi pagi?
Maafkan aku menyimpannya.
Dan meneduhkannya di bawah payung rindu.
Elok senyum itu, dan wangimu menari-nari seperti diksi puisi.
Ah, lagi-lagi aku seperti ini!
Ada yang kembali, berkali-kali!
Hati...

No comments:

Post a Comment