Dia berpamitan pada mimpi dini hari.
Senyap..
Dan setelahnya, pintu tak pernah terbuka lagi.
Suaranya hilang dan aku mencarinya di mana-mana..
Lambat laun, pilu datang bergantian..
Memanen rindu, memupuk kenangan.
Dia pun hilang..
Dan darah berceceran.
Dia pamit di depan rumah tempatku menyesap sepi.
Dan tak ada lagi si belang yang duduk di sana setiap pagi.
Tak ada yang berbaring atau meronta-ronta meminta sesuap nasi.
Ah, bukan nasi memang!
Tapi hidangan mewah yang orang katakan itu tak perlu..
Kenapa?
Kenapa mereka memangku sibelang berbulu tebal, tapi menyiram sibelang jalanan yang liar?
Dan sibelang lalu tampak begitu sehat.
Gemuk, bersih dan terawat.
Hingga ban motor menggilasnya,
Tanpa permisi dan kata maaf.
Dan diapun pergi!
Sedang aku tak melihatnya..
Lalu sakit terasa di mana-mana!
Sakit pada pagi, di depan pintu tempat dia meronta-ronta.
Nyeri di atas teras tempat tubuhnya terbaring lelah.
19!
Dan pada tanggal itu, angka-angka bergandengan menyulam sepi.
Seperti pada tanggal yang sama, luka-luka tergenapi menyimpan sisa mimpi.
Sampai jumpa pada hari lain yang tak bisa kutemui lagi!
“Jeremy Teti”
Begitu panggil ibuku!
Dulu kau memang pecinta sesama jantan, tapi kemarin kau membawa seekor betina baru ke rumahku!
Dan aku ingin memanggilmu “Senyap” kali ini!
Seperti senyap pada dini hari di mana kau berpamitan tanpa kata-kata perpisahan.
Selamat tinggal!
Aku menuliskanmu di pikiran.
Menyimpan potretmu yang lupa aku rekam.
Belang abu-abu!
Begitu corakmu kata rindu.
Aku pilu!
***
(Sambil mendengarkan Ost Heart "Kehilangan")
No comments:
Post a Comment