Sunday, October 13, 2019

Kesempatan Kedua



    Aku memaafkannya dan dia kembali menjadi seorang remaja yang kembali ceria. Kemarin bahkan dia memperlihatkan daftar kontak whatsapp yang telah dia blockir.
Ya, aku cukup senang melihatnya, meskipun aku belum benar-benar percaya bahwa dia memutus komunikasi dengan orang itu. Tapi, kali ini aku tidak mau ambil pusing. Kemarin, aku sakit kepala bukan main, mungkin karena baru tidur beberapa jam saja setelah menggendong bayi adikku yang tidak berhenti menangis hingga pukul setengah tiga subuh.

    Aku senang melihat dia kembali ceria, tapi hari itu aku merasa kehilangan selera untuk apapun. Mungkin aku masuk angin atau apa. Karena sesampainya dirumah, sakit kepala bagian kiri bawah semakin menjadi-jadi, bahkan sakitnya hingga ke rahang dan leher sebelah kiri. 

    Aku merasa kehilangan kupu-kupu diperutku untuk sementara. Aku tak pernah tahu kenapa. Kenapa setiap kali ada lampu hijau, aku malah menjadi sedingin es. Kenapa, setiap kali kesempatan datang, aku kehilangan banyak rasa yang semula membuncah membabi buta. Aku tidak mengerti dengan diriku sendiri.

    Aku senang membahagiakan orang lain, meskipun tidak ada orang lain yang benar-benar ingin membahagiakanku, tapi setidaknya aku bisa membuat orang lain merasakan apa yang ingin aku rasakan, yaitu diperhatikan dan disayangi. Aku sudah cukup kenyang dengan pengabaian dan ketidakpedulian orang-orang terhadapku sejak aku masih kecil, sehingga aku tidak mau orang lain merasakan kesepian dan tidak dicintai sepertiku.

    Semoga kemarin adalah titik awal di mana semua rencana berjalan sebagaimana mestinya. Aku ingin kembali pada rutinitasku semula. Aku tidak ingin terlalu mengekang orang-orang yang aku sayangi, tapi aku juga tidak ingin membiarkan dia terlalu bebas dan lupa dengan apa yang harus dia pertanggungjawabkan.

    Aku sudah sampai pada titik jenuh dalam hidup. Titik dimana kadang-kadang aku merasa tidak sedang hidup. Aku seperti berada pada dimensi kehampaan, dimana semua tidak bergerak sama sekali, hingga suatu ketika aku hanya mampu merasakan semilir angin, kicauan burung dan suara-suara alam yang kemudian memberitahuku kembali tentang suara hati yang sudah terlalu lama tidak didengarkan.

    Aku sering memberikan kesempatan kedua kepada orang lain. Sebuah kesempatan yang menurutku sangat berharga, karena seringkali aku tidak mendapatkan kesempatan-kesempatan yang ingin aku dapatkan dari orang-orang sebelum ini. Aku terlalu baik atau bodoh, lemah atau tidak tegas, entahlah aku tidak benar-benar mengerti.

    “Kamu hanya kesepian!”

Itu yang pernah diucapkan salah seorang sahabatku beberapa minggu yang lalu saat berkunjung ke Bandung. Sepertinya kata-katanya memang benar. Aku hanya kesepian dan aku selalu ingin mendapatkan kasih sayang yang tulus, bukan kepura-puraan atau bahkan hutang budi, bukan itu yang aku mau.

    Aku ingin bahagia dan hanya diri kita sendiri yang bisa membuat kebahagiaan itu datang. Kebahagiaan hanyalah sebuah pilihan. Kita bisa menentukan perasaan apa yang benar-benar ingin kita rasakan dan perasaan mana yang ingin kita tinggalkan. Sesederhana itu dan seringkali kitalah yang membuat semuanya menjadi rumit.

    Kali ini aku hanya ingin benar-benar hidup pada hari ini. Tidak ada bayangan-bayangan sedih dan penyesalan, tidak ada cemas, was-was dan gelisah. Aku ingin sebentar saja mencicipi apa yang orang lain katakan sebagai ketenangan, kedamaian, hingga kemudian keajaiban Tuhan benar-benar datang dan memberikan apa yang selama ini aku impikan.











No comments:

Post a Comment