Tuesday, December 21, 2021

Desember 2021

 


    Tahun baru sudah di depan mata dan di akhir tahun ini banyak sekali cerita yang ingin aku tuliskan. Mulai dari ketika aku menghadiri ulang tahun kakaknya Nike Ardilla bersama Dea. Lalu membuka toko di Buah Batu dan banyak lagi yang aku alami yang tidak pernah aku kira sebelumnya.


    Setelah dua tahun aku membatasi komunikasi dengan Dea, aku kemudian mengajak dia ke acara ulang tahun, karena acaranya malam dan sodara-sodaraku sedang sibuk di acara siraman sepupu yang akan menikah. Ini adalah kali pertama aku mengajak lagi Dea, setelah aku menjauhinya. Aku sudah memaafkan dia, meskipun mungkin tidak akan sama lagi seperti dulu. Sekarang mungkin akan ada banyak batasan yang aku lakukan dan aku tidak akan terlalu intens bertemu dengan dia.


    Pada bulan ini juga, sepupu aku menikah. Acaranya cukup unik, karena dia konsepnya adalah pesta kebun, padahal sedang musim hujan, alhasil banyak tamu yang mengeluh karena sepatu jadi kotor, dan bahkan ada yang terpeleset.


    Di bulan ini juga aku bolak balik ke Buah Batu untuk membuka toko baru dan saat itu kebetulan sedang ada turnamen badminton se-Jawa Barat, sehingga yang beli lumayan ramai.

Aku juga mengajak Dea ke toko baru aku pada hari sabtu kemarin untuk bantu beres-beres terakhir sebelum ada pegawai baru pada hari senin.


    Bulan ini cukup melelahkan memang. Tapi, aku bersyukur karena satu persatu mimpiku bisa terwujud. Dan tahun depan aku berencana membuat PT, agar bisa ikut tender yang lebih besar, selain itu aku ingin suatu saat PT itu menjadi besar, sehingga keluarga dan orang-orang terdekat bisa mempunyai saham di perusahaan aku.


    Itu saja mungkin yang terjadi di bulan Desember ini. Aku juga punya pegawai baru. Pegawai yang lumayan gesit, meskipun hanya lulusan SMP. Dia aku tempatkan di Buah Batu. Usianya 28 tahun, tapi sudah memiliki dua orang anak dan sudah dua kali menikah. Dia menikah pada usia 17 tahun. Aku sempat menyarankan dia untuk mengambil paket C, dan aku juga akan mengajarkan dia komputer, dll agar dia tidak terlalu gaptek. Pegawai-pegawai aku sebelumnya rata-rata sarjana, namun sebagian besar tidak jujur dan sulit diatur. Semoga pegawaiku yang polos seperti sekarang bisa bekerja dengan lebih baik.


    Dan untuk Dea, aku belum bisa terbuka kepada keluarga saat aku mengajak dia ke luar atau ke toko, karena beberapa anggota keluarga aku masih tidak suka aku berteman lagi dengan Dia. Tapi, ya sudahlah. Aku tidak ingin memutuskan tali silaturahmi, tapi aku juga tidak ingin terlalu intens dengan dia. Jadi, semua biasa-biasa saja, seperlunya, sewajarnya.


Pada langit terbuka,

Bintang-bintang menari tanpa batas

Ada cahaya, namun ada juga luka

Senar-senar putus yang tak bisa lagi dipetik dengan halus

Tapi, tak mengapa..

Desember tlah lupa akan kisahnya

Desember tlah lupa akan akan namanya

Semua mengalir bak sunyi dalam birama

Hening, namun masih bersuara

Resah, tapi masih mengundang tanya

Ada apa?

Tak apa-apa..



Dea

Ultah Syifa


Kakak dan ponakan

Saat akan ke pesantren









Sunday, November 28, 2021

Kejutan Manis

 


Akhir November yang penuh dengan perjuangan, Allah kemudian mulai membuka jalan lebar dengan sinar yang begitu terang, membuatku semakin yakin tentang janji-Nya yang mengatakan bahwa “Bersama kesulitan ada kemudahan.” Allah bahkan mengulang-ulangi kalimat itu sampai tiga kali.


    Aku tak kuasa meneteskan airmata ketika kasih-Nya terasa begitu nyata. Ketika Dia menyelamatkanku berkali-kali dari ujian berat yang aku rasakan semakin tidak mudah. Sisa orderan hotel bisa selesai juga di akhir November, padahal sebelumnya sisa kainnya begitu sangat susah didapatkan, bukan hanya itu, aku sekarang mulai membuka dua cabang baru, di Buah Batu dan di Pasar Baru (Buah batu mulai besok atau tanggal satu, tapi kuncinya sudah aku pegang, sedangkan di Pasar Baru mulai Desember atau Januari).


    Aku juga masih bekerjasama dengan keluarga almarhum Nike Ardilla. Kakaknya juga memesan handuk dan sprai dengan gambar almarhum yang sedang aku kerjakan.

Selain itu, aku sedang gencar untuk menjual tanah milik keluarga seluas 3520 m2 yang sedang aku tawarkan ke BI dalam bentuk proposal. Semoga menjelang akhir tahun ini banyak kejutan-kejutan lainnya menanti.


    Aku masih ingat sewaktu aku bertanya-tanya tentang kejadian almarhum Nike yang kemudian hadir dalam hidup aku sejak akhir 2020 hingga sekarang aku dekat dengan keluarganya. Aku baru menemukan jawabannya sekarang. Mungkin selain almarhum ingin agar aku menyampaiakan pesan kepada keluarganya (sudah beberapa kali tawasulan), tapi almarhum juga ingin agar aku meneruskan kegiatannya dibidang sosial yang tidak mungkin bisa dia lakukan lagi.


    Sekarang aku menjadi salah satu orangtua asuh di Pesantren gratis milik adik tiri ibu aku. Aku merasa bahagia ditengah berbagai macam problematika yang muncul dalam hidupku. Aku sudah merencanakan untuk mendirikan pesantren gratis juga plus panti asuhan, semoga Allah segera mengijabah doa aku. Selain itu, jika aku sudah kaya, aku ingin mendirikan lembaga untuk orang-orang yang terlilit hutang, dimana di di sana aku bisa membantu mereka bukan hanya secara materi, tapi juga rohani, sehingga mereka bisa hidup dengan lebih berkualitas. Dan terakhir, aku juga ingin mendirikan lembaga untuk membantu oang-orang yang memiliki kelainan psikologis. Aku ingin agar mereka yang selama ini merasa berbeda, bisa konsultasi dan menemukan jalan keluar, tanpa harus mengeluarkan biaya ke psikolog dan psikiater.


    Sekali lagi terimakasih Ya Allah atas semua nikmat yang telah Engkau berikan dibulan ini. Orderan baru Rp. 150.000.000,00, toko-toko baru, dan yang paling utama adalah hati yang sedang berproses untuk kembali fitrah, semoga Allah mempermudah aku untuk terus membersihkan dan memperbaiki diri.


    November tinggal dua hari lagi dan aku sadar bahwa di Bulan Desember ada banyak target dan pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Semoga Allah membantu semuanya, sebab jika Dia berkehendak, Dia hanya mengatakan “Kun!”, maka “Jadilah!”.


Hujan reda,

Dan jingga kembali terlihat di angkasa..

Suara tasbih bergema di petala langit..

Aku memuja-Nya..


Sunyi adalah jalanku menuju fitrah..

Peta untukku kembali menjadi “Aku” yang tanpa nafsu

Likuan untuk aku sampai pada titik akhir yang seharusnya berakhir..


Aku terlahir lagi!

Dari proses,

Dari rasa sakit yang lalu menjadi kemudi untuk bangkit


Aku hidup lagi!

Setelah merangkak tertatih-tatih

Pulih dan terlatih

Tak bersedih!







Toko di Buah Batu (Sport Center)


Toko di Pasar Baru


Monday, November 15, 2021

BADAI

 


    Banyak yang menyukai hujan, namun tak sedikit yang mengutuk banjir. Banyak yang takjub dengan ombak, tapi lebih banyak yang takut akan tsunami. Manusia memang banyak menyukai banyak hal, selama itu tidak berdampak buruk dan merugikan dirinya sendiri.

Ketika ada gula, maka tak jarang banyak semut mengelilinginya, namun ketika gulanya habis, maka semut-semutpun berlalu begitu saja.


    Sekarang aku tidak percaya lagi dengan persaudaraan, pertemanan, atau bahkan sahabat sejati. Semuanya bullshit, sebab semua akan menjadi baik ketika ada keuntungan bagi mereka, namun ketika mereka tidak mendapatkan apa-apa, maka mereka akan pergi tanpa permisi.

Dunia luar ternyata sangat kejam, seperti hutan rimba, dimana kita melakukan kesalahan dan menjadi lemah, maka siap-siap saja kita akan menjadi mangsa.


    Aku tahu, ada banyak kesalahan yang telah aku lakukan dalam hidup. Ada banyak kekecewaan yang telah aku torehkan selama nafas masih bisa aku hirup. Namun, aku sadar bahwa aku tidak boleh kehilangan harapan, meskipun tidak ada satupun yang paham dan mengerti tentang posisi aku saat ini. Aku bersyukur, ibuku tidak berubah sedikitpun dan terus membantuku untuk bangkit.


Aku selalu percaya bahwa ketika kita berbuat baik kepada orang lain, maka kebaikan itu akan dibalas walaupun bukan dari orang yang bersangkutan. Dan begitupun sebaliknya. 

Hanya saja kadang-kadang kita tidak cukup bersabar untuk memanen apa yang telah kita tanam. Bukan hanya tidak sabar, mungkin aku juga belum mengerti tentang ilmu ikhlas yang sesungguhnya.


    Ada banyak badai dimusim hujan, dan kebanyakan orang tidak akan mau menemani kita turun menembus hujan dan membantu kita untuk meraih apa yang ingin kita tuju. Kebanyakan mereka tidak ingin basah dan celaka oleh badai, dan memilih diam ditempat hangat dan melihat kita berjuang sendirian di balik kaca jendela.


    Kadang aku sudah muak dengan hidup dan merasa ingin mengakhirinya, tapi aku sadar bahwa mati bukanlah jawaban, bukan solusi dari semua persoalan. Aku harus menghadapi apapun yang memang harus aku hadapi, meskipun harus seorang diri. Terimakasih Tuhan telah menguatkan aku hari ini dan tetap membuatku tegar untuk bisa melewati pagar-pagar berduri dan tekanan dari manusia yang kadang membuat rasa menjadi semakin gila.

Aku baik-baik saja, semoga Tuhan segera turun tangan dan membantuku untuk bisa menelusuri kembali jalan kehidupan yang penuh rintangan dan ujian.


Jendela waktu,

Mereka mengunci rapat semua pintu!

Lalu berteriak tentang kata “menunggu”

Dan aku terbujur kaku..

Berjalan tertatih-tatih menembus hujan

Demi payung yang harus segera aku kembalikan


Hujan deras dan petir terus menyambar-nyambar

Aku ketakutan!

Badanku basah dan tubuh menggigil parah

Tapi, mereka tak peduli!

Mereka hanya ingin payung itu kembali

Sebab mereka mau berjalan di bawah hujan,

Tanpa perlu kedinginan…


Aku basah,

Pasrah..


Saturday, November 13, 2021

19

 


Mendung, langit berduka sekali lagi. Kilatan cahaya, petir yang merangsak masuk mengusik kedamaian. Aku lelah menuliskan judul tentang kesedihan. Merangkai not-not yang bersenandung tentang pekatnya airmata. Hidup selalu memberikan peran tanpa mau berkompromi. Menikam tawa pada gelapnya realita.


Aku tak pernah punya pilihan untuk kembali. Untuk sejenak membayangkan bahagianya menjadi seorang anak kecil. Tak ada yang lebih baik, entah itu masa kanak-kanak atau sekarang ketika menginjak dewasa. Kadang-kadang aku mendengar orang lain selalu ingin kembali ke masa kecil karena tidak ada beban pada masa itu. Tapi aku? 

Aku tidak ingin kembali kepada masa dimana aku diperkenalkan dengan ketidak bahagiaan dan pahitnya derita hidup. Aku tahu, kesedihanku saat ini juga merupakan warisan masa kecil dimana aku tidak tahu tentang apa itu kebahagiaan.


    Sekarang, aku tahu bagaimana buasnya dunia luar yang dulu aku kira indah. Aku pun jadi tahu bahwa kita tidak akan bisa lari dari ujian hidup selama kita masih bernyawa. Padahal, waktu kecil aku ingin segera menjadi dewasa. Aku ingin bisa mewujudkan cita-cita. Cita-cita yang kadang berubah-ubah, dari mulai ingin menjadi guru, dosen, lalu pengusaha.

Aku sudah mewujudkan  beberapa cita-cita itu dan yang terberat adalah menjadi seorang pengusaha. Banyak sekali rintangan dan tantangan yang aku hadapi didunia usaha. Rintangan dan tantangan yang seringkali membuatku berpikir ulang tentang tujuan hidupku sebenarnya. 


    Ada banyak PR yang harus aku selesaikan secepatnya. PR yang membuat aku tidak boleh menjadi seorang yang cengeng dan rapuh. Aku yakin, Allah akan memberikan kado terbaik atas semua ujian kesabaran yang kita alami. Aku tahu itu, meski kadang-kadang aku perlu untuk memotivasi diriku sendiri agar tetap bisa semangat dan optimis dan tidak terpengaruh oleh hal-hal lain yang bisa meruntuhkan keyakinan untuk bisa bangkit dan meraih sukses.


    19, aku tidak tahu kenapa aku memberi judul dengan angka ini, namun aku masih penasaran dengan misteri di balik angka 19 yang kerap terjadi kepadaku. Angelina Yofanka berusia 19 tahun ketika meninggal dunia di Sungai Cikandang pada tahun 2012 (aku menjadi media perantara untuk kemudian mendoakannya di sana), 19 Juni 2012 pertama kali aku jadian dengan orang Jakarta yang merupakan kesalahan terbesarku, Nike Ardilla berusia 19 tahun ketika meninggal dunia (akhir 2020 dan awal 2021 almarhum datang lewat mimpi, dll dan aku menjadi media perantara untuk datang kepada keluarganya dan mengadakan tawasullan di sana), dan hari ini aku batal puasa dalam rangka puasa Nabi Musa (40 hari), karena menstruasi, sehingga total aku puasa hanya 19 hari (dari tanggal 25 Oktober 2021). Entahlah, banyak sekali yang aku alami dan semua berkaitan dengan angka 19.


    Dan kali ini, di saat suasana hatiku sedang tidak menentu, aku memberi judul tulisan ini dengan angka 19. Angka yang aku pikir menjadi ujung kebahagiaan terbaik saat aku berusia 19 tahun, sebab ketika aku berusia 20 tahun, ujian-ujian hidup mulai datang satu per satu.


    Sore ini, hujan masih turun dengan deras. Aku menulis sambil mendengarkan alunan piano yang indah yang sangat aku sukai sejak aku balita. Kadang-kadang hanya musik seperti itu yang bisa menggerakkan intuisi aku sehingga menjadi lebih peka terhadap apapun. Musik yang kali ini seakan tengah mewakili suasana hatiku yang begitu kusut.


Harapan


Dia yang duduk menggenapkan doanya,

Pada letupan amarah yang berapi-api

Sunyi yang menjadi genderang pada gentingny hari

Ranting-ranting patah yang tak bisa disatukan lagi

Aku bertanya kepada hujan,

Mengapa langit menjadi begitu basah?

Mengapa waktu tidak bisa menunda putarannya meski hanya satu detik?

Mengapa semua bisa berkelana, namun aku tersesat pada dunia maya?

Mengapa??

Mengapa lilin-lilin itu padam, di saat aku butuh cahaya?

Mengapa kuda-kuda itu pergi, di saat aku butuh untuk mengejar mimpi?

Mengapa peta itu hilang, disaat aku tengah mencari jalan pulang?

Tak ada satu pun yang tersisa,

Seperti setia yang hanya bualan kata-kata..

Semua menjauh,

Sebab hujan baru saja turun dan mereka tidak ingin menjadi basah..


Sendiri menjadi rumah paling setia untuk kita tahu apa itu “mandiri”. Seperti “harapan” yang akan terus memotivasi meski kita tengah berada di dasar jurang kematian.

Tak usah bergantung kepada siapapun yang akhirnya bisa pergi dan menyakiti. Sebab pada akhirnya, hanya Dia saja yang bisa mencintai, bukan menghakimi atau bahkan pergi dan membenci. 







Sunday, November 7, 2021

KEMBALI

 


Dulu, jika ditanya tentang penyesalan apa yang paling besar dalam hidup, aku selalu menjawab hal-hal yang berkaitan dengan dunia, namun sekarang jika aku ditanya hal yang sama, maka aku akan menjawab, penyesalan terbesarku adalah ketika aku tidak menjadi seorang manusia yang hidup sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah.


Sekarang aku tahu rasanya damai puasa setiap hari dan shalat tahajud dimushola dengan ibu sejak pukul 03.00 hingga menjelang subuh dan tidak tidur lagi. Sekarang aku tahu indahnya memanfaatkan waktu sebaik mungkin, meskipun saat ini aku sedang menghadapi banyak persoalan hidup, namun aku masih bersyukur karena diberikan kesempatan untuk bertaubat dan menyelesaikan semuanya.


Sekarang aku juga tahu bahwa tidak ada yang namanya sahabat sejati, karena yang ada hanyalah kepentingan abadi. Kekecewaan aku akhir-akhir ini saat Bu Tina dan Pa Erwin yang sudah aku anggap orangtua aku sendiri ternyata hanya memanfaatkanku. Mereka yang mengajukan KUR dengan memakai BPKB mobil dan meminjam toko aku sebagai tempat usahanya dan berjanji bahwa hasilnya akan dibagi dua, namun saat pencairan mereka hanya mengatakan bahwa aku hanya kebagian dua juta. Aku menolaknya dan sampai detik ini mereka juga tidak pernah datang ke sini lagi, padahal sebelumnya mereka datang ke rumah setiap hari. Aku sangat tidak menyangka mereka akan berbuat seperti itu dalam kondisi aku kekurangan modal untuk memenuhi orderan yang belum selesai.


Aku sekarang paham, kenapa kita hanya harus berharap 100% kepada Allah, karena berharap kepada manusia hanya akan melahirkan kekecewaan. 

Istri salah satu pejabat tinggi juga yang mau transfer 100 juta tidak ada kabarnya. Kepala panti dan pesantren yang mau pasang karpet untuk tiga lantai hanya PHP, dan banyak lagi ujian lain disaat aku sedang berusaha hijrah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Namun, disituasi begini, aku sangat bersyukur Allah mendatangkan teman-teman baru yang satu iman yang saling tolong menolong. Aku sangat berterimakasih kepada Teh Deia dan organisasinya yang hampir setiap hari datang ke toko dan berbelanja. Teh Deia bahkan tidak mau aku berikan komisi karena dia mengatakan lilahitaala.


Semoga aku bisa kuat menjalani ujian demi ujian yang aku hadapi saat ini dan bisa istiqomah untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sebab kelak saat aku harus kembali kepada-Nya, aku tidak ingin malu dengan membawa banyak bekal dosa. Aku ingin total berserah diri, membersihkan diri, walaupun jalan untuk itu terjal dan berliku. Mudah-mudahan aku tidak tergoda agi oleh jebakan-jebakan setan yang menipu dan seringkali memperdayakan manusia agar tersesat.


Dalam sujud yang panjang

Iring-iringan tangis serupa rintihan rindu yang tertunda

Waktu yang memanggil sunyi untuk kembali

Dan rintik hujan basah mengisyaratkan kebahagiaan


Dia yang menunggu sejak lama

Pada pintu cahaya yang aku sebut lentera

Memampah rindu yang sejak lama terkubur pada kalbu

Kini merumah, menujukkan peta pada jalan-jalan yang berliku


Duhai Sang Penenang kegelisahan,

Aku ingin bisa mengetuk pintu-Mu setiap malam

Pada resah yang tidak bisa aku sembunyikan lagi

Ajak aku berlari..

Pada masa dimana aku belum mengenal nafsu diri

Aku ingin kembali!

Ajak aku pergi..



Monday, November 1, 2021

TITIK NADIR

 


    Aku telah sampai pada titik ini. Titik dimana seleksi alam mulai berlaku, tentang siapa yang masih berada di dekat kita dan tentang siapa yang telah pergi dan menjauh.

Ini adalah hari ke delapan aku puasa dalam rangka puasa Nabi Musa (40 hari) untuk membersihkan diri. Aku dan ibu juga sekarang mulai membiasakan diri shalat di Mushola keluarga, bukan lagi dikamar. Jadi, pukul dua dini hari kita bangun dan shalat di Mushola hingga menunggu adzan subuh dan setelah subuh, aku langsung membuka toko. Walau jam tidur jadi berkurang drastis, tapi aku merasakan sesuatu yang belum aku rasakan sebelumnya, yaitu sebuah ketenangan jiwa.


    Aku sangat berterimakasih kepada orang tua, terutama ibu yang selalu ada dalam suka dan duka. Ibu yang selalu mau mendampingi berjuang hingga titik darah penghabisan. Aku juga bersyukur ada Pa Erwin dan Bu Tina yang selalu siap sedia 24 jam, bahkan di saat aku hampir putus asa dan ingin mati, mereka selalu ada untuk menssuport, baik materi (jika ada) ataupun tenaga. Ayu Fitri aku juga sangat berterimakasih untuk semua pengorbanan yang dilakukan hingga detik ini, walau mungkin kelak dia akan membatasi dirinya karena beberapa hal, tapi mungkin itu sudah menjadi pilihan baginya.


    Aku sudah melangkah terlalu jauh. Terbang tanpa kendali hingga menabrak banyak rambu-rambu dan melukai orang lain. Aku terlalu berambisi untuk menjelajahi semesata dan menggenggam beberapa bagian dari bintang-bintang, namun aku lupa bahwa banyak andil orang lain di sana. Jadi, di saat kendali aku lepas, dan semua tidak sesuai dengan rencana, aku kemudian membuat amarah mereka meluap.


    Tuhan tengah menegurku dengan beberapa kejadian agar aku total berharap kepada-Nya. Tuhan sedang mengujiku agar aku bisa membersihkan diri dari dosa-dosa masalalu. Jujur, kadang aku sudah sangat tidak kuat, tapi aku kemudian sadar bahwa Dia tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya.


    Aku tidak akan pernah bisa mengulang waktu, namun mungkin aku bisa memperbaikinya. Tapi, aku tidak yakin apakah keadaan akan menjadi lebih baik atau tidak, namun yang pasti sekarang aku hanya ingin Dia menerima taubatku dan memberikan kesempatan bagiku untuk menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.


    Malam ini aku ingin menganggap bahwa hari ini hari terakhirku, sehingga aku bisa mempersembahkan yang terbaik untuk Tuhanku dan orang-orang disekitarku. Aku sangat minta maaf kepada orangtua, saudara dan teman-teman karena aku belum bisa berguna dan memberikan yang terbaik untuk mereka. Semoga esok hari, saat aku diberikan kesempatan untuk hidup lagi, aku ingin berada dijalan yang lurus dan lebih berguna bagi orang lain.


Melepas banyak airmata pada hujan yang tak jatuh

Dan mereka pun gugur satu persatu

Pada belenggu yang mereka kira beku

Tinggallah kini sepasang ranting basah dan ulat yang tak hidup

Diam menghiburku tanpa melihat belenggu itu


Kini aku paham tentang seleksi alam

Tentang eliminasi persahabatan, persaudaraan

Tentang topeng kepura-puraan atau ketulusan

Tentang memanfaatkan atau mengorbankan

Tentang teman atau lawan

Tentang mana yang bertahan atau meninggalkan


November bersenandung tentang awan dan denting hujan

Tentang kehilangan dan kepergian

Dan tentang jiwa yang mulai kembali pada kesucian

Menuju Tuhan

   

Thursday, October 28, 2021

GULA JAWA


 

    Bukan kembang gula, manis tapi tidak memakai warna. Manis, namun tidak beraneka rupa. Aku suka sisi gelapnya. Hitam, legam, namun memiliki rasa. Murni dan manisnya adalah sejati. Gula jawa, kejora lain dari langit yang tengah mengusik jiwa.


    Aku suka mengamati diamnya. Selaksa yang mampu membuat jari-jariku hidup menari dalam kota impian. Dia adalah lampu malam tatkala imajinasi terpenjara dalam pintu keterbatasan. Dia adalah peta ketika aku ingin mencapai satu titik rasa. Dialah matematika, kalkulator hidup yang bisa merancang gubuk tua menjadi istana.


    Gula jawa, bukan kembang gula. Manis , namun tidak berlebihan. Aku terpesona dengan rasa, bukan dengan rupa yang menjadikan nestafa. Aku suka wanginya yang khas, aroma lain yang disuguhkan pagi tatkala hidup tak bisa lagi mengambil nafas.


    Aku butuh keberadaannya pada secangkir kopi pahit yang aku seduh setiap hari. Aku butuh rasa manis pada pahitnya rasa yang aku teguk tanpa gula. Aku menikmatinya, hingga kemudian rasa manis itu berangsur-angsur hilang, meninggalkan kopi pahit yang selamanya tetap pahit.


    Kini, aku paham tentang arti sebuah keberadaan, kesementaraan. Tentang rasa panas yang pelan-pelan menguap dan menjadi dingin. Tentang rasa dingin yang kemudian mengembun pada segelas kaca yang lalu membuatnya biasa. Ada begitu banyak perubahan dalam setiap fase kehidupan yang membuatku mengerti bahwa banyak hal yang tidak pernah abadi.


    Seperti gula jawa, manisnya ibarat sebuah rasa sabar yang perlahan-lahan terkikis oleh amarah. Tulusnya bisa mengendur oleh getirnya ujian hidup yang kadang-kadang melampaui batas pikir seorang manusia. Gula jawa yang kemudian bisa habis dan tak bisa lagi membuat secangkir kopi menjadi manis.


    Kini, yang pahit aku biarkan menjadi pahit. Aku ingin kopi tetap bisa menjadi dirinya sendiri. Kopi yang tak akan bisa semanis gula, tapi wanginya tetap menggugah selera. Aku tak ingin lagi menjadikan rasa pahit sebagai alasan agar gula datang untuk memberikannya sedikit rasa manis. Sebab rasa manis yang sebenarnya ternyata bukanlah dari gula, namun dari rasa syukur ketika lidah masih mampu mengecap rasa.


    Gula jawa, aku akan tetap mengingatnya sebagai “rasa manis” ketika kopiku terasa begitu pahit. Terimakasih telah membuat aku menikmati secangkir kopi yang aku seduh setiap pagi. Terimakasih banyak, manis itu kini telah aku jadikan pelangi, pada kembang gula yang aku cicipi hari ini.


   

Sunday, October 17, 2021

KOTAK ILUSI

 


    “Hai Moy, selamat datang didunia ilusi. Sebuah ruang hampa dimana tak ada lagi hukum gravitasi. Tak ada batas, tak ada ujung dan tak ada aturan baku yang bisa memenjarakan kreativitasmu. Di sini kamu bisa bebas mengambil gambar dan warnamu sendiri. Hitam atau pun putih tidak akan ada yang menyalahkan. Bukalah matamu dan rasakan ruang hampa ini. Duniamu melayang, ringan dan sunyi. Perkenalkan, aku Nay!”


    Bergerak memutar, nyaris hanya bola mataku yang menjelajah semua tempat ini. Monokrom, hitam dan banyak titik cahaya putih bertaburan melingkar seperti bintang-bintang. Tubuhku melayang dengan wajah menengadah ke atas. Ringan, tidak ada beban apa-apa. Tak ada kebisingan, kegaduhan, bahkan suara degup jantung pun terdengar begitu halus.


    “Nay, apakah aku sedang bermimpi? Nay, apakah kamu laki-laki atau perempuan? Kenapa aku tidak bisa melihatmu? Suaramu membuatku tidak bisa menebak jenis kelaminmu!”


    Nay, satu nama dalam kotak ilusi yang baru saja memperkenalkan dirinya sendiri. Tak berwujud, tak berupa, hanya bersuara, bergetar dan menghantarkan fibrasi.


    “Kamu tidak sedang bermimpi, tapi kamu baru saja terbangun. Aku bukan laki-laki dan bukan pula perempuan. Aku bisa menjadi apa saja yang kamu mau. Laki-laki atau perempuan, hewan atau tumbuhan, kemarau atau hujan, semua hanya ilusi. Apa yang kamu lihat selama ini pun hanya fatamorgana yang terbentuk oleh kepadatan cahaya dan getaran. Sejatinya semua kosong. Dan yang ada hanyalah kamu dan siapa yang telah membuatmu ada!”


    Kotak ilusi dan rahasia fibrasi yang selama ini telah memancarkan frekuensi ke segala penjuru dunia. Dan manusia-manusia berbaris dengan antenanya sendiri. Merangkum gambar dan rasa yang telah dia dapatkan dari sinyal-sinyal yang bisa ditangkapnya. Semua yang terekam kemudian menjadi benda padat yang bisa dinamai dan diklasifikasikan ke dalam kelompok-kelompok. Mereka lalu memberinya nama, memberikannya pembeda, sehingga kemudian semua menjadi begitu rumit.


    Aku tengah mengasingkan rasionalitasku ke dalam dimenasi lain yang tidak bisa dikenali oleh logika. Aku ingin mulai paham akan dasar dari sebuah penciptaan. Aku ingin mengerti tentang partikel-partikel terkecil yang membuat kita bisa merasakan tentang apa itu mencintai.

Sebab aku pernah terbangun dan membawa rasa sakit dan rindu yang begitu dalam pada ilusi yang mereka namakan mimpi, padahal sudah sejak lama rasa itu aku kira sudah tidak pernah ada lagi. Aku ingin jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang masih aku gantungkan pada denting ketidakpastian yang semakin menua dan berkarat dimakan senja.


    “Nay, aku sangat lelah dengan aturan. Aku ingin beristirahat, namun belum waktunya aku untuk bisa tertidur lelap. Aku butuh lampu ajaib yang bisa membuat semuanya berubah seperti apa yang seharusnya terjadi. Aku telah membuat banyak kekacauan. Aku telah membuat diriku sendiri bingung. Entahlah, aku merasa begitu terasing dan sunyi. Bisakah kamu menampakkan diri?”


Aku kemudian bisa melihat Nay dalam wujud seperti yang aku mau. Tubuhnya, rambutnya, baunya, suaranya, nyaris tak ada yang meleset dari apa yang aku bayangkan sejak lama. Dia tersenyum dan memeluk dengan begitu erat.


“Bahagia! Dan jadilah bahagia! Kamu hanya perlu tersenyum dan bahagia!”


Nay masih memelukku erat, membuat kata “bahagia” menjadi melodi lain yang mampu menggerakkan titik-titik airmata ke pundaknya. Apakah ini arti dari memeluk tubuh sendiri? Apakah inilah arti dari menyandarkan harapan pada afirmasi yang diucapkan sendiri?


    “Nay, aku sudah tidak tahu lagi bagaimana mengembalikan telur-telur itu ke sarangnya, sedangkan semua telur yang sudah aku ambil telah aku habiskan tanpa sisa. Aku kira ayamku akan bertelur lebih banyak dari telur-telur yang sudah aku ambil, tapi ayamku ternyata hanyalah ayam mainan yang tidak akan pernah bisa bertelur sampai kapanpun.”


Nay tersenyum tulus dan kedua tangannya menepuk pundak manusia yang tengah kehilangan harapan ini.


    “Segala sesuatu di dunia ini memiliki nilainya sendiri. Kamu bisa memberi harga sesuai dengan apa yang kamu mau. Siapa bilang ayam mainan ini tidak bisa menghasilkan telur? Siapa bilang ayam mainan ini tidak bisa membuatnya bisa membeli ayam hidup yang mampu bertelur? 

Kamu telah membatasi dirimu sendiri dengan berbagai analogi ketidakmungkinan yang membuat ide dan harapan kemudian mati begitu saja. Bayangkan saja, seorang public figur pun bisa menjual mainan itu dengan harga 100x lipat dari harga produksi mainan itu sendiri. Apa yang membuat mainan itu berbeda? Bukan mainannya yang berbeda, tapi cara kamu menempatkan dan memberi nilai pada mainannya yang membuatnya berbeda. Mungkin kamu pernah membeli air mineral di pasar, di tempat pariwisata dan di CafĂ© dan harga air mineral itu berbeda-beda, padahal memiliki merk yang sama, lalu apa yang membuat yang satu bisa lebih mahal dari yang lain? Kamu tentu tahu jawabannya. Tempat, pengemasan, dan cara kamu menjual adalah cara yang bisa menaikkan harga sebuah produk. Jadi, berpikirlah dengan lebih bijak. Ide-ide dalam kepalamu tentu jauh lebih mahal dibandingkan dengan ayam mainan ini. Idemu bahkan bisa menghasilkan telur-telur emas yang mampu membuatmu mendirikan sebuah peternakan ayam. Ayo, bangkitlah! Harapan tidak pernah kalah oleh kesedihan!”


    Cahaya benderang berpendar memenuhi isi kepala. Terang, jelas dan terasa begitu membantu perjalananku ketika membaca peta.


“Terimakasih Nay! Tapi, apakah harapan itu masih ada? Meskipun waktu yang kita miliki sudah tidak banyak lagi?


Nay menatap bola mata yang masih penuh dengan ketidakyakinan akan hidup. Wajah Nay semakin mendekat, tak berkedip. Tatapannya seakan berbicara banyak hal akan harapan.


    “Kali ini kamu harus belajar lagi tentang apa itu waktu dan siapa yang telah menciptakan waktu. Bukankah waktu di ruang hampa dan di dunia berbeda? Bukankah hanya sang pemilik waktu yang bisa mengubah-ubah jarum jamnya? Kamu hanya perlu mengenal-Nya lebih dekat dan dia akan memberikan apa saja termasuk ketidakmungkinan yang selama ini membuatmu resah!”


    “Mengenal-Nya? Bagaimana cara aku mengenal-Nya?”


Nay tersenyum dan menghela nafas panjang.


    “Dengan cara mengenal dirimu sendiri!”