Saturday, December 12, 2020

Selendang Pertaubatan


   


           Sekelabat cahaya melintas di depan mata. Ada sejuk menyusup ke dalam dada. Lantunan yang masih saja menyibukkan mulut dalam menyebut asma-Nya. Hening seakan menjadi jembatan rasa dalam mengenal apa itu “ada”. Sepertiga malam tanpa riuh ricuh gaduh manusia yang selalu sibuk akan sandiwara dunia, seolah mengenalkan kepadaku apa itu hakikat hidup yang sebenarnya. Perjalanan dimana dosa kemudian bermuara pada titik-titik pertaubatan dan harapan kemudian lahir kembali dari rahim pengampunan.


          Dia adalah ketenangan. Obat gelisah ketika jiwa tak mampu lagi mengenal apa itu bahagia. Dia adalah penawar ketika perjalanan hidup terasa begitu pahit. Dia merangkul dengan hangat, ketika tak ada satu orangpun mampu menyelimuti dinginnya malam yang penuh dengan kecurangan.


          Kau tahu apa itu ketiadaan? Ujung dari jendela hiruk pikuk dunia yang kau anggap "selamanya”. Duri yang menyesakkan rasa tenang, ketika kelak kau sadar bahwa apa yang kini kau perjuangkan, kelak akan tertimbun oleh tanah. Uang yang kau anggap malaikat kebahagiaan hanyalah lembaran-lembaran kertas pemicu pertengkaran. Dunia telah memabukkan para petualang yang lupa jalan pulang. Seperti keadilan yang kemudian terbengkalai pada  baju para pemuas nafsu.


          Aku tengah mengingat lagi tentang siapa itu “diri”. Tragedi ketika hati terjerembab pada babak yang tidak pernah Dia setujui. Waktu yang aku gulirkan pada tempat-tempat sampah yang tak pernah berfaedah. Lari dari satu nyala lilin untuk kemudian membakar diri pada kobaran api. Aku telah membiarkan “tiket neraka” mempersembahkan lahannya dengan sukarela.


          Aku masih berada di persimpangan. Dalam tangis-tangis yang hanya bisa diterjemahkan oleh-Nya dalam kalimat-kalimat rintihan dan permohonan. 

Perjalanan panjang di mana rindu kemudian tahu dimana nurani seharusnya bersimpuh pilu.


          Tuhan bangunkan kesadaranku dari dongeng lama tentang tarian para putri raja. Sadarkan aku dari bendungan airmata yang aku kumpulkan tatkala aku berkenalan dengan asmara. Bangunkan aku! Seperti Kau membangunkanku ketika sedih tak mampu lagi menembus garis waktu. Biarkan aku masuk dan melebur bersama aliran rindu. Aku ingin mengenal-Mu!





Monday, November 30, 2020

Seandainya Aku Punya Sayap

 


Seandainya aku punya sayap
Terbang, terbanglah aku
Ku cari dunia yang lain
Untuk apa disini

Seandainya dapat kau rasakan
Kejam, kejamnya dunia
Tiada lagi keadilan
Untuk apa ku di sini

Menjerit dan menangis, pilu dan derita
Merintih dan berdoa dimanapun berada

Seandainya aku punya sayap
Terbang, terbanglah aku
Kucari dunia yang lain
Untuk apa ku disini

Menjerit dan menangis, pilu dan derita
Merintih dan berdoa dimanapun berada

Menjerit dan menangis, pilu dan derita
Merintih dan berdoa dimanapun berada
Oh-oh duniaku yang fana ooh

Seandainya aku punya sayap
Terbang, terbanglah aku


(Rita Butar Butar)


    Selamat datang Desember, bulan penutup di mana tahun 2020 akan segera berakhir. Ada banyak cerita di Bulan November yang telah berlalu kemarin, tentang perjuangan, pengorbanan dan kejamnya kehidupan seperti yang digambarkan oleh lagu Rita Butar Butar “Seandainya aku punya sayap”. Ada banyak babak-babak menegangkan dalam hidup yang harus aku lalui tanpa bantuan siapapun selain dari Sang Pencipta.


    Kadang aku bertanya, kenapa aku yang diberikan ujian sepahit ini? Ada banyak pertanyaan mengapa yang kemudian aku runtuhkan satu persatu setelah mengetahui bahwa ujian-ujian itu adalah ladang dihapuskannya dosa-dosa. Tapi, terkadang ada satu waktu di mana aku merasa semua terasa begitu berat dan aku seorang diri harus menjalaninya dengan topeng bahagia, sungguh miris.


    Kapan badai akan berlalu dan pelangi datang menghiasi hari-hari? Entahlah, akhir-akhir ini aku terlalu terlena dengan derita yang sebetulnya masih bisa aku syukuri. Proyek-proyek besar yang tinggal menunggu pencairan dan kemudian batal itu adalah ujian dimana aku tidak boleh terlalu berharap kepada sesuatu selain-Nya. Pahit, di PHP (Pemberi hrapan palsu) itu sangat pahit dan menguras tenaga. Tapi, jika aku mengingat lagi takdir-Nya, mungkin ini adalah rencana terbaik dari Allah yang tidak aku sadari.


    Semoga awal bulan Desember ini banyak kejutan dan hadiah terindah dari Allah. Aku ingin bisa belajar sabar dan ikhlas atas semua ketentuan yang Dia tetapkan untuk hidupku. Semoga semua doa, harapan, usaha dan ikhtiar yang selama ini diperjuangkan bisa berbuah manis, Aamiin Ya Rabbal Alamin.


    Seandainya aku punya sayap, aku akan terbang melintasi rasa takutku akan hidup. Akan aku jelajahi kerumitan pikir yang kadang-kadang mengekang langkah untuk berlari lebih cepat. Seandainya aku punya sayap, aku ingin terbang kembali ke masalalu dan mengubah apa yang salah yang telah dilalui oleh waktu. Seandainya aku punya sayap, aku akan terbang pada rumah-rumah berdebu bernama rindu. Akan aku titipkan pilu pada hidup yang penuh dengan liku. Seandainya aku punya sayap, aku akan terbang mengejarmu dan mengatakan bahwa aku tidak ingin kehilanganmu. 


Saturday, October 31, 2020

NIKE ARDILLA


 

    22 Oktober 2020, tepat pada malam jumat adalah kali pertama Nike Ardilla datang ke dalam mimpiku. Mimpi yang kemudian datang terus menerus selama satu minggu sehingga aku terus memutar lagunya karena perasaan aneh yang tiba-tiba aku rasakan sejak itu. Ada perasaan sedih, rindu, dll yang menurutku tidak masuk akal karena aku bukan fansnya. 

Dulu, ketika Nike meninggal dunia, usiaku masih 5 tahun sehingga aku tidak terlalu ingat. Setelah itu juga aku pernah mendengar lagu-lagunya, tapi hanya sekedar mendengar dan memuji bahwa suaranya bagus, cukup. Namun, kali ini aku seakan didorong untuk mencari tahu lebih banyak tentang dia dan bahkan menyampaikan beberapa pesan yang memang secara tidak langsung dia utarakan di dalam mimpi.


    29 Oktober 2020, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW, aku dan keluarga pergi menemui nenek-nenek yang sudah dianggap sebagai keluarga di Lucky Square setelah sebelumnya kita datang ke khitanan tetangga. Pulang dari Lucky Square pada pukul 16.00, aku dan keluarga langsung pergi ke BRC Antapani karena mau me-ruqyah keponakan sekalian melakukan terapi bekam untuk aku dan ibu. Selesai dari BRC sekitar pukul 17.30, keponakanku dengan nada bercanda menyebut ingin ke Musem Nike Ardilla. Keponakanku yang masih kelas dua SD jadi tau tentang Nike selama satu minggu ini karena aku memutar lagunya. Aku tidak mengiyakan permintaannya, tapi aku langsung meminta supir untuk ke Museum tanpa sepengetahun keluarga. Ibu dan adik mengira bahwa aku akan langsung ke tempat makan. Tapi, ketika tiba-tiba sampai di Museum, semua orang kaget dan tidak mau ke luar dari mobil karena takut. Keluarga takut karena itu malam jumat dan sudah larut malam. Keponakanku juga tidak mau ke luar, namun setelah aku bersikukuh untuk ke luar, maka merekapun ikut masuk ke dalam Museum. Aku, ibu dan supir bahkan shalat berjamaah di dalam Museum, setelah sebelumnya mencari Masjid, namun tidak menemukannya.


Sebetulnya Museum tutup jam 17.00, tapi aku konfirmasi terlebih dahulu ke nomor Kakaknya yang ada di google bahwa aku ingin ke sana karena mimpi terus mendiang Nike, maka Kakaknya mempersilahkanku untuk datang.

Selesai shalat, aku dan keluarga berkeliling di Museum, sehingga ada perasaan plong di dalam hati. Namun, saat aku dan keponakan masuk ke dalam kamarnya, aku mendengar suara yang tidak begitu jelas di pojok kamarnya, sehingga aku berlari. Mulanya aku mengira bahwa keponakanku membunyikan handphone, padahal tidak. Aku menebak mungkin itu adalah jin yang ada di Museum ini, wallahuallam.


    Sepulangnya dari Museum, masih ada perasaan mengganjal di dalam hati yang belum aku mengerti sama sekali. Dan malamnya aku masih tidak bisa tidur sendiri karena ada perasaan takut. Hari itu aku kembali bermimpi yang sama tentang Nike, namun dia tidak bersuara sedikitpun. Setiap kali Aku mimpi dengan orang yang meninggal, memang mereka tidak berbicara tapi hanya menunjukkan apa yang mereka ingin sampaikan.


    Keesokan harinya, tanpa rencana dan konfirmasi kepada keluarga, aku mengundang kepala Panti Penghafal Al Quran dan anak-anak asuhannya untuk mendoakan almarhum di rumahnya dan alhamdulilah Pa Mustaqim mengiyakan. Aku pun kemudian meminta ijin kepada kakak almarhum untuk merealisasikannya dan Pa Alan juga setuju dan berterimakasih untuk niat itu.


    Kami semua kemudian melakukan tawasulan dan membacakan surat yasin untuk almarhum. Aku juga sempat menceritakan bahwa ini adalah kejadian kedua yang aku alami setelah sebelumnya pada tahun 2012, hal serupa pernah terjadi kepadaku. Dia adalah Mahasiswi ITB yang meninggal saat arung jeram di sungai Cikandang, Garut Selatan pada usia yang sama dengan Nike yaitu 19 tahun, namun bedanya Mahasiswi itu beragama katolik.


    Selesai tawasulan dan berpamitan dengan keluarga almarhum, aku kemudian pulang dengan memesan grab. Dan ada hal yang unik saat aku berada di dalam grab itu. Supir grab bisa mengetahui banyak hal tentangku, bahkan sesuatu yang tidak diketahui oleh banyak orang. Dia juga bisa mengetahui tentang Nike ini dan juga pengalamanku sewaktu 2012. Jujur ini membuat aku kaget dan ketakutan. Aku sampai membuka kaca jendela. Aku berpikir mungkin ada jin di dalam mobil ini yang membisikkan banyak hal kepadanya. Tapi, supir tersebut mengatakan bahwa “aya nu ngaping” (ada yang membimbing) di dalam diriku yang tidak aku sadari. Entahlah, aku mengatakan bahwa aku penakut dan tidak mau tau lagi tentang hal mistis. Dia bahkan bisa tahu aku lahir pada hari jumat malam. Oya, dia juga menjelaskan bahwa pengalaman 2012 dan yang sekarang berbeda, karena kejadian 2012 sebetulnya akan mencelakakan aku, karena kalau aku waktu itu lengah, maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan saat aku datang ke sungai Cikandang. Namun, berbeda dengan yang terjadi saat ini, almarhum Nike ingin agar aku membuat sebuah kebaikan seperti yang dia lakukan semasa hidup. Supir ini juga menjelaskan bahwa kadang-kadang hal seperti ini terjadi kepada orang yang memiliki beberapa sifat dan karakter yang mirip, meskipun kita bukan keluarga ataupun penggemarnya. Entahlah, aku merasa aneh dengan supir ini. Aku yang tadinya akan turun di Cibiru, kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Rancaekek.

Oya, pesan terakhir dari supir ini adalah bahwa aku harus bisa konsisten membersihkan hati agar bisa mengasah apa yang sudah ada di dalam diri. Aku tidak mengerti apa maksud bapak itu berkata demikian, tapi yang pasti dia tahu bahwa ketika aku masih bayi, guru ayahku yang sering belajar ilmu makrifat, menurunkan ilmunya kepadaku. Bukan ilmu seperti perdukunan, tapi guru ayah adalah ahli sufi.


    Malam harinya, aku bisa tidur lagi sendiri tanpa ada rasa takut. Dan seperti biasa, jam 03.00, ibuku membangunkan aku untuk shalat tahajud. Selesai shalat tahajud itulah aku kembali bermimpi bertemu dengan almarhum, namun kali ini mimpinya berbeda dengan yang sebelumnya. Di mimpi itu, dia menunjuk ke sebuah batu nisan (masih berbentuk kayu yang baru saja ditancapkan) dan tertera nama aslinya Raden Nike Ratnadilla Kusnadi binti Raden Edi Kusnadi. Dari situ aku paham bahwa almarhum ingin aku mendoakannya sesuai nama aslinya. Jujur, selama ini aku dan anak-anak panti kemarin, mendoakannya dengan nama Nike Ardilla, bahkan aku selalu mendoakannya dengan menyebut Nike Ardilla binti Adam, agar cepat karena aku tidak tahu nama ayahnya, padahal sebetulnya aku bisa mencarinya di google, tapi saat itu aku pikir mungkin sama saja, tapi ternyata tidak.

Setelah itu, mimpi berlanjut dan kali ini aku seperti melihat sebuah cuplikan saat terjadi kecelakaan dan aku kaget karena melihat sebelah wajahnya terluka cukup parah. Bahkan saat arwahnya ke luar dan menatap jasadnya di sebelahnya, wajahnya masih seperti itu. Almarhum diliputi dengan kesedihan. Ini adalah kali pertama aku mimpi sejelas dan sedetail ini.


    Pagi harinya aku kemudian menceritakan hal itu kepada kakak almarhum dan juga kepala panti. Kakaknya juga mengatakan bahwa kemarin lupa untuk memberitahukan nama asli almarhum saat tawasulan. Tapi, hal baiknya adalah bahwa keluarga akan melakukan pengajian atau tawasulan rutin untuk almarhum.


    Setelah kejadian ini, aku jadi banyak merenung seharian hingga aku mencurahkannya di sini. Mungkin Allah tengah memberitahu aku bahwa sudah sepantasnya aku bersyukur masih diberikan umur untuk hidup, sehingga aku bisa memperbaiki diri dan melakukukan taubat sebelum ajal kemudian datang. Allah juga ingin agar aku bisa mencontoh dan meneruskan kebaikan-kebaikan yang dilakukan mereka semasa hidupnya, karena kebaikan-kebaikan itu yang kelak akan menjadi amal jariah yang bisa menolongnya di akhirat.

Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Beristirahatlah dengan tenang almarhum Angelina Yofanka dan juga Raden Rara Nike Ratnadilla, semoga Allah mengampuni dosa-dosa kalian dan memasukan kalian ke dalam  Surga-Nya. Aamiin Ya Rabbal Alamin.














Alm Nike Ardilla



Mendiang Angelina Yofanka




Kunjungan kedua ke Museum bersama 40 anak panti Penghafal Al Quran (4Desember 2020)

Kunjungan kedua ke Museum bersama 40 anak panti Penghafal Al Quran (4Desember 2020)




Tuesday, October 13, 2020

MELEPAS BIRU

 



Ketika dia memilih untuk menikah dan memutuskan komunikasi denganku. Ketika aku dengan perasaan bahagia datang ke pesta pernikahannya dan merasa semua baik-baik saja. Ketika aku beberapa kali memperlihatkan orang-orang baru kepadanya dan semua tidak pernah ada masalah. Namun, kadang-kadang ada satu waktu aku merasa begitu kehilangan karena komunikasi itu sudah benar-benar tidak ada, bahkan untuk sekedar sapa dan bertanya apa kabar, terasa begitu mustahil untuk dilakukan.


    Dan kini aku sedang berusaha bangkit dari berbagai musibah yang datang dalam hidupku, mulai dari menstabilkan keuangan setelah terkuras oleh biaya RS Santosa, lalu kemalingan dan terakhir karena efek Corona. Bulan-bulan kemarin aku bahkan difitnah besar-besaran oleh orang yang tidak bertanggung jawab yang telah mencuri HP dan dompetku. Semua data di HP dan flashdisku disalah gunakan, sehingga aku harus bolak-balik ke kantor polisi untuk melaporkannya.


    Bulan ini, aku sebut sebagai sebuah kebangkitan. Aku mulai gencar menggenjot penjualan, memperbanyak reseller dan berencana membuka usaha kuliner dan semua tidak mudah, terutama ketika akan merekrut pegawai baru. Aku sempat memberhentikan pegawai yang baru saja direkrut karena tidak bertanggung jawab dan tidak bisa dipercaya.

Dan ditengah perjuanganku saat ini, tiba-tiba saja aku mengingatnya. 


    Kalau saja dia masih mau berkomunikasi dalam ikatan pertemanan seperti dahulu, mungkin aku tidak akan merasa hampa seperti sekarang. Dia adalah orang yang paling mengerti bagaimana perasaanku. Dia sering membuatku merasa nyaman didunia maya. Aku bisa bercerita apa saja kepadanya dan dia tidak pernah merasa bosan. Tapi, kini dia sudah menikmati dunia barunya tanpa kehadiran aku, sahabat lamanya didunia maya.


    Aku masih ingat, bagaimana dulu kita chat setiap hari. Kita bisa bebas menceritakan apa saja. Dia adalah teman yang sangat menyenangkan didunia maya. Dan kenangan dengannya dalam bentuk foto sudah hilang semuanya di HP ku yang dicuri orang. Aku sungguh marah dengan pencuri itu, karena sebuah kenangan tidak bisa terulang lagi. Dan kini aku sudah benar-benar kehilangan dia.


    Setelah dengannya, aku memang mendapatkan beberapa orang yang dalam hal fisik lebih dari dia, tapi dalam hal ketulusan, tidak ada yang bisa mengalahkan ketulusan dia terhadapku. Aku ingin sekali mengulang moment dimana kita masih berteman didunia maya dan belum bertemu didunia nyata. Dia adalah orang yang paling setia mengunggu tulisanku, terutama ketika aku menulis puisi. Dia bahkan pernah memiliki perasaan mendalam yang belum pernah aku rasakan kepadanya. Dia pernah lomba berenang dengan temannya dan membayangkan aku sebagai hadiahnya jika dia menang dan dia sangat semangat sekali. Dia pernah mengatakan bahwa dia lebih menggebu-gebu menyukaiku dibanding artis kesayangannya, Raffi Ahmad, hahaha. Kalau dia ingat ini sekarang mungkin dia akan tertawa dan merasa illfeel dengan kelakuannya dulu.


    Sekarang dia tengah mengarungi bahtera rumah tangga yang dulu dia takuti. Dia terlihat bahagia dan baik-baik saja. Aku merasa senang melihatnya. Tidak ada rasa cemburu dalam diriku atau merasa terluka, karena aku tidak pernah benar-benar mencintainya. Aku hanya menyayanginya sebagai saudara dan dia selalu tahu akan hal itu. Sehingga aku harap dia tidak pernah salah paham ketika aku mencoba berkomunikasi dengannya, karena aku merindukan dia sebagai sahabat didunia maya, bukan sebagai kekasih. 


Merindu laut yang kau sebut kemelut..

Daun-daun jatuh yang dulu kau kira akan jatuh ditamanku

Berjalan dengannya, dan kau tengah menikmati langit senja

Ombak telah menghantam rasamu yang dulu bersikukuh hadir

Dan kini dialah malaikat penakluk fajar

Membangunkan sepimu dari gaduhnya kisruh hati

Kau telah meminang bahagia 

Dan aku baru saja berkenalan dengan nestafa

Rindu yang bersikukuh mengenalmu lagi dalam secarik rasa

“Aku baik-baik saja!”

Anggap saja aku mengucapkannya

Dalam setiap helai udara yang tidak bisa aku nikmati lagi..



Tuesday, September 15, 2020

SEPTEMBER PURNAMA

 



   

    Pernahkah kau melihat tanggal-tanggal pada kalender jatuh berguguran?Hari demi hari yang tidak meninggalkan jejak pencerahan. Tanggal merah, biru, kuning, hitam, semua tampak sama dalam balutan kekhawatiran. Pengingat akan langkah dari masalalu yang tidak bisa berkompromi dengan waktu.


    Duka itu, gelombang getaran dari vibrasi pedih yang melingkupi bulan September tengah bersukacita pada pesta yang merenggut bagian-bagian malam dimana mata tak pernah bisa lagi terpejam dengan rapat.

Ada sendu, iring-iringan risau yang lalu lalang dalam hilir mudik ketenangan.


    Beri aku waktu untuk menebus dosa masalalu! Catatan hitam dimana hati pernah berkelana menembus huru hara fana. Candu yang kini menjelma menjadi bisa dalam penjara lara. Apa yang salah dengan gundah? Kekhawatiran yang seakan-akan berkuasa pada semesta.


    Kapan tanggal-tanggal itu memahat dirinya sendiri? Dan mematung pada kalender yang aku pajang pada dinding-dinding harapan. Kapan airmata mengering dan tawa menjadi lukisan baru dalam tema yang aku tulis “bahagia?”.


    Ingin rasanya menyerah, tapi hati tidak bisa putus asa. Impian itu masih aku gantungkan di petala langit. Deretan rencana dan cita-cita yang aku namakan masa depan. Hari yang mungkin kelak akan penuh dengan gelombang sukacita. Aku ingin damai segera bersemayam. Menyenandungkan  puji-pujian kepada Tuhan. Hingga munajat doa tidak lagi berduka seperti rangkaian putus asa nyanyian sang pendosa. Tuhan, berikan semesta itu dalam genggaman! Aku ingin beriman!

Friday, August 28, 2020

Perjalanan Spiritual

 



    Berawal dari rasa ingin tahu yang mendalam tentang ilmu Makrifat, lalu saya mendapat wejangan dari nenek tentang dzikir yang selaras antara mulut, hati dan pikiran, kemudian saya ikut ziarah ke makam leluhur di Sumedang, dan terakhir puasa dari mulai kemarin, hari ini dan besok (puasa Asyura), rasanya saya mendapat sebuah pelajaran yang sangat berharga tentang spiritual dalam kehidupan saya.


    Dulu, meskipun saya shalat tahajud dan dluha setiap hari bersama ibu saya, namun saya sadar bahwa shalat-shalat sunat yang saya kerjakan tersebut hanya sebatas gerakan dan ucapan dimulut saja, namun tidak menyentuh hati saya. Shalat yang sesungguhnya bisa mencegah perbuatan keji dan munkar, malah tidak mengena sama sekali. Ibadah jalan, namun maksiat juga jalan. Hidup seakan hanya mempertuhan hawa nafsu. Sedih dan bahagia yang dulu saya rasakan hanya karena urusan dunia, tidak lebih. Akan tetapi, ketika saya sedikit saya belajar tentang ilmu makrifat, saya merasakan tabir itu mulai terbuka secara pelan-pelan.


    “Allah itu lebih dekat dari urat leher kita. Siapa yang mengenal dirinya, maka dia dapat mengenal Tuhannya.”

Kalimat itu terus terngiang-ngiang dalam telinga. Apakah selama ini saya sudah mengenal Allah? Sepertinya belum. Jangankan mengenal Allah, mengenal diri sendiri juga belum. Lantas terbesitlah sebuah penyesalan di dalam diri tentang waktu yang selama ini disia-siakan begitu saja.


    Apa yang kita kejar selama ini? Uang? Jabatan? Orang yang kita cintai? Dan semua hanyalah fatamorgana dunia yang menipu. Sebuah kesemuan yang kemudian menjerumuskan kita ke dalam jurang kesengsaraan. Dunia yang manis, namun mengandung racun yang mematikan.


    Pernahkah kau mencintai seseorang? Mungkin sebagian besar orang akan menjawab iya. Cinta yang tidak lain adalah jelmaan hawa nafsu belaka. Membuat kita tunduk patuh dan rela berkorban demi orang yang kita cintai, namun ujung-ujungnya mereka menyakiti kita. Tapi, Allah, Dzat yang selama ini kita lupakan, akan selalu membuka pintu untuk siapa saja yang mau bertaubat dan kembali kepada-Nya. Allah yang akan menyayangi kita sekalipun kita sering lupa dan tidak patuh akan perintah-Nya. Berbeda dengan manusia yang akan senantiasa baik kepada kita saat mereka mendapat beberapa keuntungan dari kita, tapi Allah tidak demikian. Dia adalah Dzat yang paling tulus menyayangi kita tanpa pamrih dan tidak pernah hitung-hitungan.


    Semoga kali ini saya dapat istiqomah berjalan di jalan-Nya, tanpa ada lagi godaan dari kanan dan kiri. Saya belajar pelan-pelan untuk memperbaiki diri dan menebus kesalahan di masalalu. Alasan saya berubah bukan karena sakit hati oleh manusia, karena sejak saya dekat dengannya pun, saya sudah mempunyai keinginan untuk hijrah. Semoga kali ini Allah mempermudah jalan saya untuk bisa bertaubat dan memulai hidup dalam keridhoan-Nya, Aamiin Ya Rabbal Alamin.







Thursday, August 20, 2020

PECAHAN KACA

   


Ada yang merangsak masuk ke dalam hati, meruntuhkan harapan dan mencabik-cabik kata bahagia yang baru saja dicicipi. Kau tahu rasanya ketika belahan jiwamu masih memperhatikan seseorang dimasalalunya hingga dia memberikannya hadiah di luar sepengetahuanku dan hadiah itu dia beli dariku. Kau tahu rasanya ketika dia menjanjikan sepotong cokelat dihari ulang tahunmu, namun dia tidak menepatinya dan malah kau yang memberikannya hadiah karena merasa tidak enak menemuinya dengan terlambat. Kau tahu apa itu kepura-puraan? Kepalsuan yang diciptakan hanya untuk merekatkan sebuah hubungan bisnis?


    Pernahkah kau menangis terisak-isak dan mengasihani dirimu sendiri? Pernahkah kau merasa menjadi seorang pengemis kasih sayang? Pernahkah kau merasakan ketidak adilan hidup? Kesuraman dan rasa sakit hati yang terus menggerogoti hari-hari.


    Pecahan-pecahan kaca masih berserakan di depan altar doa. Tatapan kosong dan perasaan tidak berharga terngiang-ngiang di dalam gendang telinga. Tawa telah pupus oleh rangkaian duka ketika kau selalu menjadi orang nomor dua yang kerap kalah dari medan pertempuran. Waktu terlalu mudah mentertawakanku yang selalu dianggap cadangan di dalam sebuah hubungan.


    Enyahkan saja semua sandiwara jahat itu! Aku tidak butuh pelukan hangat untuk menenangkan diri. Aku tidak perlu kata-kata sayang sebagai ungkapan perhatian. Aku tidak butuh semua kepura-puraan tanpa tindakan nyata dan pengorbanan. Aku tidak butuh raga tanpa hati. Aku bukan salah satu dari daftar nama-nama yang akan kau beri kecupan mesra. Aku masih punya nilai yang terbungkus oleh balutan komitmen dan harga diri. Aku tidak suka kebebasan. Aku bukan barang obral yang bisa dimiliki oleh siapa saja. Silahkan bermain sesukamu, dengan kata “bebas” yang kau puja setiap saat. Silahkan beri senyuman manis kepada siapapun yang akan kau peluk hari ini. Satu bagimu tidak pernah cukup untuk berjalan lebih cepat dalam hidup. Kau selalu menginginkan ada banyak nama di dalam selimut tidurmu. Sungguh memilukan.


    Hidup telah lebih dari cukup mengajarkan kepadaku bahwa “setia” hanyalah bualan dalam dongeng sang pengkhayal. Tak pernah ada yang benar-benar setia dan merekatkan janjinya dalam jalinan komitmen untuk melangkah maju menuju hari esok. Sebuah hubungan tidak lagi semenarik yang aku bayangkan. Semua hanya akan berjalan dengan saling menyakiti. Keegoisan telah menjadi tuan rumah bagi siapapun yang serakah dalam menampung perhatian dan kebahagiaan. Cukup sudah kali ini aku mencicipi lagi pahitnya duri dalam keindahan. Kesemuan adalah racun yang tengah kau teguk pelan-pelan hingga kau sekarat dan meregang nyawa. Sadis, seperti drama percintaan yang dipenuhi oleh iblis.

   

Thursday, July 16, 2020

14 Juli 2020



    Ada yang berbeda dari ulang tahunku kali ini. Dalam situasi pandemik dan beberapa daerah di Kota Bandung masih masuk dalam zona merah, rasanya aku tidak ingin mengingat ulang tahunku sekarang. Terlebih lagi UMKM sepertiku sangat terdampak sejak ditetapkannya PSBB, namun bulan Juli kali ini aku mendapatkan kembali partner yang bisa menyemangati dalam segala hal, entah bisnis ataupun tempat curhat.


    Setelah sempat menghilang pada bulan April 2019, sekarang kita kembali menjalin hubungan silaturahmi yang sempat terputus. Dia banyak menyemangati saat aku jatuh dan putus asa. Usianya memang 6 tahun lebih tua dibandingkan aku, sehingga dia bisa menjadi sosok kakak yang dewasa dan bisa menenangkanku disaat aku sedih.


    Dihari ulang tahunku, dia rela menunggu selama satu jam, setelah aku mengantarkan pesanan sepatu ke pabrik dan sebelumnya berkumpul dengan keluarga. Kita bertemu sekitar pukul 15.00 di Kiara Payung, lalu kita makan di rumah makan Cibiuk, karena beberapa café masih tutup. Rumah makan Cibiuk juga sangat sepi, tapi aku sangat suka suasana sepi, karena kita bisa bebas ngobrol tentang apa saja.


    Sore itu, kita banyak membicarakan tentang diri masing-masing dan tentang pernikahan. Kita bisa begitu lepas tertawa dan bercanda. Aku selalu nyaman bercerita kepadanya, meskipun kadang-kadang dia banyak menceritakan tentang A atau B, tapi hari itu dia tidak banyak menceritakan tentang orang lain.


    Tidak pernah ada yang spesial dihari ulang tahun, selain rasa syukur masih dikelilingi oleh keluarga yang utuh dan orang-orang yang menyayangiku dengan tulus.

Terimakasih untuk keluarga, sahabat dekat dan orang-orang yang selalu ada dalam suka dan duka. Aku bahagia.


Tak pernah lagi aku melihat iring-iringan air mata pada bendera duka dihari jumat.

Satu titik telah hilang diantara garis pena yang terlupa..

Entah dimana hampa masih menelurkan anak kesedihan

Seperti tiupan balon-balon dan cahaya lilin yang hampir pudar

Potongan-potongan kue juga kadang berduka oleh irisan pisau

Seperti luka yang dibuat oleh seringai-seringai tawa

Kadang kita hanya sedang pura-pura,

Atau bahkan kita tengah bersandiwara di balik etalase bahagia

Entahlah..

Aku sudah lupa..







Tuesday, July 7, 2020

Bunga Kertas



    Airmata senja tertahan di balik wajahnya yang tengah memucat di balik terang bulan. Rumput-rumput kering dan pantulan cahaya tanpa siluet malam tengah berarak mengiringi rasa sakit yang dia ciptakan sendiri dengan torehan-torehan luka.


    Hati bergumam tentang khayalan. Tentang rencana-rencana yang lalu runtuh oleh babak baru dari skenario kebohongan. Dia, dengan antrian nama-nama yang tersembunyi di balik sandiwaranya akan kata “setia”. Dia, dengan drama tanpa judul yang berkali-kali menyisakan airmata di akhir ceritanya. Dia, dengan tawanya yang khas yang akan menyeringai ketika mampu membuat tangis berkeliaran jatuh pada rasa sakit.


    Aku selalu salah menjatuhkan rasa. Menanam benih dan menyemai cuaca tanpa tahu aturannya. Aku terlalu mudah percaya akan janji dan ucapan kata-kata dari bibir-bibir sang pendusta. Aku tak pernah paham akan kemarau yang meruntuhkan dinginnya penghujung malam. Aku tak pernah mengerti akan hujan yang kerapkali datang diantara linangan airmata kesedihan.


    Guguran bunga kertas dalam hati seakan menandai awal dari nyeri yang dia hadiahi dibulan Juli. Bulan dimana angin menerbangkan sepucuk harapan ditengah tandusnya pengharapan. Bulan dimana tanggal-tanggalnya mengoyak rasa lupa tentang diri yang kian terlupa akan kata “dicintai”.


    Kini, tak ada lagi tempat bagi judul-judul puisi yang  telah tergerus oleh norma dan realita. Materi yang lalu menjembatani hati kian memenangkan pertaruhan antara sang pecundang dan pangeran. Kalah, dan hari-hari akan semakin penuh oleh sorak-sorai pemuja uang.


    Sepi telah kembali menjadi bait-bait yang paling diminati ketika kasih sayang tercabik-cabik oleh luka dan kebohongan. Sendiri kini menjadi bab baru dari tahun-tahun paling menyeramkan dari tragedi-tragedi menyakitkan akan kehidupan. Selamat datang luka, aku kembali berduka. 

Thursday, June 18, 2020

Surat Untuk Angin



    Aku adalah bagian dari kisah tersembunyi. Endapan yang tak bisa kau perlihatkan sebagai kepingan lain dari hati. Kau berjalan dengan alur skenario terbaik dari sebuah sandiwara. Berjalan bergandengan dengan sangat terus terang di bawah cahaya. Kau memeluknya dan menikamku dengan tarian ikatan yang serupa kepura-puraan. 

Di depan mataku, rasa runtuh berhamburan di balik kelopak mata. Mengaburkan pandangan dan tanda tanya besar akan rasa sayang.


    Satu hati tak pernah cukup untukmu dapat memeluk purnama di bawah gulita malam. Aku adalah bagian pelengkap dari sebuah ketiadaan. Resah yang seringkali kau sangkal mati-matian di depan ribuan pasang mata. 

Kau berjalan dengannya, dengannya, dengan mereka, dan dengan setiap barisan nama yang kau urutkan pada buku harianmu. Aku hanyalah pemeran pengganti dari nama-nama yang kau coret kali ini. Aku adalah selimut bagi sepi yang kadang-kadang menghampiri. Aku tidak berarti.


    Kadang-kadang malam menyuguhiku dengan sepotong sapaan rindu. Harapan yang tak pernah aku ketahui kapan akan beranjak dari buncahan-buncahan kesemuan. Sepotong rindu yang aku kira berlian ditengah gurun ketandusan, namun ternyata rindu itu hanyalah kata-kata pemanis dari sang pemain peran.


    Aku lelah melihat hujan dan mendapati mimpiku telah jatuh dan tenggelam. Cita-cita yang seakan menjadi antrian panjang dari lorong ketakutan. 

Aku ingin mendengar sapaan dari langit dan menikmati alunannya hingga badai terasa senyap dan baik-baik saja.


    Pergi atau kembalilah! Hati bukan tempat jual beli atau bahkan loket tiket kereta api. Rasa bukanlah butiran nasi yang bisa kau bagi-bagi sesuai porsi. Kita tak bisa beramai-ramai berjalan di atas altar untuk mengucapkan janji suci. Sebuah ikatan bukanlah pasar yang ramai akan hiruk pikuk orang. Kau tak bisa mengumpulkan banyak cinta pada satu wadah yang telah sesak oleh airmata. Kau tak bisa menempatkanku di sana. Rumahku bukanlah lorong-lorong kumuh tempat nafsu dengan suka rela berpesta pora. Rumahku bukan pula rumah-rumah kardus yang bisa kau gunakan sekali lalu kau buang. Tidak! Aku bukan bagian dari nama-nama yang kau tuliskan di buku itu!


    Pergi dan habiskan malam panjang itu dalam gemerlapmu yang penuh dengan riuh ricuh! Aku adalah bagian dari hening. Penyendiri yang tengah memecahkan teka-teki rasamu yang gaduh. Kau pemain terhebat dari  riak air yang tengah melawan arus. Gerakmu berbisa, tapi aku terbiasa! Pergilah.. dan pilih setiap hati yang kau anggap bisa dibeli dengan kemolekan diri. Pilih mereka yang terbiasa berjejer rapi untuk dipilih. Aku bukan pilihan, bukan pula dagangan yang dengan sukarela menyerahkan diri saat dibeli. Aku pamit.. jaga diri baik-baik!