Ada banyak pertanyaan dalam kepalamu yang tak pernah bisa aku jawab. Rasa sakit yang telah aku kubur sejak lama, kini kau tanyakan satu persatu. Kau tahu rasanya bernostalgia dengan luka? Berpesta dengan kenangan yang sejatinya kau anggap permainan.
Aku sedang tidak ingin mengurai onak, atau berbincang-bincang dengan kenangan, karena aku telah menempatkanmu pada museum rasa yang tak bisa lagi hidup di masa depan.
Aku tidak melupakanmu, apalagi membencimu, sebab kau adalah bagian dari fase yang harus aku lewati untuk dapat menggenapi hati.
Aku sering melihatmu pada tempat yang tak pernah meninggalkan jejak. Foto-foto yang menjadi deretan kisah perjalananmu yang baru. Prestasi yang sering aku amini dini hari. Aku menikmati jarak seperti ini, karena dengan jarak aku bisa menyayangi tanpa ada nyala api.
Mungkin kelak jarak akan berpamitan lebih cepat dan kita bisa bertemu lagi. Aku tahu, ada pilu yang tidak bisa kau urai satu-satu dalam kalimat yang terpotong garis waktu.
Aku bahagia melihatmu berjalan di karpet itu. Dengan sejumput angan dan cita-cita yang lalu kau torehkan dalam piala. Kadang-kadang rindu menyeruak begitu saja. Hanya saja, ibuku adalah alasan kenapa aku berbalik mundur dan tidak lagi berjalan seiring layaknya bunga dengan daun, kakak dan adik, atau bahkan hal-hal lain yang mungkin pernah salah kita lalui saat itu.
Dalam senyap, aku kerap mengingatmu sebagai sajak yang tak pernah aku hapus dalam buku harianku. Sang pemanis yang membuatku bisa berkaca dari jendela lama yang tak pernah salah aku buka. Jangan menangis atau merasa sepi akan simfoni yang kini pergi dari heningnya hari. Kau adalah pelita bagi perjalanan panjang yang akan aku lalui setelah ini.
Setahun lebih jarak kita bentangkan dalam doa yang tak pernah bisa kau dengar dari dekat. Harapan dan kasih sayang yang pupus karena seteru-seteru permainan nafsu. Namun, hingga detik ini tanganku menari menuliskanmu, kau masih terkenang dalam jejak masalalu, sebagai merpati dari sarang yang tak pernah bisa aku buang.
Tersenyum dan berjalanlah seperti ketika kita tersenyum mengukir masa depan. Aku masih menyertaimu dalam doa yang kini merangkul mimpimu di atas panggung harapan. Ukirlah nama itu di setiap gerakan perjuangan yang bisa membawamu terbang menebus masalalu yang kau bantah dalam penyesalan. Aku akan menunggumu di ujung pintu kenangan, kemenangan.
No comments:
Post a Comment