Tuesday, May 11, 2021

BEBAN

 


    Ada yang harus aku pertanggung jawabkan kepada waktu. Kepada siluet yang nyaring menggiring kunang-kunang untuk tidak bercahaya. Aku terlahir dari gemuruh perjuangan. Keringat yang aku peras setiap malam adalah jembatan di mana aku bisa bertahan hingga hari ini. Namun, kadang-kadang melodi mengiris kewarasanku. Mengusik sedikit rasa tenang yang lalu mengundang tangis. Aku lelah.


    Kalau saja aku tahu bagaimana alur skenario itu, maka aku akan bersiap untuk segala jalan yang akan membuatku tergelincir. Aku akan sangat berhati-hati. Tapi, aku hanyalah wayang yang tengah dimainkan oleh Sang Dalang. Aku tidak tahu apa-apa.


    Kau tahu, ada resah yang seringkali menyelinap tatkala mimpi baru saja aku genapi. Layang-layang yang aku harapkan terbang tinggi, lalu jatuh sebelum bisa menggapai pelangi.

Selalu seperti itu. Jurang-jurang yang tak pernah mau bungkam dalam setiap teriakannya. Ombak yang tak pernah lelah menghantam karang harapan. Semua pertahanan itu lalu runtuh dalam beban yang tak bisa lagi aku topang.


    Dalam gelombang kesombongan aku pernah berdiri menggenapi hari. Menghitung kemungkinan-kemungkinan yang aku sematkan dalam catatan pengharapan. Langit aku lihat sedekat jarak pandang dan sekecil genggaman, tapi nyatanya keberingasan itu telah melahap birunya langit yang penuh dengan gejolak ketidakpuasan.


    Ajari aku untuk berdamai dengan beban. Dengan apa yang aku rasa berat untuk dipikul. Ajari aku mengerti, bahwa kelak aku akan berdiri diantara barisan sinar-sinar matahari.

Ajari aku untuk paham bahwa akan ada rembulan yang bisa aku ajak pulang. Aku tidak ingin menyerah pada titik ini. 


    Kepada doa yang tak pernah bisa aku khianati, semoga ia terus mengalir tanpa henti, Menjembatani lirih yang aku harap bisa berdamai dengan kisruhnya hati. Aku masih ingin berjuang pada detik-detik yang mereka sebut penghabisan. Aku masih ingin bergerilya pada teka-teki yang tak bisa aku pecahkan. Aku tak ingin kalah dalam dugaan, atau bahkan lemah dalam prediksi mulut-mulut kemunafikan. Sebab aku tidak dilahirkan untuk menjadi pecundang atau pemenang bayangan, tapi aku dilahirkan untuk menang dalam mencintai proses. Mencintai apa yang telah aku lakukan untuk mencapai garis finish. Aku menghargai alur itu. Aku mencatat setiap tetes keringat yang bisa aku lakukan hingga sampai pada titik yang mereka anggap sulit. 


    Aku bahagia telah melewati babak-babak yang dulu tak pernah bisa aku tebak.

Terimakasih untuk hari ini. Aku tidak ingin ada rasa takut lagi. Sebab Tuhan adalah Dalang terbaik yang tak pernah salah dalam memainkan wayang-wayangn-Nya. 

Yakin dan percayalah, maka kau akan mendapatkan kado termanis dari-Nya. Hadiah dari iman dan buah dari kesabaran, yaitu KEAJAIBAN!



No comments:

Post a Comment