Ada ledakan besar dihari senin. Kemarau yang basah di sepanjang sisi hati. Kisruh yang berlari dari harapan panjang akan kemenangan. Aku terjebak diantara topeng-topeng penuh kebohongan. Senyuman-senyuman palsu para penipu kebahagiaan. Ada rasa sakit diantara batas yang membendung perisai pertahanan. Rapuh.
Anak-anak panah berdatangan bak udara yang bersalaman tanpa rasa iba. Mereka menghujamku dalam tawa yang tak bisa berkata-kata. Menjulurkan lidahnya dalam hujatan yang dibalut oleh kalimat-kalimat pujian.
Mereka menawanku pada jeruji janji agar aku tidak bisa melarikan diri. Dan aku kehilangan kebebasanku untuk bisa meneguk senyum pada barisan pelangi yang ditawarkan oleh pagi.
Aku ingin mengasingkan pikir. Mengurai kekeliruan masalalu yang aku ulang-ulang dalam rindu. Aku ingin menenggelamkan pilu pada kekosongan ruang yang aku sesaki dengan penyesalan.
Aku lelah, Tuhan! Dosa seakan menjadi duri pada bahagia yang hampir saja aku teguk hari ini. Dosa ibarat pagar-pagar kawat bertegangan listrik tinggi yang harus aku lewati untuk bisa hidup lagi. Aku masih terkungkung dalam dosa yang tak bisa terhapus hanya dalam satu kalimat istighfar. Dosa ibarat siluet yang masih membuntutiku hingga aku sulit untuk bisa terbang tinggi.
Peluh dan benci datang beriringan. Sunyi yang mengaduh pada ketidaksiapan ludah untuk menelan bara api. Sungguh, lelah telah berkidung lebih lama dibanding fajar yang terus bergerak mengibur. Aku ingin pulang! Pada bayang-bayang fatamorgana khayalan. Pada bianglala masa kanak-kanak yang membuatku lupa akan norma dan etika. Aku ingin bebas mendaki senyum dan leluasa memetik bahagia.
Bawa kembali beban-beban itu! Aku ingin beristirahat. Aku ingin mengenang masa-masa balitaku. Aku ingin menutup mata dari dunia yang penuh dengan keberingasan. Aku ingin pulang pada jalan lain yang tidak bisa mereka bawa pulang. Aku ingin kembali! Aku lelah kali ini!
No comments:
Post a Comment