Sunday, July 7, 2013

July





Aku suka sama kamu.”
Deg. Aku kaget mendengar kata-kata itu dari mulutnya kali ini. Wajahnya pucat. Dia tampak gugup. Untuk beberapa saat lamanya kita diam. Jujur, aku tak bisa berkomentar sedikitpun. Dia lalu menatapku dan mempertegas ucapannya.
Aku suka sama kamu. Aku tidak perlu jawaban. Aku hanya ingin mengatakan itu saja. Aku bahagia jika bisa melihat sunrise denganmu. Melihatmu yang berjalan terengah-engah dan sering mengeluh kalau kamu ga kuat lagi mendaki gunung, lalu aku dengan senang hati menggendongmu. Apa kamu ga menyadari bahwa kebersamaan kita membuat perasaan-perasaan itu tumbuh?? Aku sayang kamu. Lebih tepatnya cinta.”
Aku menatapnya yang tersorot cahaya lembayung senja. Indah. Hidungnya mancung. Lesung pipitnya mempertegas wajahnya yang manis. Matanya sipit, karena dia memang keturunan tionghoa, namun dia terlihat seperti orang pribumi. Badannya tinggi dan tegap. Aku selalu terpesona ketika melihatnya dari kejauhan. Dan satu lagi, dia cerdas dan selalu membuat aku tertawa oleh kekonyolannya. Dia sekarang mematung didepanku. Tidak seperti biasanya. Canggung.
Hmm, oya kita kan belum pernah foto bareng ya dari dulu. Gimana kalo sekarang kita foto bareng??”
Aku mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia sepertinya tahu kalau aku tengah menghindar dan tidak ingin membahas perasaan lain yang tengah dia rasakan.
Aku ga mau difoto berdua dengan orang yang aku cintai.”
Lho kenapa?? Kamu marah karena aku mengalihkan pembicaraan??”
Tanyaku sedikit kaget, karena dia tampak serius dan samasekali tidak menatap wajahku.
Aku ingin menyimpan orang yang aku cintai dalam hati, bukan dalam foto.”
Dia lalu menolehku seraya tersenyum dan memegang pundakku.
Aku pengen denger komentar kamu tentang yang aku katakan tadi.”
Aku salah tingkah melihat dia tepat di depan mataku.
Kalau dua hari lagi bagaimana?? Aku butuh waktu untuk berpikir dan mencerna keganjilan ini.”
Dua hari lagi?? Bukankah kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi besok?? Bahkan semenit ke depan pun kita ga pernah tau. Hmm, tapi baiklah kalau kamu maunya gitu. Dua hari lagi, itupun kalau aku atau kamu masih hidup, kita ketemu di sini.”
Dia lalu membalikkan badan dan hendak pergi.
Ga perlu dua hari lagi deh, aku jawab sekarang. Aku ga bisa. Ini akan terasa aneh. Sebaiknya kita ga usah ketemu dulu sebelum semuanya kembali seperti semula. Aku sayang kamu, tapi aku ga bisa terima perasaan-perasaan yang lebih dari sebatas sayang.”
Aku tinggalkan dia seorang diri. Aku berlari dan mengusap airmata yang dari tadi aku bendung namun akhirnya tumpah juga. Sekarang aku berada dalam kebingungan yang nyata dan perasaan bersalah yang menyala.
            Dua hari sudah semenjak kejadian itu, aku tidak pernah berkomunikasi lagi dengannya, meskipun aku sangat merindukan dia, tapi sepertinya ada sesuatu yang menghalangiku untuk menghubunginya, bahkan hanya untuk bertegur sapa dan menanyakan kabar, aku pun tak melakukannya.
Hari ini aku dan sepupuku pergi untuk mengikuti seminar disalah satu hotel di Kotaku. Aku tidak bisa menikmati acaranya karena perasaanku tidak karuan. Rasanya ingin cepat pulang dan tidur.
Tiba di stasiun sekitar pukul tujuh dan kita membeli tiket kereta terakhir. Sebelum kereta datang, kita duduk-duduk seraya minum. Tanpa sengaja, aku melihat koran yang terbuka disebelahku. Aku lihat dengan seksama. Ada berita kematian di sana. Aku pandangi foto itu. Tanganku bergetar.
Ga mungkin.”
Kenapa??”
Tanya sepupuku keheranan melihatku menatap koran itu dengan pandangan serius.
Berita kematian?? Coba lihat.”
Dia mengambil koran itu dari tanganku. Dia kemudian menoleh.
Kasian ya. Masih muda, cantik lagi. Ini anak pecinta alam ya?? Aku ga bisa bayangin gimana perasaan pacarnya, pasti sedih banget.”
Iya, pasti sangat sedih.”
Ujarku pelan seraya menahan rasa sakit yang tiba-tiba menusuk ulu hati.
Kereta datang. Lajunya terasa pelan dan sunyi. Tak ada riak dan sorak sorai orang-orang yang biasanya hilir mudik berlalu lalang. Hening, sepi dan semua cahaya terasa redup. Tiba-tiba aku teringat kata-kata dia sore itu,
Bolehkah aku menciumu??”
Lalu aku menamparnya.
******
            Jalanan basah, angin bertiup kencang seakan memaksa masuk melalui pori-pori. Langkahku terhenti. Aku terjatuh. Aku pejamkan mata. Aku tutup telinga dan akhirnya aku sadar bahwa aku telah kehilangan. Kehilangan dia, belahan jiwa.

No comments:

Post a Comment