Di balik selimut itu, ada yang liar tengah berkelana memompa adrenalin. Berperang ricuh antara teguh atau rapuh. Istighfar adalah jala diantara letupan hati yang kisruh.
Menggigil, nafas tercekal, sedang khayalan masih saja hidup dalam nafasnya yang bergelut dengan belaian lembut.
Wajah ramadhan mulai tampak di balik daun pintu. Borgol dan jeruji yang ia bawa seakan menakuti nafsu yang kini masih saja bergelayut bersama akar-akar dosa.
Hasrat itu, keinginan berburu nafas yang terengah. Gaduh itu, gelora yang tengah terbelenggu sunyi.
Memainkan peran lain di atas pentas kesucian, namanya terkucil tapi mengendap-endap. Ingin nurani mengais rahmat, namun hati juga beringas memompa hasrat.
Pergolakan batin itu, dan rindu yang terpaksa menjadi alas kaki.
Pohon ramadhan, daun-daun pengampunan yang berguguran, dan buah ranum lailatul qadar yang dinanti-nanti, seakan menghunus gejolak liar sang pemburu nafas.
Ambil bajumu, dan pakailah!
Ramadhan enggan melihat tubuh telanjang bulat berpeluh keringat.
Sekali ini, lepas topengmu yang menggeliat di atas mudarat!
Di atas lekukan tubuh wanita-wanita yang para seniman sebut keindahan.
Di atas sentuhan dan jamahan yang nafsu sebut itu syurga.
Biarkan sajadah memangkumu sekali lagi. Dalam tetesan wudlu yang belum mengering. Dalam airmata dan penyesalan tatkala sujudmu menjadi saksi diri yang mulai kembali.
Kelak kau akan pulang, seperti juga ramadhan yang akan pergi.
Kelak, ketika hanya dua kaki saja yang bisa kau ajak berlari.
Kelak, ketika yang kau puja-puja kini berubah menjadi api yang siap melahap diri.
Kelak, yang tak pernah kau ketahui kapan itu terjadi.
Seperti hari ini..
Seperti esok..
Dan seperti hari-hari yang tak bisa kau ulangi lagi!
No comments:
Post a Comment